Oleh: Nur Atika Rizki, M.Pd
Praktisi Pendidikan
Pada hari Kamis tanggal 19 September 2019, mahasiswa dari berbagai kampus di Indonesia melakukan demonstrasi di gedung DPR/MPR RI. Disusul kemudian di sejumlah kota besar seperti Medan, Makassar, Banjarmasin dan lainnya. Mereka menolak rencana pengesahan RKUHP yang di dalamnya masih banyak pasal-pasal ngawur dan bermasalah (Detik.com, 20 September 2019).
Sebuah sistem hukum diberlakukan di dalam negara untuk mengatur terpenuhinya kebutuhan setiap individu warga negara. Di antaranya adalah kebutuhan perlindungan rasa aman atas harta, kehormatan, darah hingga nyawa, termasuk fasilitas umum negara yang digunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat. Siapa pun yang melakukan hal megancam atau merampas rasa aman tersebut akan dikenakan sanksi hukuman sesuai dengan berat ringannya perbuatan. Hukum yang diberlakukan tersebut harus menyelesaikan masalah, baik penanganan dampak jika sudah terjadi maupun pencegahan agar tidak terulang lagi.
Masalah dalam penetapan hukum di Indonesia karena yang diberlakukan untuk perlindungan rasa aman adalah hukum peninggalan Kolonial Belanda (Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-Indië). Pemerintah Kolonial Belanda mensahkan melalui Staatsblad nomor 732 Tahun 1915 dan mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 1918. Setelah proklamasi kemerdekaan, Indonesia menegaskan kembali pemberlakuan hukum pidana pada masa kolonial tersebut pada tanggal 26 Februari 1946. Pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Undang-undang inilah yang kemudian dijadikan dasar hukum perubahan Wetboek van Strafrecht voor Netherlands Indie menjadi Wetboek van Strafrecht (WvS), yang kemudian dikenal dengan nama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP. Meskipun ada upaya penyelarasan kondisi berupa pencabutan pasal-pasal yang tidak lagi relevan, banyak permasalahan yang tidak teratasi. RKUHP yang akan disahkan pada tahun 2019 ini merupakan rancangan hukum pidana nasional yang disusun untuk mengganti Kitab Undang - Undang Hukum Pidana warisan pemerintah kolonial Hindia Belanda tersebut.
Hukum Buatan Manusia Bermasalah
Memiliki hukum sendiri tapi membuat dengan mengikuti metode yang disosialisasikan penjajah tidak akan bisa menegakkan kebenaran dan keadilan. Sebab, pandangan mereka adalah memisahkan urusan kehidupan di dunia dengan agama. Atau tidak ada andil Tuhan dalam mengatur urusan kehidupan di dunia, baik cara hidup maupun cara mengatasi masalah yang diakibatkannya.
Mereka membuat hukum berlandaskan pada akal dan sumber hukumnya adalah fakta. Akal manusia sangat terbatas untuk menentukan hukum yang adil. Kecenderungqn manusia adalah mengikuti hawa nafsunya. Boleh atau tidak, baik atau buruk suatu perbuatan yang dilakukan tergantung senang atau tidaknya ia terhadap hal tersebut. Produk hukum yang dihasilkan tidak bisa menyelesaikan masalah, karena cenderung berpihak kepada si pembuat hukum saja, bahkan menghalalkan segala cara untuk bisa meraih apa yang diingin. Hukum cenderung tumpul ke atas dan tajam ke bawah, dengan uang perkara yang salah bisa dibenarkan, siapa yang kuat dia yang menang dan siapa yang lemah dia yang kalah. Sehingga masalah tidak teratasi malah menimbulkan masalah baru.
Manusia tidak layak membuat hukum sendiri tanpa berpedoman kepada aturan Tuhan. Meniadakan andil Tuhan dalam menetukan aturan yang terbaik bagi manusia bertentangan dengan fitrah manusia. Manusia yang menganggap dirinya mampu membuat hukum sendiri adalah suatu kesombongan. Ketika hukum yang menentukan baik dan buruknya adalah manusia, maka aturan Tuhan pun diabaikan. Seperti pada pasal RKUHP tentang zina, di setiap agama yang dianut di Indonesia mempunyai larangan terhadap zina, namun karena ada pihak yang tidak setuju pasal itu akhirnya disepakati dihapus.
Cara Islam Menentukan Hukum dan Penyelesaian Problematika Kehidupan Manusia
Manusia tidak mampu mengatur kehidupannya sendiri karena manusia tidak bisa menjangkau hakikat kehidupannya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala saja yang Maha Mengetahui seperti apa seharusnya manusia mengatur kehidupannya. Islam yang diwahyukan kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidak hanya untuk mengatur umat Islam tapi untuk kebaikan, keselamatan dan rahmat bagi seluruh umat manusia bahkan seluruh alam.
Dalam menentukan hukum, Islam berlandaskan pada perintah dan larangnan Allah. Perintah untuk berhukum atau memutuskan perkara masalah manusia dengan hukum Allah dan larangan berpaling dari hukum Allah di antaranya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surah Al-Maidah ayat 49 yang artinya:
"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." (TQS. Al-Ma'idah, Ayat 49)
Sumber utama hukum Islam adalah Al-Quran dan AsSunnah, kemudian Ijma Sahabat dan Qiyas. Permasalahan manusia sepanjang zaman berkembang, dengan adanya ijtihad dalam penggalian hukum maka problematika kehidupan bisa diatasi dalam waktu yang tidak panjang. Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengatur dalam Islam cara melindungi rasa aman manusia. Melarang mengambil atau merampas harta, melarang menumpahkan darah atau menghilangkan nyawa tanpa haq kepada manusia yang tidak bersalah, memerintahkan menjaga kehormatan manusia dengan melarang menyakiti secara fisik atau perasaan, melarang negara dikuasai oleh penjajah.
Selain itu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga menentukan hukuman yang diberlakukan bagi yang melanggarnya. Hukum tersebut diturunkan kepada manusia untuk mencegah dan mengatasi problematika kehidupan manusia. Pelaksanaan hukuman atau sanksi tersebut hanya boleh dilakukan oleh negara, bukan individu. Hukuman hanya akan dijatuhkan setelah melalui proses pengadilan.
Demikian juga dengan hukum-hukum lainnya yang menyangkut kehidupan manusia. Tidak ada hukum yang lebih baik selain hukum yang dibuat oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Setiap yang diperintahkan dan yang dilarang adalah untuk kebaikan dan keselamatan manusia itu sendiri. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Surah Al-Maidah Ayat 50, yang artinya:
"Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?"(TQS. Al-Ma'idah, Ayat 50)
Tentunya kita tidak ingin berhukum denngan hukum jahiliyah yang menyengsarakan kehidupan manusia. Hanya kembali kepada hukum Allah Subhanahu Wa Ta’ala secara keseluruhan dapat mengatasi masalah manusia dalam menetapkan hukum dan menyelesaikan problematika di segala aspek kehidupan.
Tags
Opini