Oleh: Zahra Azzahi
Member Akademi Menulis Kreatif
Sudah jatuh tertimpa tangga, pepatah ini seolah mewakili keadaan yang terjadi di negeri ini. Berbagai musibah datang bertubi-tubi, mulai dari kebakaran hutan, gempa dan konflik yang berujung kerusuhan di Wamena, Papua . Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, Indonesia juga memiliki beragam etnik dan suku bangsa, jika tidak dijaga dan dirawat dengan baik dapat berpotensi menimbulkan konflik dan perpecahan bangsa.
Dalam sejarah dunia, tercatat berbagai konflik yang pernah terjadi di masa lalu sebagian besar dikarenakan permusuhan antar etnik dan penjajahan. Seperti suku Indian, penduduk asli benua Amerika ini tertindas secara sosial dan ekonomi, tanah yang merupakan warisan nenek moyangpun tidak bisa lagi mereka miliki, dan sekarang populasi mereka di seluruh Amerika hnya 0,2 persen. Sedangkan suku Aborigin hanya 3,3 persen dari seluruh warga negara Australia. Baik suku Indian maupun Aborigin banyak mengalami penindasan dan diskriminasi penjajah yang menguasai tanah mereka. Bahkan di Amerika Serikat diskriminasi terhadap warga kulit hitam masih sering terjadi hingga saat ini. Negara-negara barat seperti Amerika Serikat misalnya, memerlukan waktu ratusan tahun untuk bisa menghapuskan perbudakan terhadap warga kulit hitam dan untuk mengakui kesetaraan hak dan kewajiban antara warga kulit hitam dan kulit putih.
Hal ini sangat berbanding terbalik dengan saat Islam diterapkan, selama tiga belas abad Kekhilafahan Islam menguasai hampir 2/3 wilayah dunia, tidak pernah terjadi penjajahan, ekploitasi, dan diskriminasi terhadap suku asli negeri tersebut. Kekuasaan Islam terbentang mulai dari Afrika hingga Asia tetapi kerukunan dan persatuan umat tetap terjaga, Islam berhasil meleburkan berbagai perbedaan suku, ras, warna kulit dan agama.
Islam telah menghapuskan dan mengharamkan seseorang membanggakan asal muasal keluargannya. Seperti dalam Hadist Rasulullah Saw:
“Lihatlah, engkau tidak lebih baik dari orang yang berkulit merah atau berkulit hitam kecuali engkau mengungguli mereka dengan takwa.” (HR. Ahmad).
Jadi sangat jelas bahwa semua manusia itu sama di hadapan Allah yang membedakan hanyalah ketakwaannya.
Islam memelihara dan merawat kerukunan dan persatuan umat dengan kemuliaan syariat Islam, perlindungan dan pemeliharaan tersebut diberikan kepada seluruh warga negara baik muslim ataupun non muslim tanpa memandang suku dan warna kulit. Khilafah Islam juga menjamin kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan keamanan. Hal ini berlangsung selama belasan abad hingga masuknya pemahaman asing berupa nasionalisme dan patriotisme kedalam negeri-negeri kaum Muslimin. Kolonial Inggris melalui kaki tangannya menyebarkan seruan kebencian di tengah-tengah bangsa Arab terhadap Khilafah Utsmaniyah di Turki, yang mereka anggap sebagai penjajah bangsa Arab. Mereka juga menghasut permusuhan kaum muslim dengan kaum nasrani hingga teradi konflik dan pembantaian masal pada 1860 di wilayah Lebanon. Konflik etnik dan agamapun mulai bermunculan antara Arab dangan Turki, Muslim dengan Nasrani, termasuk umat Kristen dengan Druze. Maka bisa dikatakan bahwa bukan Islam dan Khilafah Islam yang memicu konflik dan peperangan antar etnik di kawasan Timur Tengah tetapi pemikiran dan konspirasi asinglah yang menjadi penyebabnya.
Dengan demikian berbagai konflik dan permusuhan antar etnik seperti di Wamena dan di seluruh dunia harus diselesaikan dari akarnya, dengan cara menjadikan Islam sebagai pengikatnya. Dengan ikatan ukhuwah Islamiyah masyarakat akan saling menjaga dan memelihara harta, darah, dan kehormatan satu sama lain. Dan hanya dengan syariah Islamlah kesejahteraan dan kemuliaan manusia akan benar-benar terjaga tanpa memandang suku bangsa, ras, warna kulit dan agama, untuk itu sudah saatnya merapatkan barisan untuk berjuang agar syariah Allah segera tegak kembali di muka Bumi.
Wallahu a’lam bishawab.