Oleh : Hexa Hidayat, SE
Melihat dinamika kehidupan seolah-olah kita tidak pernah terlepas dari masalah. Terkadang suatu masalah justru akan membuat kita semakin berpikir untuk menjadi dewasa dalam menyikapinya tetapi terkadang dengan masalah yang selalu datang justru makin melemahkan kita.Tapi, dewasa disini bukan berarti kita mampu menyelesaikan masalah tersebut lalu merasa puas secara temporal dan kemudian akan timbul lagi masalah yang lain yang berkaitan dengan masalah utama.
Penyelesaian suatu masalah seharusnya mampu melepaskan suatu simpul besar yang mengikat simpul-simpul kecil sehingga masalah-masalah lain mampu terurai dan masalah pun menjadi bisa teratasi dengan memuaskan akal dan menentramkan jiwa.
Bisa kita ambil contoh masalah-masalah yang dihadapi negara kita belakangan datang silih berganti. Dari masalah ekonomi, angka stunting yang tinggi sampai sulitnya masyarakat mendapatkan hak kesehatan lalu beralih ke masalah seni dan budaya dengan maraknya film-film beredar yang tidak memperhatikan lagi norma-norma kesusilaan apalagi agama dalam penyajiannya, masalah pendidikan bahkan sampai masalah hukum sendiri pun terkait RUU-PKS yang seolah-olah memihak kaum hawa tapi nyatanya jauh dari kata keberpihakan bahkan bisa menghancurkan tatanan kehidupan dalam berumah tangga. Semua masalah diatas timbul karena ada kepentingan-kepentingan pihak tertentu yang menginginkan manfaat dari suatu masalah tersebut, apalagi kalau bukan kesenangan yang bersifat jasmaniah yang mereka inginkan yaitu uang dan kekuasaan. Sehingga aturan dalam bernegara pun tidak jelas arah awalnya yang katanya ingin mensejahterakan rakyatnya tetapi peraturan-peraturan yang dibuat justru semakin memperburuk ekonomi dan sosial masyarakat itu sendiri, bahkan yang lebih buruk lagi, masyarakat dijauhkan dari agama Islam yang seharusnya menjadi pedoman dan akar dalam menyelesaikan semua problematika manusia. Kita tidak menafikkan dalam negara ini khususnya Indonesia memang bersifat pluralitas, tapi kondisi ini dari zaman Rasulullah pun sudah seperti itu, namun semuanya bisa berjalan secara dinamis tanpa ada kekacauan seperti sekarang ini.
Bila akar masalah kita ekonomi, harusnya dengan sumber daya alam kita yang kaya justru membuat kita semakin makmur bukan? karena Indonesia bukanlah negara yang miskin, semua kita punya, mulai dari tambang, rempah-rempah, bahkan hasil laut kita pun melimpah tapi mengapa justru angka kemiskinan makin meruncing, bahkan sekitar 20 juta penduduk Indonesia masuk kategori rawan pangan dan satu dari tiga anak Indonesia pengidap kekurangan gizi akut ( http://jogja.tribunnews.com/2018/09/02 ), dan data GHI-Global Hunger Index Indonesia yang dilansir lembaga Internasional Food Policy Research Institute (IFPRI), menunjukkan kelaparan di Indonesia selama dua tahun terakhir naik ke level serius ( https://ekbis.rmol.co/read/2018/08/06/351013/CIDES ). Artinya dengan bukti tersebut adalah masalah yang dihadapi Indonesia saat ini bukan ekonomi, karena program-program yang ditawarkan pemerintah seperti BLT ( Bantuan Tunai Langsung ) bagi masyarakat hanya menyelesaikan masalah secara parsial, ataupun program HET ( Harga Eceran Tertinggi )di bidang pertanian justru membuka ruang baru bagi kartel.
Jadi, melihat bukti diatas maka baiknya bersama-sama kita bangkit dari pemikiran secara parsial menuju ke arah sistemik. Problematika diatas tidak bisa dipecahkan dengan solusi-solusi yang bersifat temporal semata. Artinya problematika yang kita hadapi saat ini bukan hanya ekonomi tapi sistem yang membuat ekonomi tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Kita ambil contoh sebuah narasi, di suatu wilayah terdapat wabah penyakit yang disebabkan air sungai yang tercemar yang bersumber dari sebuah pabrik obat, tetapi solusi yang diberikan oleh pemerintah adalah membangun rumah sakit untuk menampung jumlah masyarakat yang terkena wabah atau membuat obat penawar bagi pasien yang terkena wabah. Inilah yang disebut pemecahan masalah secara parsial, padahal simpul besar narasi itu adalah dari pabriknya, lalu mengapa bukan pabriknya yang ditutup? tentu kita pun mengerti bukan.
Jelas sudah banyaknya masalah yang dihadapi saat ini bersumber dari sistem yang tidak berpihak kepada rakyat, tapi justru berpihak kepada kapitalis sebagai penguasa yang sebenarnya. Karena seperti yang dibicarakan di awal bahwa kepentingan mereka hanya untuk mencari sebanyak-banyak kepuasan yang bersifat jasmani tanpa memperhatikan ada pihak lain dirugikan. Sistem seperti inilah yang mereka sebarkan berupa kebebasan-kebebasan berfikir bahkan bebas untuk membuat aturan sendiri padahal sejatinya aturan dari manusia memungkinkan banyak kesalahan-kesalahan di dalamnya karena fitrah manusia tanpa dikendalikan oleh agama adalah eksistensi diri. Manusia berusaha saling ingin berkuasa, saling ingin dipandang sebagai individu yang ‘terpuji’ karena mampu berkuasa membuat aturan sendiri, hal inilah nantinya akan menjadi benturan-benturan dalam masyarakat, karena setiap individu berhak dan bebas menafsirkan sendiri hak dan kewajiban menurut nafsu mereka tanpa ada landasan agama.
Sistem kapitalis merupakan akar dari permasalahan negara ini, karena sistem ini melahirkan kebijakan deskriminatif rezim. Ia mengunggulkan kepentingan bisnis para pemilik modal yang telah menghantarkan ke tampuk kekuasaan. Tidak heran jika kebijkan tidak populis dan mengorbankan rakyat banyak.
Beda halnya dengan sistem Islam, dimana setiap individu mempunyai aturan yang dibatasi dengan sumber hukum yang jelas, individu hanya bertugas menjalankan apa yang telah secara baku ditentukan Allah dalam Al Qur’an, hadist, ijma’ dan qiyas. Karena dalam sumber hukum itu tedapat sanksi-sanksi yang tegas. Islam memandang bahwa individu merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dengan pandangan yang integral. Sistem Islam tidak hanya mampu menyelesaikan masalah secara sebagian atau partial bahkan mampu menyelesaikan langsung dari sumbernya secara sistemik atau menyeluruh. Karena Islam memiliki tujuan yang baku yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan sesudah kematian.Hanya Islam yang mempunyai aturan, dan sanksi yang jelas serta pelaksanaan yang tolak ukur perbuatannya adalah halal dan haram.
Dari sini maka negaralah yang akan ditunjuk untuk menerapkan peraturan-peraturan yang bersumber dari keempat hukum diatas, negara adalah pihak yang mengatur seluruh urusan individu atau rakyat dan melaksanakan aktifitasnya sesuai dengan perintah-perintah Alla dan larangan-laranganNya. Negara juga yang bertanggungjawab bukan hanya kesejahteraan jasmaniah setiap individunya tapi juga menjadikan setiap individu bertakwa kepada Allah Swt.
Waallahu’alam bis shawabi.