Ironi Papua di Negeri Kaya tapi Salah Urus



Oleh : Dian Puspita Sari 
Aktivis Muslimah, Member Akademi Menulis Kreatif 


Sungguh ironis. Mungkin ini hanya secuil dari sekian banyak fakta miris mengenai nasib urusan hidup ratusan juta rakyat negeri ini yang terbengkalai. Akibat tertutupi oleh intrik-intrik politik kotor dengan citra buruknya:  haus kekuasaan, uang dan pencitraan oleh media yang melekat pada diri elit politik sekuler zaman now. 
Di tengah carut marutnya kondisi perpolitikan penuh tipu daya dan kecurangan, masih banyak rakyat pribumi yang hidup bak gelandangan di negeri sendiri. Seperti yang dilansir oleh kompas.com, 182 korban meninggal akibat konflik di Nduga, Papua karena kedinginan dan lapar. Situasi di sana sudah sedemikian  darurat namun pemerintah di Jakarta santai-santai saja (15 Agustus 2019). 

Kezaliman yang menimpa rakyat di bagian ujung Timur Indonesia ini sudah berlangsung puluhan tahun lamanya, dari rezim ke rezim. Dan kini nyaris mencapai klimaksnya. Di Papua bagian Barat, tepatnya di kota Wamena, jantungnya OPM, gejolak untuk merdeka sudah tak terbendung lagi. OPM sudah terang-terangan menantang RI untuk merespon ajakan perangnya. Tak  terbilang jumlah korban jiwa yang  berjatuhan baik dari pihak aparat (TNI/polri) maupun sipil. Yang terupdate, ratusan korban jiwa khususnya warga non Papua berjatuhan akibat chaos yang dilakukan pihak pro kemerdekaan di wamena. Rakyat Papua pun harus mengalami kondisi tak adil dengan distribusi kekayaan alam tak merata.  Padahal Papua kaya akan sumber daya alam yang  melimpah. Sayangnya, sumber daya alam tersebut digadaikan pemerintah kepada negara-negara asing. Termasuk rakyat di kabupaten Nduga, yang menjadi korban konflik bersenjata berkepanjangan antara OPM versus TNI/polri hingga banyak diantaranya yang meninggal akibat kelaparan dan kedinginan.
Sudah jatuh tertimpa tangga. Itulah nasib rakyat Papua. Ironisnya, nasib miris hidup mereka masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah pusat di Jakarta. Alhasil, mayoritas solusi praktis yang mampu menarik minat rakyat adalah rayuan pihak musuh (baca: asing) tak terkecuali pro kemerdekaan (baca: OPM/KKB) untuk merdeka dari Indonesia. 

Konflik tak pernah berujung solusi di Papua diakibatkan salah urus negara, dalam hal ini pemerintah yang: 
1. Bersikap lembek dan condong kepada pihak musuh yang terbukti merongrong keutuhan wilayah Indonesia.  
2. Mengabaikan urusan hidup rakyat di Papua. Mereka lebih sibuk berfikir tentang kepentingan mereka sendiri seperti jual beli kursi jabatan dan politik pencitraan oleh media. Hingga mereka pun tak peduli jika ada rakyatnya mati kelaparan dan kedinginan. 
3. Mengkhianati amanah rakyat untuk mengurusi hajat hidup mereka dengan menggadaikan aset berharga milik negara di Papua kepada pihak asing. Salah satunya tambang emas Freeport.  

Padahal kepemimpinan itu adalah amanah. Dan setiap pemimpin itu pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt atas apa dan siapa yang dipimpinnya. 


أَلاَ كُلُكُمْ رَاع، وَكُلُكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالإِمَامُ الَّذِى عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang apa yang dipimpinnya. Imam (waliyul amri) yang memerintah manusia adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Jangan sampai ada seorang rakyat pun yang urusan hidupnya terlantar apalagi sakit dan mati kelaparan. Rasulullah Saw dan para Khulafâur Râsyidîn telah menjadikan diri mereka sebagai teladan baik bagi kita, seluruh umat Islam dan umat manusia, di sepanjang masa, sejak masa nabi hingga akhir zaman.

Sebagai contoh, Amîrul Mukminîn Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, pada masa paceklik dan kelaparan, ia Radhiyallahu ‘anhu hanya makan roti dan minyak sehingga kulitnya berubah menjadi hitam. Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata: “Akulah sejelek-jelek kepala negara apabila aku kenyang sementara rakyatku kelaparan.” 

Pemimpin amanah, jujur dan adil sebagaimana yang diteladankan oleh nabi Muhammad dan khulafâur râsyidîn mustahil lahir dari kepemimpinan (sistem pemerintahan) yang menghalalkan  kecurangan dan dusta tapi lahir dari kepemimpinan yang amanah. Yakni khilafah Islam berdasarkan manhaj kenabian. 
Semoga tak lama lagi hidup kita akan kembali dinaungi olehnya. 

Aamiin yaa Rabbal alamiin.

Wallahu a'lam bishshawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak