Indonesia : Tinggalkan Kedzaliman, Bangkit Menuju Kejayaan


 
Oleh : Anggi Rahmi 
( Pemerhati Perempuan dan Generasi) 

“Diantara bencana paling mengerikan yang menimpa seluruh umat manusia, ialah ide kebebasan individu yang dibawa oleh demokrasi. Ide ini telah mengakibatkan berbagai mala petaka secara universal, serta memerosotkan harkat dan martabat masyarakat di negeri-negeri demokrasi sampai ke derajat yang lebih hina daripada derajat segerombolan binatang!” (Al-‘Allamah as Syaikh Abdul Qodim Zallum).

Pada periode awal rezim dulu 2014 hati rakyat pernah di buat berbunga-bunga dengan berbagai  harapan dan janji. Saat ini juga demikian. Rakyat juga diberi harapan, bahwa lapangan kerja akan dibuka secara luas. Harapan itu juga ternyata kosong. Gelombang PHK justru terjadi.
Pasalnya, gelombang tsunami PHK yang melanda dunia hari ini tengah merambah ke Indonesia. Beberapa waktu lalu Krakatau Steel  merumahkan ribuan pegawainya. Perusahaan mobil asal Jepang, Nissan juga ikut-ikutan memangkas karyawannya. Sekitar 12.500 karyawan Nissan di seluruh dunia di-PHK. Di Indonesia, Nissan merumahkan ribuan pegawainya. Perusahaan mobil Nissan merumahkan 830 pekerja. Bahkan stasiun TV Swasta, NET TV, dikabarkan mem-PHK massal karyawannya. Dalam  lima tahun kepemimpinan Jokowi gelombang PHK massal masif terjadi. Mulai dari perbankan, perusahaan ritel, hingga start up tak luput dari terjangan tsunami PHK (Jannah : 2019). Hal ini menyebabkan ribuan orang kehilangan pekerjaannya, tentu berdampak bagi tatanan keluarga. Dimana seorang kepala keluarga kehilanagan mata pencahariannya dan hal ini berpengaruh buruk pada pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya.

Juga belakangan tanah air seperti tak lepas dirundung musibah konflik dan kerusuhan, khususnya di Tanah Papua. Di lapangan warga yang menjadi korban kerusuhan didominasi  warga pendatang, khususnya asal suku Minang dan Bugis. Kondisi ini ini mencemaskan pasalnya, Indonesia dihuni  beragam suku, bangsa agama dan budaya. Potensi terjadinya konflik etnik di tengah-tengah masyarakat amatlah besar (Kaffah, 4/10/ 2019). Melihat  Konflik Wamena ini timbul pertanyaan apakah demokrasi hari ini mampu menjamin terlaksananya nilai-nilai pancasila khusunya pada kasus ini yaitu sila ke 2, kemanusiaan yang adil dan beradab? Bisa kita katakan tidak, karena apa yang terjadi di Wamena ialah konflik saudara, seharusnya pemerintah mampu mengatasi permasalahan ini dengan sigap dan mampu menghindari Wamena dari konflik berdarah. Tetapi, lalainya pemerintah merespon tragedi Wamena ini  justru membuat kecewa rakyat, apakah pemerintah hari ini benar-benar serius dalam mengatasi permasalahan yang terjadi pada rakyat?

Tidak hanya itu, belakangan Indonesia juga dihebohkan dengan ulah Buzzer. Sebuah riset dari Oxford University menemukan bukti buzzer di Indonesia menyebarkan pesan-pesan propaganda untuk mendukung pemerintah, meyerang oposisi dan menciptakan polarisasi publik yang di bayar 1-50 juta. (Kaffah, 11/10/ 2019). Berita ini tentu mengejutkan, bukankah di negara demokrasi ini menjamin kebebasan bersuara tanpa paksaan dan penggiringan opini sumbang yang diciptakan para buzzer? Apa lagi pengguna buzzer adalah pemerintah. Hal ini semakin menampakkan bahwa demokrasi hari ini tidak mampu menjamin kedaulatan suara berada di tanga rakyat, yang ada hanyalah keadulatan bagi korporat.

Belakangan pemerintah melalui Wiranto (mantan Menkopolhukam) mengaku akan menggodok aturan  yang intinya akan mengkriminalkan individu yang tetap mendakwahkan Khilafah. (Kaffah, 20/9/2019). Di sisi lain, ada salah satu oknum partai sekuler yang menyebut ajaran tentang khilafah sebagai sesat. Penistaan ajaran islam ini menunjukkan sikap rezim yang semakin represif dan anti islam.

Berdasarkan fakta di atas cukup memberikan bukti bagi kita bahwa demokrasi hari ini tidak dapat membawa rakyat ke arah perbaikan yang hakiki. Segala upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan rakyat hanya bersifat tambal sulam, dan menyebabkan masalah yang lain muncul. Ketika ada seorang muslim  yang ingin mendakwahkan ajaran Islam yang sebenarnya, justru di tuduh radikal, teroris, anti pancasila, dan anti NKRI. Bukankah di dalam demokrasi itu kebebasan beragama dan menjalankan syariat masing-masing di jamin oleh negara? Tetapi kenapa yang terjadi justru sebaliknya? Selalu ada upaya mengebiri ajaran Islam dan menyempitkan ruang gerak muslim dalam melaksanakan Islam secara kaffah yang di yakini umat islam itu adalah wajib.

Demokrasi telah menipu kita semua. Demokrasi mengatakan, melalui pemilu rakyat berdaulat. Ternyata dalam prakteknya hanya sebatas jargon kosong yang faktanya, sebagaimana diketahui oleh umum. Partisipasi dalam demokrasi membutuhkan dana yang besar. Dalam kontes inilah politisi membutuhkan kucuran dana segar dari kelompok bisnis. Kolaborasi penguasa dan pengusaha akhirnya menjadi pilar penting dalam sistem demokrasi. Presiden AS Rutherford B. Hayes, pada tahun 1876 mengatakan bahwa kondisi di AS pada tahun itu adalah : “from company, by company, and for company”. (Al-Wa ‘ie: 2014).

Maka fakta di atas menunjukkan bahwa sistem demokrasi tidak mampu menyelesaikan problematika seluruh kehidupan umat hari ini, justru menambah permasalahan dan kerusakan di segala lini kehidupan umat. Segala kerusakan yang dibawa oleh sistem demokrasi itu sebenarnya tidak lepas dari sejarah kemunculannya yang memang cacat sejak lahir. Akidah sekulerisme yang melahirkan demokrasi merupakan hasil jalan tengah atau kompromi. Jelas ini bukan persoalan rezim tetapi ini persoalan kerusakan ideologi yang dianut oleh bangsa ini. kepitalisme telah membuat negara dan moral bangsa jatuh ke bawah tumpukan uang.  Racun sekulerisme ini juga telah masuk ke dalam kehidupan pribadi umat hingga bahkan banyak tokoh agamawan yakni kyai atau ulama yang ikut terasuki. Umat dengan mudah menjumpai tokoh Islam yang tunduk pada kepentingan penguasa dan kaum kapitalis karena iming-iming uang dan jabatan. 

Perubahan Masif 

Kerusakan yang berasal dari ideologi tak bisa ditangani dengan perbaikan parsial atau gradual. Usaha melakukan perbaikan secara parsial akan segera tergerus denagn kebijakan yang lain. Ketika kaum Muslimin berusaha menegakkan satu hukum Islam, ia segera dihadang oleh kebatilan lewat pintu lain.

Perubahan yang harus dilakukan umat seharusnya dilakukan secara asasiyah, syamilah, dan sekaligus. Asasiyah artinya mendasar, membongkar asas kehidupan masyarakat yang batil semisal sekulerisme dan mengembalikan akidah Islam sebagai landasan kehidupan dan berpikir umat. dengan asas yang shahih ini umat akan senantiasa mentautkan keimanan, pahala dan dosa, sebagai pertimbangan dalam pemikiran dan perbuatan, bukan lagi asas manfaat yang menjadi pertimbangan dalam setiap keputusan pribadi ataupun negara. 
Tetap Suarakan Perubahan Hadapi Tekanan dengan Santai

Melihat kapitalisme yang tengah sekarat, maka satu-satunya harapan umat hari ini adalah sistem pengganti demokrasi. Itu Khilafah. Dari kalangan biasa hingga kalangan sarjana. Mulai dari warga desa hingga warga ibu kota. Bahkan rakyat jelata hingga pejabat negara. Semua berbicara tentang khilafah. Meskipun terjadi pro kontra dalam metode penegakanny. Namun, semua sepakat bahwa khilafah adalah ajaran Islam. 
Ini menunjukkan khilafah semakin dikenal dan sudah menjadi opini umum. Mayoritas masyarakat sudah tahu dan paham bahwa khilafah adalah ajaran islam yang tak perlu untuk ditakuti. Pada saat di wawancara Wiranto menegaskan bahwa anggota HTI tidak boleh menyebarkan paham khilafah atau ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Wiranto juga menegaskan larangan ini berlaku bagi ormas lainnya. (Media umat)
Mari kita sikapi pernyataan Wiranto tersebut dengan santuy walaupun disampaikan seperti kebakaran jenggot. Pertama, bahwa ajaran Islam khilafah tak pernah dinyatakan sebagai paham terlarang baik dalam surat keputusan tata usaha negara, putusan pengadilan, peratutan perundang-undangan atau produk hukum lainnya sebagaimana paham komunism, marxisme/leninisme dan atheisme, yang merupakan ajaran PKI melalui TAP PMRS NO XXV/1966. Artinya, sebagai ajaran islam khilafah tetap sah dan legal untuk didakwahkan di tengah-tengah umat. mendakwahkan ajaran islam Khilafah termasuk menjalankan ibadah berdasarkan keyakinan agama islam, dimana hal ini dijamin konstitusi.

Memosisikan Islam Sebagai Common Enemy.

Kemarahan Wiranto itu bukanlah hal baru. Secara, umum, pemerintah dunia islam memang represif terhadap pergerakan kebangkitan Islam. amerika serikatlah yang menyetir seluruh negeri muslim untuk memerangi ekstrimisme Islam. defenisi semena-mena tentang ekstrimisme Islam. dan radikalisme sesungguhnya adalah framing terhadap gerakan Islam yang lantang menyuarakan pemebebasan diri dari penjajahan asing.

Demikianlah Islam masih menjadi monster bagi Barat. Firman Allah SWT dalam surat al Baqarah ayat 120 memang menegaskan bahwa Islam selalu akan menjadi common enemy bagi yahudi dan nasrani yang merepresentasikan diri sebagai dunia Barat. Islam senantiasa menjadi anacaman serius, apa lagi bila mewujudkan entitas politik.

Tapi ingat pemilik segala kuasa hanyalah Allah Al-Aziz. Sungguh mudah bagi-Nya untuk membalikkan kondisi. Realitas kapitalisme di dunia Barat- bersama demokrasi dan liberalismenya saat ini telah menunjukkan tanda-tanda kehancuran.

Realisasinya dakwah harus lebih clear dalam menjelaskan keberkahan hidup dalam ketaatan kepada Allah dalam segala aspek kehidupan. Juga lebih lugas dalam menarasikan keunggulan komparatif Khilafah dibandingkan dengan sistem pemerintah apapun.
Keindahan hidup dimasa Khilafah hendaknya terus menerus di sampaikan kepada umat, demi melawan narasi  sumbang dan miring serta propaganda jahat yang dideraskan islam haters. Inilah sistem yang di ridhai allah SWT. Tidak hanya berkah karena menjadi representasi perwujudan islam kaffah, namun juga menjadi problem solver atas seluruh masalah manusia, yang tidak mampu diselesaikan oleh sistem dan pemimpin manapun di dunia saat ini.
Wallahu ‘alam bi ash-shawab



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak