Oleh: Helda (Aktivis Muslimah)
Bulan September tahun ini kita disuguhkan dengan turunnya mahasiswa diseluruh Indonesia melakukan aksi ke DPRD di wilayah masing-masing dan DPR pusat. Aksi ini dilatarbelakangi ketidaksetujuan mahasiswa adanya RUU KPK. Aksi mahasiswa ini pun mengingatkan kita pada gerakan mahasiswa Indonesia tahun 1998 lalu yang menuntut turunnya presiden RI.
Mahasiswa di Kalsel juga menunjukkan geliatnya. Mahasiswa turun ke jalan depan DPRD Provinsi Kalsel melakukan aksi tolak RUU KPK. "Yang Terbakar hutan, yang dipadamkan KPK", itulah salah satu tulisan yang terlihat di tengah unjuk rasa puluhan mahasiswa menamakan Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se Kalsel, Kamis (19/9/2019) siang
Rancangan undang-undang (RUU) KPK dianggap memperlemah keberadaan lembaga independen tersebut dalam menjalankan tugasnya, sedikitnya ada sekitar tujuh poin yang disampaikan para mahasiswa. Pertama aliansi BEM menolak dengan tegas revisi RUU KPK karena bersifat melemahkan beberapa wewenang dasar dari KPK. Kedua, aliansi BEM se Kalsel mengajak seluruh masyarakat untuk bersatu padu menjaga independensi KPK dan menolak seluruh upaya-upaya mempersempit ruang gerak pemberantasan korupsi di Indonesia. Ketiga, aliansi BEM se Kalsel menolak dengan keras pimpinan KPK terpilih yang terbukti memiliki catatan buruk dalam hal pemberantasan korupsi.
Mereka juga mendesak presiden menunaikan janji politik pada pilpres 2014 dan Pilpres 2019 yang akan menghasilkan negara yang kuat di dalam hal pemberantasan korupsi. Aliansi BEM se Kalsel juga menyatakan kekecewaannya dengan dewan perwakilan rakyat yang tidak mendengarkan suara rakyat perihal RUU KPK. (banjarmasinpost.co.id /Ahmad Rizki Abdul Gani)
Akankah menuju perubahan Hakiki?
Bergerkanya mahasiswa untuk memprotes RUU KPK merupakan sinyal bahwa mahasiswa sudah bangun dari tidur yang lelap, Daya kritis dan kepekaan terwujud dengan bergeraknya mereka untuk menuntut ketidakadilan atas kebijakan yang diterapkan. Maraknya korupsi dinegeri ini menuntut adanya tindakan yang tegas dari KPK, namun dengan ditetapkannya RUU KPK oleh pemerintah maka lembaga KPK tidak lagi independen dalam menjalankan tugasnya.
Tidak ada yang salah dengan bergeraknya mahasiswa untuk melakukan tuntutan kepada DPR khusunya Pemerintah, karena mahasiswa harus mengontrol kebijakan yang ditetapkan oleh penguasa. Namun jika tuntutan itu hanya dilakukan pada RUU tersebut saja, sedangkan masih banyak kebijakan dinegeri ini yang menimbulkan ketidakadilan dan kezholiman bagi masyarakat maka perubahan yang didapatkan pun hanya sebagian saja, karena dengan independennya KPK seperti sebelum disahkan maraknya korupsi tetap terjadi. Hal ini karena rendahnya keimanan individu muslim, mudahnya mereka melakukan aktivitas curang, dan tidak ada hukum yang tegas diberikan oleh negara kepada pelaku korupsi.
Negara ini yang menerapkan pemahaman demokrasi sekuler dimana individu boleh melakukan apa saja yang dia inginkan atas nama kebebasan, mencari materi sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara membentuk individu muslim yang mengadosi paham tersebut. Maka sudah saatnya mahasiswa memahami bahwa tuntutan yang dilakukan tidak cukup hanya tolak RUU KPK tetapi juga penuntutan terhadap sistem rusak yang dianut oleh negeri ini yaitu sistem kapitalis sekuler yang akan menyebabkan kehancuran, dan kembali kepada sistem yang berasal dari illahi.
Dalam islam mahasiswa memiliki peran besar dalam perubahan atau tonggak peradaban. Mahasiswa memiliki potensi besar sebagai agent of change, iron of stock untuk kemajuan peradaban. Hal ini sejalan dengan perkataan soekarno "Berikan Aku sepuluh pemuda maka akan ku Guncang dunia". Mahasiswa adalah pemuda harapan penerus estafet tegaknya negara. Sejatinya gerakan perubahan yang disuarakan mereka haruslah mengarah pada perubahan sistem. Tidak hanya perubahan orang. Agar terwujud perbaikan yang hakiki di seluruh bidang kehidupan masyarakat.