Oleh: Siti Aisah, S. Pd
Guru&Member Akademi Menulis Kreatif
“Wisuda adalah mimpi terindah bagi siapapun yg melakukan studi di perguruan tinggi. Sedangkan, meniti jalan Islam dalam dakwah adalah kebahagian hakiki dalam hidup. Sekiranya kedua harus dipilih maka kebahagiaan hakiki jauh mengalahkan mimpi”.[ Hikma Sanggala ]
Mahasiswa sebagai agen perubahan saat ini sedang menggeliat ke permukaan. Demonstrasi mahasiswa dan para pelajar STM yang wara-wiri di dunia maya menyisakan pertanyaan besar. Apa motivasi dari para mahasiswa dan siswa STM yang terjun ke jalan? Inilah yang akan dibahas pada tulisan kali ini.
Dilansir dari berita detik.com (28/9/2019) Menristekdikti, M. Nasir, menyayangkan adanya dosen yang mengizinkan mahasiswanya berdemo. Nasir mengatakan nantinya akan ada sanksi kepada rektor perguruan tinggi (PT) jika terjadi pengerahan mahasiswa di kampusnya.
“Nanti akan kita lihat sanksinya ini. Gerakannya seperti apa. Kalau dia mengerahkan ya dengan sanksi yang kita lakukan sanksi keras yang kami lakukan ada dua, bisa dalam hal ini peringatan, SP1, SP2,” kata Nasir di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/9/2019). Ia pun menegaskan bahwa akan ada sanksi hukum dan bersiap menantikan jika ada aksi unjuk rasa yang menyebabkan kerugian pada negara. Serta bisa jadi dosen dan rektor akan turut bertanggung-jawab.
Bahkan di situs laman geloranews.com (3/10/2019), undang-undang tentang keadilan bagi anak-anak Indonesia menyatakan, bahwa penahanan dan pemenjaraan anak-anak adalah usaha terakhir yang bisa dilakukan pemerintah. Penahanan seorang anak yang berusia di bawah 18 tahun hanya boleh dilakukan kurang dari 24 jam.
Memang yang menjadi viral saat ini adalah dengan turunnya anak STM yang fenomenal. Mereka mengendus kebuntuan politik yang terjadi saat ini. Para wakil rakyat DPR yang baru dilantik saat ini menjadi harapan agar tidak mengkhianati rakyat. Mereka pun tampil menjadi mitra mahasiswa untuk melawan tirani dan kezaliman rezim.
Imbas dari aksi heroik anak STM justru memicu tindakan represif dari aparat kepolisian. Contohnya saja, ketika ada penanganan demo yang brutal oleh aparat, justru rakyat diminta untuk tidak memviralkannya. Seharusnya, pihak kepolisian tidak represif terhadap adik-adik mahasiswa dan STM, bukan mempermasalahkan video yang beredar di masyarakat.
Saat ini mahasiswa telah menyadari posisinya sebagai motor perubahan. Artinya, ia mempunyai tugas sama seperti umat muslim pada umumnya. Yaitu beramar ma’ruf nahi munkar kepada umat lainnya. Pembungkaman yang dilakukan pemerintahan lewat Menristekdikti dengan menggiring dosen hanya untuk sekedar mendiskusikan permasalahan secara akademik saja. Tidak mencanangkan ke arah lainnya. Seperti mendiskusikan Islam sebagai ideologi sekaligus solusi atas permasalahan bangsa ini.
Sayangnya, kebanyakan dari mahasiswa atau para pelajar yang notabene kaum muda, saat ini telah disibukkan dengan dunia maya. Mereka tidak tampil di layar kaca tapi banyak orang memperbincangkannya. Mereka bermimpi menjadi artis youtube. Hal ini dikarenakan aksinya yang selalu mencuri perhatian telah mengundang banyak subscriber dan followers, sehingga banyak diantaranya yang memfollow apa saja yang dilakukan youtuber itu. Walhasil, sekarang youtube dan menjadi youtuber sedang ngetrend di kalangan milenials.
Takdianya, dari youtube ini bisa dapat uang yang lumayan menjanjikan. Semakin banyak subscriber maka semakin banyak pula kucuran dana segar yang didapatkan. Maka berbondong-bondonglah para generasi saat ini untuk mendapatkan uang dengan cara mudah. Terkadang konten-konten yang tidak penting asal dapat menghibur. Tak dilihat apakah sesuai atau tidak dengan ajaran Islam.
Dengan demikian, aksi para mahasiswa yang turun ke jalan untuk memperjuangkan Islam patut diapresiasi. Ia bergerak berdasarkan kesadaran yang benar dan landasan ideologi yang sahih. Sehingga, perjuangan tak hanya instan dan gaya-gayaan atau sekedar untuk isi konten di vlog pribadinya.
Perlu ditekankan pemahaman kepada mereka, bahwa sedikit banyak subscriber atau follower bukanlah menjadi tujuan yang utama. Hal ini dikarenakan, milenial ideal memiliki pemahaman bahwa yang utama adalah membawa keindahan dan kehebatan Islam sebagai jalan hidup. Saling beramar ma’ruf nahi mungkar serta mampu menjadi media atau perantara orang lain menemukan kebenaran Islam. Hal tersebut merupakan kebahagiaan tersendiri yang diberikan lewat konten. Sehingga mampu menjadi wasilah orang lain mendapatkan hidayah untuk hijrah menuju Islam kaffah. Itulah yang menjadi arah tujuannya.
Perlu dipahami, kebangkitan yang sahih adalah kebangkitan yang didasarkan pada akidah yang sahih. Itulah kebangkitan yang didasarkan pada akidah Islam sebagai satu-satunya akidah yang sahih. Sebaliknya, kebangkitan yang salah adalah kebangkitan yang didasarkan pada akidah yang juga salah. Contohnya, kebangkitan Barat yang didasarkan pada Sekularisme, atau kebangkitan Soviet dengan Komunisme.
Hal ini disebabkan karena umat Islam adalah kumpulan manusia yang diikat oleh akidah Islam, baik sipil, militer, birokrat, rakyat, santri, abangan, modern, tradisionalis, dan sebagainya. Kepada mereka inilah fikrah di atas disosialisasikan. Sosialisasi itu harus dilakukan secara berpengaruh sehingga fikrah tersebut menjadi fikrah mereka. Setelah itu, akan muncul kesadaran ideologis dalam diri mereka akan urgensi dan wajibnya fikrah (konsepsi syariah) tersebut diwujudkan pada tataran real.
Dengan demikian peristiwa yang terjadi ini sebaiknya menjadi pelajaran dan koreksi bagi semua pihak. Terjadinya perubahan haruslah dengan pondasi fikrah yang kokoh, yaitu syariah Islam. Itulah perubahan yang dicontohkan Nabi saw. Beliau membangun pemerintahan Islam di Madinah berlandaskan akidah Islam (Lâ ilâha illa Allâh Muhammad Rasûlullâh) dan sistem yang terpancar darinya. Jadi, kebangkitan Indonesia adalah menghimpun umat Islam di Indonesia dengan fikrah (syariah) Islam, mengarahkan hidup mereka pada fikrah (syariah) Islam, dan membangun pemerintahan berdasarkan fikrah (syariah) Islam tersebut.