Oleh : Diana Riyanti
Hampir tiap hari publik Indonesia disuguhi dengan berita kekerasan seksual. Dan mirisnya, korbannya punmerata hampir dari segala usia dan jenis kelamin, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, dan dewasa baik perempuan maupun laki-laki.Jenis kekerasan seksualnyapun berbeda-beda,mulai darikekerasan secara verbal berupa ucapan-ucapan tak senonoh/mesum,atau kekerasan non verbal berupa tindakanpencabulan, pemerkosaan, perampokan disertai pemerkosaan,pemerkosaan diakhiri pembunuhan,pedofilia, sodomi, bahkan yang paling memilukan kasus incestpun sekarang juga semakin merebak di negara ini,negara Indonesia, yang dulu dikenal sebagai negara yang kental dengan adat ketimurannya yang religius.
Anak-anak atau penderita keterbelakangan mental, kerap kali menjadi sasaran empuk tindak kekerasan seksual. Karena mereka dinilai lebih lemah dalam hal perlindungan diri, mudah dirayu dengan iming-iming uang/hadiah atau gampang diancam untuk tutup mulut sesudah menjadi korban kebiadapanpelaku. “Besok saya akan laporkan pelaku ke polisi. Tidak ada jalan kekeluargaan, pokoknya harus diproses hukum. Padahal pelaku tahu adik saya kondisinya begitu,koq masih tega”, kata MR(43), kakak korban,seorang gadis keterbelakangan mental (27) yang kini tengah hamil 6bulan, karena menjadi korban pemerkosaan kakek MH (65) yang tak lain adalah tetangganya sendiri.
Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Asep Adi Saputra mengatakan sepanjang januari-mei 2019 saja sudah ada 236kasus pelecehan seksual terhadap anak, dan itupun hanya 50% dari keseluruhan kasus yang dapat ditangani tuntas oleh institusinya(tempo.co/3/8/2019). Tingginya angka kejadian pada kasuskekerasan seksual terhadap anak ini,menunjukkankeluarga dan orang – orangterdekat yang seharusnya menjadi benteng pertahanan utama/ perisai terdepanperlindunganterhadap anak, saat ini telah gagal menjalankan fungsinya. Alih-alih menjaga justru pelaku terbanyak adalah dari lingkungan terdekat atau orang-orang yang dikenal dengan baik oleh korban. Didukung dengan mudahnya akses pornografi, kontrol masyarakat yang kurang bahkan negara yang abai dengan sanksi hukuman yang terlalu ringan semakin mempersuburtingginya tingkat kekerasan seksual pada anak.
Dalam islam negara mempunyai peran yang sangat dominan dalam melindungi semua warga negaranya termasuk anak-anak. Khususnya dalam masalah kejahatan seksual,islam mempunyai solusi yang jawazir (pencegah) sekaligus sebagai jawabir (penebus siksa akhirat).Yaitu; 1.Membunuh pelaku pedofilia sodomi, hal ini sesuai sabda Rasulullah “Siapa saja yang kalian temukan Melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku (yang menyodomi) dan pasangannya (yang disodomi),” HRAbu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad,al-Hakim dan al-Baihaqi). Sebagai korban sang anak tentunya tidak mendapat sanksi tersebut, bahkan justru dilindungi kehormatannya. 2.Menjatuhkan hukuman rajam hingga mati untuk pelaku pemerkosaan yang sudah menikah dan dicambuk seratus kali untuk pelaku yang belum menikah. Dan semua pelaksanaan hukuman tersebut dilaksanakan di tempat terbuka dihadapan masyarakat luas. Sehingga akan menghasilkan efek jera untuk pelaku maupun untuk orang yang hendak melakukan kejahatan serupa. Dan semua hal ini hanya akan terlaksana dengan sistem islamkaffah dalam bingkai khilafah