(Aktivis Dakwah Muslimah)
Perubahan suatu negeri adalah hal yang niscaya. Perubahan baik dari sisi politik, ekonomi, sosbud dan sebagainya menunjukkan negri itu dinamis, tidak stag. Melihat aksi demo yang biasa dilakukan oleh mahasiswa ataupun komponen masyarakat yang lain, menunjukan bahwa mereka juga dinamis, karena menginginkan perubahan. Apalagi bagi mahasiswa -kaum intelektual- sangat diharapkan bisa memberikan kontribusi bagi perubahan di negeri ini. Unjuk rasa dilakukan sebagai bentuk kepedulian terhadap publik, dampak dari berbagai kebijakan penguasa yang dinilai merugikan rakyat baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Sayangnya, sering ujuk rasa berakhir dengan bentrokan antara aparat berwajib dengan massa pendemo. Sehingga tak heran, seolah unjuk rasa hanya akan berdampak kerugian berupa materiil, selain itu juga adanya korban luka ringan, bahkan sampai ada yang meregang nyawa. Padahal jika aparat serius menjaga kondusifitas, hal semacam itu bisa dihindari. Karena ketika demo massa pendukung, kok bisa aman-aman saja? Padahal logikanya sama saja, berpeluang adanya “penumpang gelap” itu. Tapi ternyata cuma yang berseberangan saja yang mengalami.
Kalau mengingat kembali pergerakan mahasiswa pada saat menggulingkan rezim orde baru pada tahun 1998, dimana pada saat itu rezim telah berkuasa selama 32 tahun. Keberhasilan terlihat dengan lengsernya rezim lama dan berganti dengan orde reformasi. Seolah ingin mengulang kembali, pada tahun ini mahasiswa kembali turun ke jalan menuntut perubahan. Berdasarkan liputan media, massa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menggelar aksi di ibukota dan daerah lain. Tuntutannya sama. Mengembalikan reformasi pada relnya. Karena mereka menduga kuat reformasi telah dikhianati para aktor politik dan oligarki. Bahkan di sela-sela agenda pelantikan anggota baru DPR RI 2019-2024, gelombang mahasiswa kembali menggelar demo. (Liputan6.com).
Termasuk menjelang pelantikan RI 1 (20/10), mahasiswa pun kembali beraksi, meski Mabes Polri menyebut hingga pelantikan presiden pada 20 Oktober 2019, pemberitahuan demo mahasiswa ataupun masyarakat tidak akan diproses. Larangan ini berlaku untuk sekitar lingkungan gedung MPR/DPR di Senayan, Jakarta. (tempo.co). Juga banyak narasi dan upaya pembungkaman suara mereka oleh berbagai pihak, termasuk pejabat istana. Misalnya, Menristekdikti menyayangkan adanya dosen yang mengizinkan mahasiswanya berdemo dan mengatakan nantinya akan ada sanksi kepada rektor perguruan tinggi (PT) jika terjadi pengerahan mahasiswa di kampusnya (detiknews.com, 26/9). Namun show must go on, mahasiswa tetap semangat menyuarakan ketidaksukaannya terhadap RUU dan dampak penerapannya ke depan. Hamasah!
Berjuang untuk Perubahan Hakiki
Sejatinya perubahan diinginkan semua orang. Siapa saja bisa menyuarakan, khususnya mahasiswa yang mempunyai intelektual tinggi dibandingkan dengan masyarakat biasa. Namun akan sangat disayangkan jika aksi massa dan pengorbanan para pemuda -calon pemimpin bangsa- ini dicemari oleh tindakan anarkis, bahkan lebih jauh lagi tak jelas arahnya. Apalagi sekedar mempertahankan sistem bobrok yang sudah jelas-jelas menzolimi masyarakat, memberi peluang minoritas (oligarki) menyetir penguasa untuk mengeluarkan kebijakan pro kapital. Rakyat tak dianggap, kecuali pas masa kampanye dan pencoblosan di bilik suara.
Mahasiswa -apalagi jika dia muslim- seharusnya sadar akan perjuangan dengan landasan keimanan dan ketakwaan. Perubahan yang diperjuangkan mestinya menginginkan tegaknya aturan Allah di muka bumi tanpa harus menghalalkan segala cara. Mahasiswa harus menyadari musuh yang sesungguhnya adalah ideologi kapitalisme liberalisme juga sosialisme komunis. Jangan sampai demo dan aksi dengan memberikan kritik, tanpa menyadari musuh sebenarnya. Karena tak kan bisa memberikan solusi yang menuntaskan masalah.
Islam sebuah agama sekaligus ideologi. Dia yang layak diperjuangan hingga hari kiamat. Kebangkitan Islam pun sudah mulai terasa di mana-mana. Terbukti, kesadaran akan pentingnya aktivitas dakwah yang dilakukan oleh mahasiswa di luar maupun di dalam kampus. Meski narasi radikalisme terus digaungkan, bukannya surut malah mahasiswa terus berjuang tanpa rasa takut akan ancaman pihak pihak tertentu. Bahkan tanpa rasa takut kematian, karena sesungguhnya memperjuangkan yang hak dan menegakkan amar maruf nahi munkar adalah kewajiban.
Keberanian pemuda Islam bisa kita ambil teladan dari para sahabat Rasulullah Saw. Seperti keberanian Ali bin Abi Thalib yang mempertaruhkan nyawa untuk Rasulullah ketika datang perintah hijrah. Atau yang diriwayatkan dalam hadits dari Jabir ra, Rasulullah Saw bersabda:
"Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan orang yang melawan penguasa kejam, ia melarang dan memerintah, namun akhirnya ia mati terbunuh." (HR. Ath Thabarani dalam Al Awsath No. 4079, Al Hakim, Al Mustdarak Ala ash Shaihain, No. 4884).
Dari Abu Said al Khudri, dia berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda:
"Jihad yang paling utama adalah mengutarakan perkataan yang adil di depan penguasa atau pemimpin yang zhalim."(HR. Abu Daud No. 4344. At Tirmidzi No. 2174).
Sungguh Hamzah dan Ali adalah sosok pemberani, karena kebenaran Islam yang diemban, bukan sekedar ketidaksukaan akan keadaan. Maka tak ada kata surut dalam berjuang.
Semua karena Rasul Saw telah membina para sahabat dengan akidah yang kuat, sehingga terbentuklah kepribadian seorang muslim sejati, berfikir dan berprilaku sesuai dengan islam. Sehingga pemuda siap dan mampu memperjuangkan yang hak dan menegakkan amar maruf nahi munkar, Tidak takut akan ancaman, hinaan, dan rela mengorbankan harta, bahkan jiwa demi tegaknya Islam di seluruh aspek kehidupan.
Maka agar mahasiswa mampu tegak bersuara atas kemungkaran yang terjadi, haruslah terbina dengan pemikiran yang lurus sebagaimana para sahabat. Sehingga dengan bekal keimanan dan kepribadian yang mantap mereka mampu membawa gerbong perubahan yang hakiki, bukan sekedar ingin viral dan berteriak kencang ikut-ikutan. Sehingga mampu kokoh dalam kebenaran hingga kapan pun. Mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. (TQS al-Kahfi [18]: 13).
Wallahu alam[]