Oleh Eri
Demokrasi adalah sistem yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan individu, termasuk kebebasan berpendapat. Individu dapat menyampaikan pendapatnya di muka umum sebagai bagian dari kontrol masyarakat terhadap kebijakan yang diambil pemerintah atau permasalahan yang terjadi di sekitar mereka. Namun semua terasa teori belaka karena tidak seindah dengan realita yang ada.
Sejak kasus penusukan Menko Polhukam, Jenderal Wiranto, banyak masyarakat yang ikut memberikan pendapatnya atas insiden tersebut. Namun sayang, bukan pendapat mereka yang didengar tapi proses hukum yang diterima. 'Tiga personel Tentara Nasional Indonesia (TNI) mendapat sanksi hukum dan dicopot dari webjabatannya. Para anggota ini mendapatkan hukuman disiplin karena ulah istrinya yang mengunggah konten di media sosial terkait kasus penusukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto'. (kontan.co.id 12/10/2019)
Pemecatan yang terjadi bisa diartikan sebagai peringatan dari pemerintah untuk tidak menyuarakan pendapatnya di muka umum. Sama saja pemerintah sedang mengekang kebebasan berpendapat masyarakat. Sikap pemerintah dinilai represif karena tidak terlebih dahulu mengklarifikasi masalah tersebut tetapi langsung mengambil keputusan atau lanjut tahap hukuman. Masyarakat menganggap pemerintah 'anti kritik' melihat cara mereka yang meminimalisir protes keras rakyat terhadap kebijakan yang dinilai dzalim.
Tindakan ini kebalikan dari apa yang pernah presiden sampaikan dalam pidato kebangsaan pada sidang tahunan MPR (Majelis Perwakilan Rakyat) bulan Agustus 2019. Bahwa pemerintah dan penegak hukum tidak anti kritik dan menganggap kritik sebagai wujud kepedulian masyarakat. Melihat fakta yang berbeda menjadikannya hanya retorika kosong, ucapan pemerintah tidak sejalan dengan tindakannya di lapangan.
Sedangkan sistem Islam tidak hanya memberi kebebasan tapi juga mewajibkan umatnya untuk mengoreksi ataupun mengkritik seorang pemimpin. Harus disadari bahwa seorang pemimpin juga manusia biasa yang dapat menyimpang dari syariat Allah. Mengutip dalam Alquran yang menceritakan tentang nabi Musa as yang diperintahkan Allah swt berdakwah kepada Fir'aun. Allah berfirman:
اذْهَبا إِلى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغى (43) فَقُولا لَهُ قَوْلاً لَيِّناً لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشى (44
Pergilah kamu bersama saudaramu, Hârûn, kepada Fir’aun. Sesungguhnya ia adalah seorang kafir yang telah melampaui batas dalam kekufuran dan kezalimannya. (Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut) untuk menyadarkannya supaya jangan mengaku menjadi tuhan (mudah-mudahan ia ingat) yakni sadar dan mau menerimanya (atau takut”) kepada Allah lalu karenanya ia mau sadar (QS. Thaha (20); 43-44)
Umat Islam dapat menyampaikan pendapat atas penyimpangan atau kezaliman penguasa melalui Majelis Umat. Majelis ini merupakan perwakilan umat dalam suatu wilayah yang dipilih langsung. Tugasnya melakukan muhasabah atau koreksi dan menyampaikan pendapat kepada Khalifah. Majelis Umat akan menjadi mata dan telinga umat, mereka yang akan menjadi perpanjangan lidah umat dalam menyampaikan kesusahan maupun nasihat kepada penguasa. Mereka yang akan menjadi mitra kritis penguasa dalam menjalankan kekuasaan agar tak menyimpang dari syariat Allah SWT.
Pemimpin yang tidak 'antikritik' bukanlah hal yang mustahil dalam sistem pemerintahan Islam. Mereka faham betul posisi mereka atas rakyat, sehingga lapang dada mengakui pun menjadi hal yang pasti. Salah satu contohnya adalah Khalifah Umar bin Khattab. Sebagai Khalifah kedua beliau adalah contoh pemimpin terbaik di masanya. Sejak awal dibaiat, Umar pemimpin yang konsisten karena mau terbuka untuk ditegur dan diingatkan oleh umatnya bila melenceng dalam memimpin. Suatu hari ada seorang wanita yang protes atas kebijakan Khalifah Umar yang membatasi mahar perempuan pada saat itu. Meski niat Khalifah Umar sangat mulia, ternyata beliau keliru. Seketika itu juga, Khalifah Umar kembali naik ke mimbar untuk menyampaikan ralat atas keputusannya.
Inilah sistem terbaik dari Allah swt untuk diterapkan manusia. Sistem yang menjaga hak dan kewajiban umat serta yang melahirkan para pemimpin yang amanah. Masihkah umat berharap kepada sistem demokrasi yang rusak. Wallahu alam bis shawwab.