Oleh: Nasiatul Karima
DPR secara resmi telah mengesahkan RUU tentang Pesantren menjadi UU melalui Rapat Paripurna ke-10 tahun sidang 2019-2020 (CNN Indonesia,24/09/2019). Menurut Helmy Faishal Zaini yang menjabat sebagai Sekretaris Jendral PBNU, bahwa PBNU bersyukur atas disahkannya RUU Pesantren menjadi UU Pesantren (republika.co.id,25/09/2019). Munculnya gagasan RUU Pesantren yang dimotori PPP dan PKB ini, menurut Ali Taher ketua Komisi VIII DPR RI adalah karena selama ini negara masih belum memperhatikan dengan baik eksistensi pesantren, dari sisi sarana, prasarana, pembiayaan maupun tenaga kependidkannya (CNN Indonesia,26/03/2019). Sebelumnya Presiden Jokowi sempat menyatakan RUU Pesantren sangat penting untuk segera disahkan. Presiden menyebut bahwa aturan tersebut bisa menjadi payung hukum terkait masalah anggaran dan pendidikan bagi pondok pesantren di seluruh Indonesia (Siedoo.com,20/12/2018).
Peran serta pemerintah dalam memenuhi anggaran pendidikan dalam hal ini di lingkungan pondok pesantren tidaklah tanpa syarat. Menurut Marwan Dasopang yang merupakan Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, bahwa UU Pesantren mewajibkan setiap Pondok Pesantren terakriditasi guna menjaga mutu dan dipastikan menanamkan nilai Pancasila (SINDONEWS.com,26/08/2019). Dan menurut Ali Taher, bahwa melalui UU Pesantren, pondok pesantren yang lulus akriditasi maka ijazah kelulusan pesantren tersebut memiliki kesetaraan dengan lembaga formal lainnya (CNN Indonesia, 24/09/2019). Diantara syarat untuk diakui sebagai pesantren sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UU Pesantren adalah pesantren harus menggunakan kitab kuning. Jika tidak menggunakan kitab kuning maka tidak bisa dikatagori pesantren. Bagi lembaga pendidikan agama Islam yang tidak menggunakan kitab kuning bisa disebut dengan sebutan selain pesantren, misalnya bisa menggunakan istilah boarding school. Sehingga iming-iming mendapat payung hukum untuk mendapat bantuan dana dari pemerintah jelas tidak bisa didapat bagi pondok-pondok modern yang tidak menggunakan kitab kuning. Walaupun sebenarnya pondok-pondok modern juga mengajarkan pelajaran yang sama dengan isi kitab kuning. Misalnya pelajaran tentang: fiqh, ushul fikih, tafsir al-Qur'an, aqidah, tata bahasa arab, tajwid, logika, hadits, akhlaq dan tasawwuf serta sirah nabawiyah. Selain harus menggunakan kitab kuning, syarat agar diakui sebagai pesantren yang bisa mendapat payung hukum, sehingga bisa mendapat bantuan dana dari pemerintah adalah harus mengajarkan nilai-nilai kebangsaan dan Islam moderat. Menurut Marwan Dasopang, bahwa pesantren di Indonesia, sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Selain mengajarkan agama, pesantren juga menanamkan nilai-nilai kebangsaan. Hingga muncul slogan "Cinta Tanah Air Bagian Dari Iman" yang digagas oleh kiai Hasyim Asy'ari pendiri pesantren Tebu Ireng Jombang. Sehingga menurut Marwan, pesantren yang diakui di dalam UU Pesantren yaitu pesantren yang melestarikan nilai-nilai kebangsaan dan Islam moderat. Selanjutnya Marwan mengatakan, menyerahkan sepenuhnya kepada negara mengenai tindakan yang akan diambil terhadap pesantren yang mengajarkan hal-hal radikal (Progres. id,27/08/2019).
Jikalau memang negara sungguh-sungguh memperhatikan, pentingnya pendidikan agama Islam dalam mencetak SDM yang mumpuni untuk kemajuan Indonesia, maka tidak perlu dibuat UU Pesantren. Karena negara memahami betul, bahwa pendidikan adalah hak rakyat dan kewajiban negara untuk menyediakannya dengan kualitas jaminan mutu. Pesantren tidak perlu repot-repot mengikuti seleksi akriditasi untuk mendapat bantuan dana dari negara. Dan jikalau umat Islam menyadari bahwa Islam itu berisi aqidah dan syariah. Atau jikalau umat Islam menyadari bahwa syariat Islam mengatur seluruh aspek persoalan hidup manusia. Atau jikalau umat Islam menyadari bahwa mempelajari Islam itu untuk diterapkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Maka umat Islam tidak akan lagi dibingungkan dengan istilah Islam Moderat dan Islam Radikal. Allah SWT berfirman:
وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَـهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى
"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta".
(QS. TAHA 20: AYAT 124)
Adanya ketidakpedulian negara terhadap masalah pendidikan agama Islam, atau adanya kekacauan pola berpikir umat Islam terhadap agamanya, tidak lebih karena bercokolnya sistem Kapitalisme-Sekulerisme. Sistem yang diadopsi dari penjajah barat ini mewajibkan bahwa agama harus dipisahkan dari negara dan juga agama harus dipisahkan dari kehidupan. Ajaran Kapitalis -Sekuler ini mengajarkan paham " Tidak Ada Makan Siang Gratis". Ajaran Kapitalis-Sekuler inilah yang memaksa negara harus bertindak sebagai "Corporate State". Disinilah pentingnya peran organisasi dakwah, yang menyadarkan umat Islam tentang wajibnya dan mendesaknya kebutuhan terhadap penerapan syariah Islam secara kaffah dalam naungan Khilafah.
Ketika Islam di terapkan secara kaffah maka problem bangsa akan terselesaikan, baik itu masalah pendidikan, masalah ekonomi ataupun masalah pemerintahan. Allah SWT berfirman:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰۤى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَـفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالْاَرْضِ وَلٰـكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْن
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertaqwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan".
(QS. AL-A'RAF 7: AYAT 96).
Dalam pandangan Islam, Khilafah harus hadir di tengah-tengah umat Islam sebagai pelayan umat. Sehingga masalah pendidikan akan langsung diambil alih oleh negara Khilafah dalam penyediaannya. Dalam pandangan Islam, pendidikan adalah kebutuhan primer rakyat orang per orang yang wajib diberikan negara dengan sempurna. Khilafah bisa menggunakan dana yang tersimpan di baitul mal dalam penenuhan kebutuhan akan pendidikan rakyatnya, baik sarana, prasarana dan apa saja yang terkait pendidikan. Dalam Khilafah pendidikan tidak ada diskriminasi antara lembaga pendidikan keagamaan Islam dengan lembaga pendidikan ilmu sains dan teknologi. Pendidikan dalam pandangan Islam harus dibangun dengan arah pandang kehidupan Islam. Tujuan pendidikan dalam Khilafah adalah mencetak generasi yang bersyakhsyiyah Islam.
Tags
Opini