Oleh : Puput Yulia Kartika, S.Tr.Rad
(Koordinator Smart Muslimah Community)
Akhir-akhir ini fenomena terbaru tengah ramai menjadi buah bibir di tengah masyarakat, dimana fenomena tersebut memperlihatkan seorang laki-laki berbusana layaknya perempuan muslim, mereka mengenakan hijab yang menutupi kepalanya lengkap dengan cadarnya. Kelompok ini menamakan dirinya dengan crosshijaber, bahkan mereka pun cukup eksis di media sosial. (Okenews, 18/10/2019)
Selain itu, fenomena crosshijaber tersebut juga menimbulkan keresahan dan kekhawatiran di kalangan masyarakat. Betapa tidak, tengah beredar sebuah video penangkapan pria yang mencuri handphone di Ternate dengan mengenakan hijab dan cadar. Bahkan kabar yang beredar, aksi mereka juga sampai memasuki toilet hingga salat di masjid maupun musala pada shaf jemaah perempuan. (Republika.co.id, 17/10/2019)
Fenomena laki-laki mengenakan busana perempuan ini memang bukan yang pertama kalinya, setelah sebelumnya telah lebih dahulu crossdreeser. Melihat fenomena yang terjadi, maka perlu untuk mendalami apa yang sebenarnya menjadi motif dibalik fenomena crosshijaber ini. Apakah seputar kebebasan dalam berekspresi atau ada motif lain semisal kejahatan dan seks ? Atau bahkan yang lebih membahayakan lagi, yakni motif politik yang bertujuan untuk membuat suatu citra buruk terhadap agama Islam dan ajarannya ?
Bila kita menelisik secara mendalam, munculnya fenomena crosshijaber ini tidak terlepas akibat dari digaungkannya ide-ide kebebasan dalam sistem Kapitalis-Sekuler hari ini. Dimana salah satu ide kebebasan (liberalisme) ialah kebebasan dalam bertingkah laku pun termasuk didalamnya kebebasan berperilaku bagi kaum Luth modern ini.
Dendang kebebasan mengenai hak-hak kaum Luth sebenarnya telah lama ditabuh semenjak tahun 2008 lalu. PBB secara resmi mengakui hak-hak kaum Luth modern ini melalui UN Declaration on Sexual Orientation and Gender Identity (Deklarasi PBB terkait Orientasi Seksual dan Indentitas Gender). Meski ada 45 negara menolak deklarasi ini yang notabenenya sebagai negeri muslim, tetapi 94 negara yang merupakan negeri non muslim telah berkata sepakat.
Kekuatan politik kaum Luth modern menjadi semakin kuat ketika Amerika Serikat sebagai negara adidaya pada Juni 2015 melegalkan pernikahan sesama jenis diseluruh negara bagiannya. Akibatnya, aktivis yang pro terhadap kaum Luth diberbagai negeri muslim pun menginginkan negerinya mengikuti jejak Amerika Serikat. Tak terkecuali bagi negeri Indonesia sendiri.
Indonesia yang notabenenya sebagai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia, tetapi justru kini tengah ikut menggaungkan hak-hak kaum Luth modern ini. Bahkan bisa jadi, munculnya fenomena crosshijaber ini menjadi salah bentuk sebagai upaya menggaungkan ide-ide kebebasan kaum Nabi Luth agar dapat esksis dan diterima di tengah-tengah masyarakat.
Terlepas dari apa yang menjadi motif dibelakangnya, fenomena crosshijaber ini tidaklah dibenarkan terlebih bila bertujuan untuk membuat citra buruk agama islam dan ajarannya.
Di dalam Islam sendiri, perintah berhijab Allah turunkan bagi kaum muslimah (perempuan) bukan kepada laki-laki. Bahkan Rasulullah Saw. secara tegas melarang bila ada laki-laki berpenampilan perempuan atau pun sebaliknya. Sebagaimana di dalam hadits Rasulullah Saw bersabda :
"Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [HR. Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097; Tirmidzi, no. 2991]
Dan telah diketahui, bahwa perbuatan yang terkena laknat Allah atau Rasul-Nya termasuk dosa besar.
Jadi, fenomena crosshijaber merupakan fenomena crosskeblinger yang mesti diluruskan ditengah-tengah masyarakat. Bahkan sistem negara yang menggaungkan ide Kebebasan yang mengakibatkan munculnya crosshijaber haruslah segera disingkirkan, dan diganti dengan aturan sempurna yang dapat menghentikan segala bentuk kebebasan menyesatkan. Apa alagi jika bukan sistem Islam yang dapat menentramkan.
Wallahu'alam bii ashshawab