Oleh : Aulia Rahmah
Gresik, Jatim
Kegagalan dan kedzaliman penguasa semakin kentara. Dari abainya terhadap gerakan separatisme, gagal mengatasi bencana alam di Maluku, gagal dalam menyelenggarakan pemerintahan yang terpercaya, bebas korupsi, kini gagal pula dalam mengadakan layanan kesehatan yang mudah, murah, dan berkualitas.
Penguasa menambah lagi kerumitan bagi rakyat untuk memperoleh hak pelayanan dalam bidang kesehatan. BPJS yang dipertahankan kini menjadi modus penipuan. Seperti yang dilansir Kompas.com ( 13/10 ), ICW ( Indonesia Corruption Watch ) menilai, ada 49 potensi penipuan dalam penyelenggaraan BPJS, diantaranya terjadinya aksi suap oleh pihak tertentu kepada pihak puskesmas agar mengeluarkan surat rujukan kepada pasien untuk berobat ke Rumah Sakit, padahal masih bisa ditangani di puskesmas. Ini dilakukan agar dana BPJS dapat diperoleh.
Karena akutnya penyakit korupsi yang menjangkiti pemimpin negeri ini, dana BPJS pun mengalami defisit. Untuk menggenjot pendapatan di bidang kesehatan, pemerintah kini mempersiapkan kader - kader penagih yang berjumlah hingga 3.200 orang serta sanksi bagi penunggak iuran BPJS. Kader ini akan menagih para peserta BPJS dari pintu ke pintu, jika mereka enggan melunasi tunggakannya maka mereka akan terancam tidak dapat mengakses layanan pembuatan IMB ( Izin Mendirikan Bangunan ), Paspor, SIM, STNK, dan sertifikat tanah. ( Tagar.id 12/10 ).
Negara semakin menekan rakyat dengan berbagai penarikan uang dan prosedur akses pelayanan publik yang rumit, tapi disisi lain negara memberi kelonggaran kepada para koruptor dengan mengesahkan UU KPK yang justru memperlemah kinerja KPK dalam memberantas korupsi.
Menyelenggarakan kehidupan bernegara lalu berkiblat kepada asing dg mengokohkan Demokrasi Kapitalisme Liberalisme, bukanlah solusi. BPJS bukanlah sistem kesehatan yang berfungsi untuk memberi kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan, BPJS justru menjadi aksi pemalakan. Bagi intelektual ( hasil dari pola pendidikan asing ) yang sekarang memimpin negeri ini, kepemimpinan dianggap sebagai ajang berbisnis dengan berharap keuntungan yang lebih banyak. Padahal Rosulullah Saw bersabda :
" Pemimpin adalah penanggung jawab, dan dia akan dimintai pertanggung jawabannya oleh Allah kelak di akhirat "
Memberi kemudahan kepada rakyat untuk mengakses pelayanan publik seperti kemudahan memperoleh layanan kesehatan, mengurus sertifikat tanah dan IMB adalah tanggung jawab pemerintah, tak seharusnya pemerintah mempersulit hal ini.
Jika pemerintah semakin menekan rakyat, maka semakin dalam pemerintah terjerumus dalam lubang kedzaliman, akibatnya negara akan kehilangan kepercayaannya di mata rakyat Indonesia yang mayoritas Umat Muslim ini. Mereka akan semakin memojokkan pemerintah dan akan gencar mendukung para ulama yg ingin menegakkan Syariat Islam secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan. Mereka kini semakin menyadari tentang kewajiban mereka untuk berislam kaffah, beramar makruf nahyi mungkar, untuk bersama - sama memberantas kedzaliman.
Muslim di negeri ini mulai sadar diri bahwa kesempitan dan keruwetan hidup, sebab mereka enggan berhukum kepada hukum Allah Swt. Firman Allah selalu menjadi inspirasi mereka " Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanku maka akan menimpa mereka penghidupan yang sempit dan di hari kiamat mereka akan dikumpulkan dalam keadaan buta " ( Tqs. Thoha : 124 )
Dalam menyelenggarakan negara maka Umat Islam perlu belajar dari sistem warisan Rosulullah, yakni Sistem Khilafah Islamiyah. Dalam sistem khilafah Islam, negara memberi pelayanan kesehatan secara gratis, sistem khilafah juga memungkinkan negara bebas hutang karena Sumber Daya Alam yang melimpah seperti Indonesia ini, dapat dikelola secara maksimal untuk digunakan sebagai penunjang tersebarnya kemaslahatan Umat manusia.
Wallahu A'lam.