Oleh: Airin Elkhanza
(Aktivis Dakwah Kampus dan Member Akademi Menulis Kreatif)
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin terancam lumpuh, tunggakan BPJS kesehatan capai 78 Miliar. Mengakibatkan kas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin tengah terganggu. Tagihan klaim BPJS Kesehatan dari bulan Juni hingga Agustus belum juga dibayarkan. Direktur RSUD Ulin Banjarmasin Suciati mengungkapkan cukup cemas akan hal ini. Jika klaim tersebut tak dibayarkan hingga Oktober, maka akan segera mengganggu keuangan rumah sakit. (m.kalsel.prokal.co, 28/09/2019)
Permasalahan ini berimbas kepada nasib pasien di RSUD Ulin Banjarmasin. Tersebab tunggakan BPJS bulan Juni hingga Agustus 2019 tak kunjung dibayarkan. Padahal uang itu sangat dibutuhkan untuk menjalankan operasional rumah sakit. Selain itu juga untuk membayar tagihan listrik, air bersih, dan yang paling penting adalah membayar tagihan obat-obatan. Uang tersebut juga untuk membayar makanan pasien.
Belum lagi opsi aneh yang ditawarkan BPJS dan ditolak Suciati, Direktur RSUD Ulin Banjarmasin, yaitu untuk melakukan peminjaman ke bank. Menurutnya, ini adalah opsi yang aneh dan tidak menyelesaikan masalah. Ia juga berpendapat, yang punya hutang BPJS Kesehatan, tetapi kok yang disuruh pinjam ke Bank adalah pihak rumah sakit.
Setali tiga uang, Pemprov Kalsel pun akan melakukan skema peminjaman ke bank melalui Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD) untuk mengatasi tunggakan BPJS ke RSUD Ulin.(banjarmasin.tribunnews.com, 4/10/19)
Kemudian tak bisa dipungkiri pula, BPJS yang senantiasa defisit seoalah menjadi penyakit menahun yang terus terjadi. Yang terbaru, dilansir dari CNN Indonesia (22/08/2019) defisit BPJS Kesehatan diramal akan membengkak hingga menyentuh angka Rp 28,5 T di 2019. Maka, tentu wajar, akhirnya ratusan rumah sakit partner BPJS jadi korban tunggakan pembayaran, tidak hanya terjadi pada RSUD Ulin. Kembali lagi ke pembahasan tadi, akhirnya biaya operasional rumah sakit jadi tersendat, rumah sakit bisa lumpuh, dan ujungnya ke pasien yang notabene adalah masyarakat yang seharusnya haknya mendapatkan kesehatan yang terbaik, ini jadi terbalik.
Lalu, jika terus seperti ini akankah rumah sakit yang salah satu fasilitas / sarana vital masyarakat harus berhenti aktivitasnya? Tentunya jangan sampai hal itu terjadi. Untuk itulah kita harus segera mencari solusi yang radikal, yang menyelesaikan permasalahan hingga ke akarnya.
Pertama, kita patut memahami akar masalah, yaitu ini akibat dari diterapkannya sistem Kapitalisme di negeri ini. Pangkal semua kebijakan pemerintah yang berlandaskan manfaat dan materi semata. Tak peduli dengan kesejahteraan rakyatnya. Tampak dari pemerintah yang berlepas tangan dengan kewajibannya sebagai penjamin kesehatan masyarakat keseluruhan. Bahkan sempat-sempatnya dana BPJS diinvestasikan. Sungguh dzalim!
Coba kita cermati bagaimana BPJS bekerja, BPJS adalah bagian dari JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Perlu ditekankan, JKN bukanlah jaminan kesehatan, tapi asuransi sosial. Yang mana itu adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya. (Pasal 1 ayat 3 UU SJSN)
Sehingga, rakyat hanya bagai peserta asuransi sosial, ketika tidak membayar, maka mereka tidak berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Ditambah konsekuensinya jika terlambat membayar atau tidak membayar akan dikenakan sanksi, berupa denda atau sanksi administratif.
Selain itu, kucuran dana 73 T dari BPJS Ketenagakerjaan untuk proyek infrastruktur. Fakta dana BPJS bisa diinvestasikan. (rmol.co, 26/03/2019)
Sekarang, buka mata kita. Betapa buruk rupanya penanganan negara Kapitalis dalam menangani kesehatan masyarakat yang membuktikan bahwa sistem ini tak layak dipakai jika ingin mencapai kesejahteraan bagi manusia.
Saatnya kita kembali ke sistem Sang Pencipta punya, yaitu sistem Islam. Jika kembali pada sistem Islam, tentu layanan kesehatan akan dikelola oleh negara tanpa pungutan bayaran pada rakyatnya. Tak perlu sampai ngutang-ngutang atau terjadi penunggakan. Dana besar yang diperlukan untuk memberikan jaminan kesehatan masyarakat akan dipenuhi oleh sumber pemasukan negara yang diatur syariah, yaitu diantaraya hasil pengelolaan harta kekayaan umum (SDA), jizyah, kharaj, dan sebagainya. Jika sampai negara kekurangan dana dalam penyelenggaraannya, ada mekanisme lain yang sesuai syariat agar bisa menutupi semua biaya tersebut.
Intinya adalah Negara Islam tidak berlepas tangan dan akan terus memastikan bahwa seluruh rakyatnya mendapatkan layanan kesehatan tanpa kecuali. Inilah yang kita akan dapati jika kita mau menerapkan syariah islam secara menyeluruh di bumi ini. Tentunya hanya dengan sistem warisan Nabi Muhammad SAW yang dilanjutkan Khulafur Rasyidin dan generasi selanjutnya, yaitu sistem Khilafah Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian.
Rasulullah saw. bersabda: “Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari)
Wallahu ’alam biashshawab.