Oleh: Arin RM, S.Si
Syukur hanya kepada Allah ketika kabar hujan telah menyirami wilayah Sumatera dan Kalimantan. Wilayah yang memiliki banyak titik api di periode karhutla tahun ini. Menurut data yang dilansir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga Rabu (18/9) tercatat ada 2.948 titik api di seluruh Indonesia yang mengakibatkan lahan seluas 328.724 hektare terdampak (tirto.id, 23/09/2019).
Cnnindonesia.com (23/09/2019), menuliskan "Kemarin siang (21/9) dilaporkan hujan turun di Palangkaraya serta sebagian Kaltim dan Kalsel. Hujan buatan juga terus dilakukan di Riau, mengingat di provinsi ini mengalami dampak asap karhutla dari provinsi tetangga (Jambi dan Sumsel)," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (22/9) dikutip dari Antara. Berkurangnya asap karena hujan adalah kasih sayangNya, yang dengannya manusia bisa bernapas dengan sehat.
Sebab tebalnya kabut asap terbukti membawa korban. Paruh September, sudah 29.528 korban ISPA asap karhutla, melebihi Agustus. Dinas Kesehatan Riau mencatat, 309.883 korban asap sepanjang 2019. Mereka terkena infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), iritasi mata, kulit, pusing, muntah-muntah bahkan ada yang pingsan (mongabay.co.id, 26/09/2019). Bahkan pada tahun 1997-1998 diperkirakan terjadi 15.600 kasus “anak hilang”. Maksudnya banyak kasus keguguran dan kematian dini. Menurut Kim, secara umum karhutla 1997 menyebabkan paru-paru dan hemoglobin terganggu. Semuanya dikarenakan asap hasil kebakaran bukanlah udara yang baik (tirto.id, 23/09/2019).
Cnnindonesia.com (15/08/2019), menuliskan kebakaran hutan menyebabkan meningkatnya polusi udara yang terkontaminasi asap. Berdasarkan buku Lindungi Diri dari Bencana Kabut Asap yang dikeluarkan oleh World Health Organization (WHO) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia asap dalam kebakaran hutan mengandung zat berbahaya untuk kesehatan. Berdasarkan Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU), ada lima kandungan berbahaya dalam asap kebakaran hutan, yakni Karbon Monoksida (CO), Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen Dioksida
(NO2), dan Ozon Permukaan (O3). Jika terlalu banyak menghirup asap berbahaya tersebut masyarakat dapat berpotensi terkena berbagai penyakit, seperti iritasi hingga paru kronik.
Pepatah mengatakan, tak ada asap jika taka da api. Dalam realita dapat disederhanakan bahwa untuk mencegah terulangnya asap yag serupa, maka apilah yang harus ditiadakan. Dalam kasus karhutla ini, maka kebakaran hutan yang harus ditiadakan. Padahal jamak diketahui, bahwa kebakaran yang terjadi adalah karena faktor oknum yang melakukan land clearing di musim kemarau. Dikutip dari siaran pers Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dari pengamatan Kapolri, areal yang kebakar hanya hutan saja, sedangkan areal kebun sawit dan tanaman lainnya tidak terbakar. Kemudian, Kepala BNPB mendapatkan laporan dari Bupati Pelalawan bahwa 80 persen wilayah kebakaran hutan dan lahan selalu berubah menjadi lahan perkebunan sawit atau tanaman industri lainnya (liputan6.com, 16/09/2019).
Dengan demikian jika diketahui keberadaan pembakaran hutan dan lahan karena dinilai ada unsur kesengajaan, maka penghilangan asap kedepan dapat dicegah dengan tidak diberikannya izin pembakaran lahan kepada yang terbukti melakukan pembakaran. Sebab hanya beberapa kapital korporasi yang menikmati keuntungan dari pembukaan lahan yang terbakar. Sedangkan yang terzalimi oleh asap jumlahnya sangat banyak dan dalam waktu yang lama. Inilah tabiat kapitalisme, demi keuntungan menggunakan hutan untuk kepentingan perseorangan. Hal ini tentu berkebalikan dengan Islam.
Dalam Islam hutan ditetapkan termasuk dalam kepemilikan umum (milik seluruh rakyat). Rasul saw. bersabda: Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad). Sebagai milik umum, hutan haram dikonsesikan kepada swasta baik individu maupun perusahaan. Dengan ketentuan ini, swasta dan perusahaannya tidak lagi bebas membuka lahan sembarangan, sehingga akar masalah penyebab kebakaran lahan dan lahan bisa dihilangkan bahkan dicegah sepenuhnya sejak awal.