Oleh: Nur Ilmi Hidayah
Pendidik Generasi dan Member Akademi Menulis Kreatif
Korupsi saat ini seperti penyakit tumor ganas yang mengancam eksistensi negara Indonesia. Korupsi terjadi pada berbagai bidang pemerintahan birokrasi, swasta, hukum, politik, bahkan juga terjadi pada bidang pendidikan.
Berdasarkan pantauan ICW (Indonesian Corruption Watch) mengungkapkan bahwa sejak tahun 2005-2016 terdapat 425 kasus korupsi terkait anggaran pendidikan dengan kerugian negara mencapai sebesar Rp 1,3 triliun. Bahkan, dari data ICW yang lain menyebutkan bahwa jumlah kasus korupsi anggaran pendidikan mengalami trend peningkatan, sehingga kerugian negara meningkat secara signifikan tiap tahunnya. "Pada umumnya korupsi dalam kasus-kasus tersebut adalah dengan melakukan penggelapan terhadap dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan DAK (Dana Alokasi Khusus)", kata Hafidil Alim (Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM). (Republika, 1/11/2016)
Dunia pendidikan merupakan salah satu bidang yang memiliki porsi anggaran yang cukup besar dari APBN dan APBD yaitu 20% sebagai amanah dari UUD tahun 1945. Bagi para koruptor, anggaran di bidang pendidikan ini, ibarat kue manis yang jadi rebutan. Maka setiap kesempatan dijadikan ajang korupsi, hingga jika diakumulasikan hasil korupsi, maka akan menjadi sangat besar kerugian yang ditanggung negara.
Kerugian akibat korupsi dalam bidang pendidikan bukan hanya tentang nominal anggaran yang dikorup, tetapi juga berdampak langsung terhadap peserta didik karena menyebabkan menurunnya kualitas pendidikan bahkan terjadi pelanggaran hak setiap warga negara.
Bentuk korupsi di lembaga pendidikan sangat beragam, seringnya tidak disadari oleh pelakunya. Misalnya, pemberian hadiah orang tua untuk mempermudah nilai anaknya, pembocoran soal atau kunci jawaban, lobi-lobi dengan uang suap untuk mendapatkan jatah bantuan atau anggaran dana dari pemerintah, uang suap untuk mendapat jabatan tertentu, uang suap untuk mempermudah izin operasional sekolah baru, dan uang suap untuk memperlancar akreditasi sekolah. Pelaku praktik korupsi ini sering memandang uang suap sebagai bagian dari servis. Maka, model korupsi di lembaga pendidikan memang sulit dihentikan. Padahal korupsi di lembaga pendidikan dapat merugikan secara ekonomi dan non ekonomi.
Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Transparansi Internasional yang menyatakan bahwa korupsi dalam bidang pendidikan itu sangat merugikan karena membahayakan masa depan sosial, ekonomi, dan politik suatu bangsa. Karena korupsi di lembaga pendidikan lebih berdampak jangka panjang, mengancam persamaan akses, kuantitas dan kualitas pendidikan.
Sementara itu, Islam memandang bahwa korupsi termasuk tindak pidana yang sudah diatur dengan jelas di dalam Alquran bahwa hal tersebut sebagai suatu bentuk pengkhianatan. Islam secara gamblang mengharamkan bahkan mengutuk perbuatan korupsi seperti yang tersirat dalam surat al-Anfal ayat 27, yang artinya:
"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedangkan kamu mengetahui."
Adapun firman Allah Swt yang membahas korupsi adalah dalam surat al-Baqarah ayat 188, "Dan janganlah kamu sebagian memakan harta sebagian yang lain diantara kamu dengan cara yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim supaya kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui."
Sanksi Islam bagi para koruptor sangat tegas dan jelas. Korupsi termasuk ta'zir yang hukumannya diserahkan kepada para qadli disesuaikan dengan kerugian yang diakibatkan korupsi tersebut, sanksi dari yang paling ringan yaitu dicemarkan nama baiknya hingga paling berat adalah hukuman mati. Sungguh sangat memalukan bahwa bangsa Indonesia mayoritas beragama Islam, namun sampai dengan saat ini menyandang juara dalam hal korupsi.
Dalam sistem Islam, salah satu pilar penting dalam mencegah korupsi ialah ditempuh dengan menggunakan sistem pengawasan yang bagus. Pertama, pengawasan melekat yang dilakukan oleh individu, dengan meningkatkan keimanan dan ketakwaan. Kedua, Pengawasan dari kelompok, membiasakan amar ma'ruf nahi munkar. Ketiga, pengawasan oleh negara, pemenuhan gaji dan berbagai tunjangan, serta sanksi tegas bagi pelaku korupsi dan adanya menghitung gaji di awal dan akhir jabatan. Dengan sistem pengawasan ekstra ketat seperti ini tentu akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil.
Khilafah sangat memperhatikan kesejahteraan para pegawainya. Dengan menerapkan penggajian yang layak. Sehingga terpenuhinya kebutuhan mereka, tentunya hal ini akan cukup menekan terjadinya tindakan korupsi.
Pilar lain dalam upaya pencegahan korupsi dalam Islam adalah dengan keteladanan pemimpin. Bisa diambil contoh Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik ketika beliau menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi karena khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya. Tampaknya ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi di negeri ini, ketika rakyatnya banyak yang kesusahan, mereka malah menikmati fasilitas mobil mewahnya serta fasilitas-fasilitas lainnya.
Demikianlah strategi Islam dalam pemberantasan korupsi. Semuanya memang harus diterapkan secara menyeluruh, tidak bisa sebagian-sebagian demi sempurnanya kemaslahatan yang diinginkan. Karenanya bersegeralah Indonesia untuk menerapkan Islam secara kafah.
Wallahu a'lam bishshawab.[]