Sistem Islam Yang Memajukan Indonesia, Bukan Budaya



Oleh: Ummu Salman (Ibu Rumah Tangga, anggota komunitas Muslimah Peduli Negeri)

Kantor Bahasa Sulawesi Tenggara (Sultra) akan menggelar Kongres Internasional III Bahasa-bahasa Daerah Sultra, 2-4 September 2019 di Hotel Claro Kendari. “Tujuan pelaksanaan kongres bahasa daerah adalah mendiskusikan dan merumuskan berbagai persoalan yang menyangkut bahasa dan sastra daerah Sulawesi Tenggara,” kata Kepala Kantor Bahasa Sultra Sandra Safitri Hanan dalam keterangannya, Mingu (25/8/2019). “Bahasa, sastra, dan budaya, selain ia hidup, sekaligus menghidupi dan memengaruhi perilaku keseharian masyarakatnya. Ia berperan sebagai sumber tata nilai sekaligus sebagai tata laku masyarakat penopangnya,” ungkapnya.(portalsultra.com, 25/8/2019)
Upaya untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai budaya termasuk di dalamnya adalah bahasa daerah terus digalakkan oleh pemerintah. Salah satunya adalah pelaksanaan kongres bahasa. Jika melihat dari tema yang diangkat, yaitu "Peran Bahasa dan Sastra Daerah sebagai Negosiasi Budaya dalam Menciptakan Perdamaian Bangsa", maka arah pelaksanaan kongres tersebut adalah sebagai negosiasi budaya ke kancah nasional maupun internasional untuk perdamaian. Hasil yang diharapkan untuk dicapai adalah peningkatan di bidang pariwisata. Ini sebagaimana yang dinyatakan oleh gubernur Sultra, Bapak Ali Mazi pada saat memberikan sambutannya pada kongres bahasa tersebut. Dalam sambutannya, gubernur berharap kegiatan tersebut tidak sekadar dilaksanakan tapi yang terpenting memberikan kemajuan dan pengembangan daerah di bidang pendidikan dan kepariwisataan.(portalsultra, 2/9/2019)
Upaya melestarikan nilai-nilai budaya lokal ini sangat berkorelasi dengan pariwisata. Bahkan tradisi-tradisi lama yang telah ditinggalkan masyarakat setempat kembali dihidupkan oleh pemerintah dengan tujuan agar menarik minat para wisatawan baik lokal terutama asing untuk mengunjungi wilayah tersebut. Hal ini seperti yang terjadi di palu. Sebelum bencana alam gempa dan tsunami melanda Kota Palu, Jumat (28/09/2018), banyak warga yang menghadiri kegiatan festival kebudayaan Palu Nomoni di Pantai Talise, Palu, Sulawesi Tengah. Para warga hadir di pantai tersebut untuk menyaksikan kegiatan Balia yang memang sudah lama hilang. Kegiatan Balia merupakan kegiatan yang sudah lama hilang dan ingin dihidupkan kembali. Balia sendiri dahulu digunakan untuk mengobati orang sakit menggunakan mantra dan dilakukan oleh orang yang ahli. Budaya ini baru dihidupkan kembali sejak 2016, biasanya menggunakan sesajen, seperti menghanyutkan makanan ke laut, dan hewan ternak seperti kambing.(hidayatullah.com). Termasuk pengiriman wanita-wanita cantik Indonesia ke ajang-ajang internasional semisal miss universe atau miss world, yang mana pengenalan budaya juga dimasukkan sebagai bagian dari kegiatannya.
Maka sesungguhnya Indonesia akan menjadi negara besar dan mampu bersaing dengan negara lain bukan karena menonjolkan budaya yang dimiliki. Sebuah negara akan maju bergantung pada sistem yang diterapkan yang mana sistem tersebut mampu memberikan solusi yang sempurna bagi persoalan umat manusia. Tata nilai, moral maupun pembentukan karakter akan terwujud ketika agama menyatu dalam kehidupan. Tentu agama yang dimaksud bukanlah agama yang hanya sekedar mengatur keakhiratan, tetapi keduanya yaitu mengatur urusan dunia dan akhirat. Dan agama yang memenuhi kondisi tersebut adalah Islam. Sebaliknya sistem sekularisme yang diterapkan saat ini justru menuai kerusakan dan akan selalu memunculkan konflik di tengah masyarakat.
Pada dasarnya Allah menciptakan manusia dengan berbagai suku, ras, dan bahasa. Sehingga tidak mengherankan, setiap wilayah atau negara memiliki suku, ras dan bahasa yang beragam. Keragaman tersebut membuat setiap wilayah yang berbeda memiliki keunikannya masing-masing. Namun Allah telah mengingatkan dalam Al Qur'an: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. (Al-Hujurat: 13).
Maka Islam justru menyatukan perbedaan-perbedaan suku, bangsa, ras dan bahasa. Allah menyatakan bahwa perbedaan tersebut bukan untuk saling bersaing dan menonjolkan diri namun tujuannya adalah agar manusia saling mengenal. Dan antara satu dengan yang lainnya tidak ada yang lebih tinggi atau mulia kecuali hanya karena ketakwaannya saja. Ketika aturan Islam diterapkan, nilai-nilai Islam mewarnai kehidupan masyarakat, sehingga  yang terbentuk adalah budaya Islam yang menghiasi masyarakat tersebut. Wallahu A’lam Bissawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak