Sepatutnya, Kekeringan Mendapatkan Penyelesaian



Oleh : Ummu Hanif – Anggota Lingkar Penulis Ideologis


Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus-September 2019 mendatang. Akibat dari perubahan iklim itu, delapan provinsi di Indonesia diperkirakan akan mengalami kekeringan.

Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, Nasrullah menjelaskan, delapan daerah itu ialah Banten (Kab. Tangerang), Jawa Barat (seluruh wilayah), Yogyakarta (seluruh wilayah), Jawa Timur (Kab. Malang), Bali (Kab. Buleleng), NTB (seluruh wilayah), NTT (Kab. Lembata, Kota Belu, dan Kupang) dan Papua (Kab. Jayapura). Ia menjelaskan, kekeringan di sana disebabkan berkurangnya curah hujan dan musim kemarau yang panjang atau biasa disebut kekeringan meteorologis. (www.nasional.okezone.com)


Sepertinya kekeringan di negeri ini telah menjadi rutinitas tahunan yang dihadapi masyarakat. Bagaimana tidak, setiap musim kemarau, sebagian besar wilayah di Indonesia dilanda kekeringan.


Sementara itu, hasil penelitian terkini para ahli iklim dan lingkungan menunjukan laju deforestasi (pengurangan luas lahan hutan akibat alih fungsi lahan) yang sangat cepat adalah penyebab utama darurat kekeringan dan krisis air bersih, di samping iklim ekstrim dan pemanasan global. Seperti yang disampaikan kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan,setiap tahun terjadi penyusutan lahan pertanian antara 150.000 hingga 200.000 hektar akibat alih fungsi hutan.


Penting diingat, laju deforestasi yang begitu pesat tidak lepas dari adanya sejumlah agenda neoliberal berupa liberalisasi sumber daya alam kehutanan, pertambangan, hingga pembangunan kawasan ekonomi khusus dan energi baru terbarukan. Kondisi ini diperparah dengan eksploitasi mata air oleh pebisnis air minum kemasan, pencemaran sungai dan liberalisasi air bersih perpipaan.


Betapa pentingnya hutan bagi keberlangsungan daur air digambarkan sebagai berikut. Pohon mengambil kelembaban dari tanah dan mengolahnya, mengangkatnya ke atmosfer. Sebuah pohon yang sudah dewasa melepaskan 1.000 liter air uap setiap hari ke atmosfer:


Kerusakan lingkungan telah lama disinyalir dalam Quran. Dalam sebuah ayat Allah berfirman,”Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” (QS Ar-Rum[30]:41).

 

Ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa kerusakan di muka bumi disebabkan ulah tangan manusia. Bencana yang datang silih berganti bukan fenomena alam. Akan tetapi karena prilaku merusak manusia sendiri yang telah merusak alam ciptaan Allah.

 

Sebagai agama dan sistem hidup yang sempurna, islam telah menawrarkan solusi atas kekeringan yang terjadi. Tata aturan syariat Islam ini, jika diterapkan akan mampu mengatasi aspek-aspek yang berkontribusi pada deforestasi? 


Pertama, mengembalikan hutan sebagai harta umum. Negara tidak berwenang memberikan hak konsesi (pemanfaatan secara istimewa khusus) terhadap hutan, sumber-sumber mata air, sungai, danau dan laut. Karena faktanya hutan secara umum memiliki fungsi ekologis dan hidrologis yang dibutuhkan jutaan orang di Indonesia bahkan dunia. Demikian sumber-sumber mata air yang berpengaruh luas terhadap kehidupan masyarakat. Sehingga status hutan dan sumber-sumber mata air, danau, sungai dan laut sebagai harta milik umum, menjadikannya tidak dibenarkan dimiliki oleh individu. 


Kedua, negara berkewajiban mendirikan industri air bersih perpipaan sedemikian rupa sehingga terpenuhi kebutuhan air bersih setiap individu masyarakat kapanpun dan dimanapun berada. Untuk semua itu, Negara harus memanfaatkan berbagai kemajuan sain dan tekhnologi, memberdayakan para pakar yang terkait berbagai upaya tersebut, seperti pakar ekologi, pakar hidrologi, pakar tekhnik kimia, tekhnik industri, dan ahli kesehatan lingkungan. Sehingga terjamin akses setup orang terhadap air bersih gratis atau murah secara memadai, kapanpun dan dimanapun ia berada.


Ketiga, bebas dari agenda penjajahan apapun bentuknya termasuk agenda hegemoni climate change dan global warming, karena Islam telah mengharamkan penjajahan apapun bentuknya. Allah SWT berfirman dalam QS Al Maaidah (4): 141, artinya, “Allah sekali-kali tidak akan memberikan jalan kepada orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin”.


Inilah sejumlah prinsip sohih untuk mengakhiri krisis akut air bersih dan darurat kekeringan. Keseluruhan konsep ini adalah aspek yang terintegrasi dengan sistem kehidupan Islam. Sistem politik yang didesain Allah swt sesuai dengan fitrah, karakter alamiah makhluk cipataan-Nya.


Sementara itu, fakta sejarah peradaban Islam yang agung menunjukan bagaimana sistem kehidupan Islam sukses menjaga kelestarian air berikut segala faktor lingkungan yang dibutuhkannya. Tampak dari berlimpahnya air di kota-kota besar, seluruh pemukiman penduduk hingga desa dan wilayah pertanian.

Sebut saja kota Samarra, air dibawa oleh hewan dan saluran pengumpan, yang mengalir sepanjang tahun. Jalan raya yang luas dan panjnag hingga luar kota, dengan saluran pengumpan yang membawa air minum mengapit kedua sisi jalan.

Keahlian teknik serupa disponsori oleh Zubaida, istri Khalifah Harun al-Rashid untuk memasok Mekah dengan air. Baghdad, dengan populasi lebih dari 800.000 (abad ke 10) dilayani oleh sistem kanal yang memberikan akses kota ke laut. Pada tahun 993, terhitung 1500 pemandian umum.

Tidak hanya perkotaan, pemukiman penduduk dan pedesaan, lahan-lahan pertanianpun terairi dengan memadai. Semua ini mengindikasi bagaimana di bawah naungan perdaban Islam daur air dan segala aspek yang menjaga keberlangsungannya terjaga. Baik hutan, iklim, sungai, dan danau. Karenanya, kehadiran penerapan sistem islam dalam kehidupan, adalah kebutuhan yang mendesak. Tidak saja bagi Indonesia tapi juga dunia. Allahu a’lam.[]

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak