Oleh : Indriani Mulyanti Am,Keb.
(Bidan dan Member Akademi Menulis Kreatif)
Riau masih diselimuti asap pekat akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Karhutla yang terjadi pada musim kemarau semakin sulit ditangani. Titik api paling besar ada di sejumlah lokasi di Pelalawan seperti Sotol, Kerumutan dan Taman Nasional Tesso Nilo. Sedangkan Indragiri Hilir meliputi Gaung Anak Serka, Batang Tuaka sampai perbatasan Indragiri Hulu. Luas Karhutla di Kerumutan, Pelalawan juga menyebar sampai ke Indragiri Hulu. Luas Karhutla di Riau sampai 9 September 6.541,76 hektar, paling luas di Bengkalis (https://www.mongabay.co.id)
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui laman resminya www.bmkg.go.id menempatkan udara di kota Pekanbaru, Riau dengan kategori berbahaya bagi kesehatan. Tanggal 16 September 2019, kualitas udara tercatat konsentrasi PM 10 berada pada kisaran 329 sampai 355 ugram/m3. Sementara angka normal dari PM 10 harusnya berkisar di angka 0-50 μgram/m3.
Akibat polusi asap, kasus ISPA meningkat tajam. Tanggal 15 September 2019, Data Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes mencatat 15.436 kunjungan kasus ISPA di Riau. Selain memicu ISPA, asap kebakaran hutan dan lahan menyebabkan gangguan kesehatan lainnya.
"Untuk yang terjangkit penyakit lain, seperti iritasi mata ada 29 orang, iritasi kulit 26 orang, diare atau muntah 98 orang. Gangguan lain seperti pusing dan sakit perut ada 122 orang," papar Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Pekanbaru Maisel seperti mengutip Antara.
Asap pun berdampak buruk pada aktivitas di Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II di kota Pekanbaru, Riau. Penerbangan beberapa maskapai ditunda karena jarak pandang pendek hanya 300 meter. Pemerintah menghimbau masyarakat untuk tidak beraktifitas keluar rumah, dan sekolah-sekolah diliburkan.
Peran pemerintah dalam mengatasi Karhutla
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menangani karhutla tapi belum membuahkan hasil. Pemadaman beberapa titik api lewat darat dan udara terus dilakukan. Polisi melakukan penyelidikan penyebab kebakaran, dan penetapan tersangka terkait pelaku dalam kasus kebakaran hutan dan lahan. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo di Gedung Bareskrim Polri, mengatakan bahwa polisi telah menetapkan 185 orang dan 4 korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka. (16/9/2019).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berkunjung ke Pekanbaru, Riau pada Senin (16/9/2019) sore. Beliau berencana untuk meninjau langsung lokasi Karhutla dan melakukan rapat terbatas.
Masyarakat Riau masih harus menunggu keputusan akhir pemerintah dalam menyelesaikan kasus ini. Mereka berharap pemerintah memberikan solusi pasti untuk mengatasi masalah karhutla ini secara cepat, tepat dan tuntas.
Solusi menurut Islam
Mengatasi Karhutla tidak cukup dengan solusi teknis praktis, tetapi perlu solusi yang menyeluruh. Supaya dimasa yang akan datang kasus Karhutla tidak terjadi berulang kembali . Karena jika tidak ditangani dengan serius, kasus kebakaran hutan akan terus berlanjut yang menyebabkan kerusakan alam yang luar biasa. Kesehatan rakyat pun menjadi taruhan, sebagian besar masyarakat mengalami gangguan kesehatan akibat polusi asap. Padahal Hidup sehat adalah hak setiap warga negara. Dan negara mempunyai kewajiban untuk mewujudkannya.
Adapun solusi dalam Islam adalah sebagai berikut:
1. Ketakwaan.
Ketakwaan individu akan mendorong setiap orang untuk berbuat kebaikan, menjauhi kejahatan dan kemaksiatan kepada Allah Swt . Ia akan selalu berhati-hati dalam bertindak, karena setiap perbuatan yang telah dilakukan akan dimintai pertanggung jawaban.
Allah Swt mengingatkan manusia agar tidak dzalim terhadap alam. Merusak alam dalam pandangan Al-Qur’an adalah dosa besar. Orang yang membuat kerusakan di bumi, mereka disebut sebagai orang munafik. Allah berfirman,
{وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ، أَلا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لا يَشْعُرُونَ}
“Dan bila dikatakan kepada mereka: “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,” mereka menjawab: “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar” (QS al-Baqarah:11-12).
2. Hutan adalah milik umum yang dikelola negara.
Menurut syariat Islam, hutan adalah salah satu jenis kepemilikan umum yang pengelolaannya diurus oleh negara untuk kemaslahatan rakyat.
Rasulullah Saw pernah bersabda :
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ
Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal; air, rumput & api. Dan harganya adalah haram. Abu Sa’id berkata, Yang dimaksud adalah air yg mengalir. [HR. ibnumajah No.2463].
Haram hukumnya menyerahkan kepemilikan hutan kepada pihak asing, swasta, atau individu. Negara memiliki kewajiban untuk mengelola dan menjaga kelestarian hutan. Karena hutan berfungsi sebagai ekosistem habitat flora fauna, paru-paru dunia, menyerap cadangan air saat musim hujan, pemasok cadangan air bersih saat kemarau, dan menjaga keseimbangan alam.
3. Sanksi tegas pelaku perusak alam
Perlu peraturan sanksi tegas yang membuat jera untuk menuntaskan masalah ini hingga ke akarnya. Setiap orang atau kelompok yang lalai, secara sengaja atau tidak melakukan tindakan yang merusak hutan ( kebakaran hutan, penebangan liar, dan lain-lain) akan ditindak hukum secara adil.
Dalam Alquran disebutkan bahwa pelaku perusakan lingkungan setara hukumannya dengan orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. Hukuman yang diberikan terhadap pelaku eksplotasi dan perusak lingkungan dijelaskan oleh Allah Swt dalam surat al-Ma’idah ayat 33:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
"Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar."
Wallahu'alam bishowab