Oleh: Novi Ismatul Maula, S.Pd.
Akhir-akhir ini ramai perbincangan usulan tentang kenaikan premi BPJS hingga 100% untuk semua kelas. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan naik serentak pada 2020. Tidak tanggung-tanggung kenaikan nantinya mencapai 100 persen dari angka saat ini.
Adapun rincian usulan Kementerian Keuangan adalah kelas III dari Rp25.500 menjadi Rp42.000, kelas II dari Rp51.000 menjadi Rp110.000, lalu kelas I dari Rp80.000 menjadi Rp160.000.(liputan6.com). Sri Mulyani bermaksud dengan iuran BPJS yang dinaikkan ini bisa menutupi defisit keuangan BPJS yang terus terjadi setiap tahunnya.
Pada 2014 Rp1,9 triliun, kemudian naik pada 2015 jadi Rp9,4 triliun. Pada 2016 mengalami penurunan menjadi Rp6,4 triliun. Sayangnya harus kembali naik lagi di tahun 2017 menjadi Rp13,8 triliun. Naik lagi pada 2018 mencapai Rp19,4 triliun dan tahun ini berpotensi naik tajam menjadi Rp32,8 triliun.
Bagaimana respon masyarakat mengenai hal ini? Tentu sangatlah keberatan dengan kenaikan premi yang harus mereka tanggung setiap bulannya. Jika kepala keluarga (KK) memiliki 4 orang anak berarti total anggota ada 6, bisa dibayangkan pengeluaran setiap bulannya cukup besar hanya untuk membayar BPJS.
Belum lagi dengan sederet masalah ketika masyarakat menggunakan pelayanan BPJS. Ada batas rawat inap yang itu tidak memandang apakah pasien sudah memang pulih, atau justru masih butuh perawatan intensif. Dan masih banyak persoalan yang harus dibenahi.
Maka pantaslah Bupati Gowa, Sulawesi Selatan, Adnan Purichta Ichsan, telah mengumumkan daerah yang dipimpinnya menolak keikutsertaan dalam program BPJS yang selama ini digagas pemerintah. Kabupaten Gowa yang bisa menjangkau seluruh fasilitas hanya membutuhkan anggaran Rp16 miliar. Beda halnya dengan keikutsertaan BPJS Kesehatan, Kabupaten Gowa harus mengeluarkan anggaran daerah sebesar Rp24 miliar. (Viva.co.id).
Dengan slogan gotong royong nampaknya tidak sesuai dengan realitas yang masyarakat rasakan. Justru seperti dipaksakan untuk semakin menambah pengeluaran ditengah semua kebutuhan pokok yang terus naik. Banyak peserta BPJS yang mulai gusar. Meraka berdatang pusat-pusat BPJS kesehatan untuk berkonsultasi mengenai hal ini.
Bahkan banyak peserta yang minta turun kelas setelah mereka mengetahui ada rencana kenaikan iuran.Ini adalah buah dari sistem kapitalis. Semua sektor layanan publik dikomersilkan kepada rakyatnya. Tak memandang mereka mampu atau tidak. Mereka berusaha memecahkan masalah namun rakyatlah yang harus menanggungnya.
Sangat berbeda dengan sistem pemerintahan islam. Seluruh aspek kehidupan manusia akan dijamin membuat manusia aman, damai, dan sesuai dengan fitrah. Segala urusan mengenai publik akan diatur sesuai koridor Islam. Segala layanan publik negara harus menjamin pelaksanannya bahkan pembiayaannya secara gratis.
Salah satunya masalah kesehatan, sistem pemerintahan Islam akan menjamin setiap pasien mendapatkan pelayanan terbaik, tidak memandang kaya atau miskin. Semua mendapatkan pelayanan yang sama. Para pasien tidak akan risau dengan biaya yang harus ia keluarkan ketika ia harus keluar dari rumah sakit.
Justru sejarah dalam pemerintahan Islam membuktikan bahwa pasien yang sudah dinyatakan sembuh dan diizinkan pulang mereka mendapatkan kompensasi selama ia dirawat dan tidak bisa bekerja. Memang hanya sistem Islam yang adil san sesuai dengan fitrah manusia.