Oleh : Mira Sutami H
( Pemerhati Sosial dan Generasi )
Saat ini wacana tentang kepindahan ibukota RI ke Kalimantan menjadi buah bibir dimana - mana. Muncul pro kontra di tengah masyarakat dan banyak kalangan. Pemindahan ibukota mendapat kritikan keras dari kalangan akademisi. Beberapa di antaranya yakni Prof David Henley dari Leiden University, ekonom Didik Junaedi Rachbini, ekonom senior INDEF Fadhil Hasan, dan Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia Emil Salim.
Sebenarnya wajar banyak komponen yang mengkritik kebijakan pemerintah yang terkesan buru - buru dan tidak mengkaji ulang. Karena para akademisi sudah gerah melihat kondisi yang terjadi di lndonesia yang harusnya menjadi prioritas pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi negeri ini sekarang, dan bukan malah berencana memindahkan ibukota negara.
Memang seharusnya pemerintah mengkaji ulang tentang rencana memindahkan ibukota ke Kalimantan.
Apakah rencana pindah ibukota ini merupakan hal yang urgen bagi bangsa atau tidak ? Apakah tidak bisa belajar dari negara lain yang sudah pindah ibukota ?
Bila ditinjau secara seksama, sesungguhnya di Jakarta saat ini pemerintah masih menyisakan PR besar tentang kemiskinan dan pemukiman kumuh. Terbukti dari data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI, pada 2017 mencatat 86 persen wilayah di DKI Jakarta masuk kategori kumuh. Kampung kumuh tersebar di sejumlah titik di ibu kota. (cnnindonesia.com)
Bila dilihat dari fakta tersebut apakah layak pemerintah pindah ibukota? Sedang kondisi rakyat miskin dan titik perkampungan kumuh yang tersebar di Jakarta yang notabene saat ini merupakan ibukota negara. Hal ini menunjukkan bahwa kesejahteraan rakyat tak merata di titik pusat pemerintahan. Dan hal itu terus menjalar ke seluruh wilayah atau ke daerah - daerah lainnya.
Hal tersebut menunjukkan titik tekannya bukan pada ketidakmampuan Jakarta menampung beban sebagai ibukota. Namun lebih disebabkan oleh kurangnya keseriusan pemerintah menangani masalah yang dihadapi oleh rakyatnya. Terutama masalah kemiskinan.
Yang lebih anehnya lagi sudah tahu hutang lndonesia sudah semakin menggunung malah muncul ide pindah ibukota dengan alasan yang tak masuk akal. Padahal biaya pindah ibukota itu sangat besar. Presiden Joko Widodo (Jokowi) bicara soal sumber pendanaan pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke Kalimantan Timur. Total kebutuhan kurang lebih Rp 466 triliun, lalu dari mana saja sumber dananya? (detik.com)
Apakah harus demi urusan pindah ibukota pemerintah akan membuka kran hutang kembali ? Kalau ya berarti rakyat yang bakal kena imbasnya. Karena hutang - hutang negara, rakyatlah yang harus membayarnya. Berarti rakyat akan kembali menjadi tumbal kepentingan pemerintah kembali.
Dengan banyaknya permasalahan yang terjadi terjadi maka memang persoalan pindah ibukota ini tak lebih penting dari bagaimana mengefektivitaskan masalah periayahan kepada rakyat.
Namun wajarlah bila umat itu diabaikan oleh pemerintah pada sistem kapitalis. Bukan rahasia umum pemerintah pada sistem ini pastilah menjadi kaki tangan pemilik modal dan abai terhadap urusan periayyahan umat yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya.
Berbeda dengan lslam dimana lslam memandang pemimpin adalah pelayaannya umat jadi umatlah priortas utama. Karena ketakwaan yang dimiliki pemimpin dalam sistem lslam ini maka tak akan membiarkan umat kelaparan, tidak mempunyai rumah atau tempat tinggal yang tak layak huni. Jadi pemerintah akan memastikan umatnya terpenuhi sandang, pangan dan papannya. Pemerintah akan berupaya membuat seluruh umat sejahtera ini bisa dirasakan perindividu bukan kelompok tertentu. Karena tiap pemimpin merasa setiap amanah yang diserahkan kepadanya akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah.
Untuk urusan pindah ibukota dalam lslam memang diperbolehkan. Dan hal itu juga pernah terjadi dalam sistem pemerintahan lslam. Itupun karena masalah politik semata. Dan yang jelas perpindahan tersebut dipastikan setelah semua umat dipastikan dalam kondisi sejahtera dan terpenuhi seluruh kebutuhannya.
Nah itulah bila lslam diterapkan secara kaffah dalam istitusi khilafah. Namun hal ini tak bisa kita nikmati karena khilafah belum tegak. Oleh karena itu bagi yang telah paham kewajiban tegaknya khilafah mari rapatkan barisab dan terus berdakwah sampai pertolongan Allah datang dan khilafah kembali menjadi perisai dan junnah kaum muslimin.