Oleh: Nor Aliyah, S.Pd
(*Seorang Pendidik dan Pegiat Literasi Islami)
Sejumlah pondok pesantren (ponpes) harap-harap cemas dengan adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan yang kini sedang dikebut Komisi VIII DPR RI. Targetnya Mereka menargetkan rancangan itu rampung pada September 2019 ini. RUU pesantren tersebut dikhawatirkan akan mengganggu ruang gerak pesantren, jika nantinya disahkan jadi undang-undang.
“Dengan adanya UU Pesantren mungkin kita akan berdampingan dengan pemerintah. Saya setuju itu. Tapi, saya berharap UU tidak terlalu mengontrol pesantren,” kata Pimpinan Ponpes Yasin.
Kekhawatiran bukan tanpa sebab. Pasalnya, dalam draft RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan masih ada sejumlah pasal yang dinilai tak berpihak pada pesantren. Pada pasal 20 misalnya, atas nama penjaminan mutu, pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dapat mengatur konten dan ukuran kualitas pesantren.
“Ponpes merupakan pendidikan paling tua. Jadi tidak bisa diintervensi dan diatur oleh pemerintah. Biarlah, pesantren seperti apa adanya,” bebernya.
Dia mengungkapkan, apabila ponpes terlalu dikontrol oleh pemerintah lambat laun ciri khasnya akan hilang. “Pesantren adalah tempat belajar agama. Sementara agama tidak bisa diintervensi dan dikontrol, karena punya batasan sendiri,” ungkapnya.
Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum, HAM, dan Perundang-undangan mengungkapkan celah untuk intervensi pemerintah melalui Kemenag. Bentuk intervensi yang paling nyata lainnya adalah perubahan kurikulum. Penempatan Kemenag dinilai bakal jadi pintu masuk untuk mengatur kurikulum di pesantren. Kalau sudah begitu, kemungkinan besar akan berubah arah, termasuk materinya (kalsel.prokal.co, 29/8/2019).
Bulan September batas akhir RUU Pesantren rampung. Banyak pihak yang melihat isi RUU ini memberatkan bagi pesantren. Karena tak memihak pada pendidikan Islam yang seharusnya. Apalagi Kalsel termasuk daerah yang memiliki banyak pesantren yang tersebar luas. Akankah RUU yang akan menjadi UU ini mengamputasi keberislaman generasi muslim akibat sekulerisme dengan dalih deradikalisasi dan intoleransi?
Mewaspadai tentang rancangan undang-undang pesantren yang akan disahkan. Ada kesan berupaya mengamputasi peranan pesantren dalam pembentukan pendidikan generasi Islam. Apabila rancangan undang-undang ini memiliki maksud lain yakni agar dapat semakin membatasi ruang gerak dalam pendidikan pesantren ini sangat berbahaya dan cukup perlu diperhatikan.
Pesantren sendiri adalah wadah pendidikan generasi dan dakwah Islam. Jika yang diajarkan di pesantren harus dibatasi sesuai dengan arahan dari kebijakan kurikulum yang ditetapkan oleh pemeritah. Sangat mungkin pengarahan ini mengurangi beberapa hal yang nantinya harus diajarkan di pesantren.
Misalnya harus mengikuti standar pendidikan atau materi yang ditentukan, bagaimana nanti pembahasan agamanya jadi kurang dan tak berbekas lagi pada para santri. Keagamaan hanya sebatas transfer ilmu. Mungkin juga akan kehilangan ruhnya dalam pembentukan kepribadian peserta didik atau para santri yang dihasilkan. Akan mengubah arah pendidikan tak lagi berorientasi pada nilai mulia dan keluhuran islam itu sendiri. Dan cenderung mengesampingkan aspek kedalaman ilmu agama dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan nanti.
Sistem sekuler yang menjauhkan agama dalam ranah kehidupan, ternyata dampak kerusakannya begitu besar sebagaimana kerusakan dalam dunia pendididikan sekarang. Sistem sekuler telah mengikis keimanan para pelajar sehingga melakukan berbagai kenakalan remaja.
Apalagi penguasa hari ini cenderung tak menilai ajaran Islam sebagaimana mestinya. Akhir-akhir ini simbol-simbol Islam seakan menakutkan. Seperti bendera tauhid dan ajaran tentang sistem pemerintahan dalam Islam (Khilafah Islamiyah) juga tercitra negatif. Padahal jelas sekali berasal dari ajaran agama Islam dan ada sumber rujukannya dari al-Qur’an, hadits dan terdapat pula di berbagai kitab ulama terdahulu.
Apakah ke depan, pesantren harus yang sesuai dengan kehendak rezim? Padahal pesantren harus mengajarkan agama Islam yang murni berasal dari Islam. Mencetak para ulama yang mumpuni dengan keilmuan untuk memecahkan berbagai permasalahan umat. Sangat diharapkan ada saat ini pesantren yang memiliki spirit untuk mencetak generasi penerus seteraf ulama-ulama terdahulu atau para sahabat Rasulullah saw.
Islam sebagai agama yang sempurna memiliki solusi atas masalah pendidikan yang ada di negeri ini. Sistem pendidikan dalam Islam berlandaskan aqidah Islam yaitu segala hal harus berdasarkan keimanan dengan metode pengajaran langsung. Sebagaimana Rasulullah Saw menjadikan aqidah Islam sebagai landasan dalam mendidik kaum Muslimin.
Pendidikan dalam Islam adalah upaya sadar, terstruktur, terprogram, dan sistematis dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang telah digariskan syariat Islam yaitu: Pertama, membentuk manusia bertaqwa, memiliki kepribadian Islam (syakhsiyyah islamiyyah) secara utuh, pola fikir dan pola sikapnya berdasarkan aqidah islam.
Kedua, menciptakan ulama, intelektual, dan tenaga ahli dalam jumlah berlimpah di setiap bidang kehidupan yang merupakan sumber manfaat bagi umat, melayani masyarakat, dan peradaban. Akan membuat negara menjadi negara terdepan, kuat, dan berdaulat sehingga menjadikan Islam sebagai penebar rahmat ke seluruh penjuru dunia.
Pesantren merupakan bagian dari aplikasi pendidikan di masyarakat. Sejatinya negara memastikan kurikulum pendidikan senantiasa berlandaskan pada aqidah Islam. Tujuan pendidikan tentu untuk menghasilkan output generasi muda muslim yang ber-syakhsiyah Islamiyah kokoh. Sehingga peradaban Islam bisa tegak hingga akhir zaman.
Pendidikan, khususnya pendidikan Islam sangat diperlukan saat ini. Dan sangat memerlukan dukungan negara dalam sarana dan prasarana penyelenggaraan pendidikan pesantren. Pengurusan ini perlu komitmen untuk peningkatan dan menjamin mutu pendidikan. Semua ini menjadi hal yang penting oleh negara. Pemimpin dalam sistem Islam hadir dengan kesadaran akan tanggung jawabnya, mengelola dan menyelenggarakan urusan umat.[]