Oleh: Mamik Laila
Narasi yang dibangun bahwa KDRT, Kekerasan Dalam Rumah Tangga disebabkan karena melakukan pernikahan dini ini adalah narasi sesat. Pasalnya, penyebab KDRT bukanlah disebabkan adanya pernikahan dini. Banyak faktor KDRT muncul ditengah-tengah gelombang carut marutnya tatanan rumah tangga di negeri ini. Bisa karena tidak fahamnya hak dan kewajiban suami istri, pernikahan ditopang hanya perasaan cinta saja, tidak terampil menyelesaikan masalah yang muncul, faktor ekonomi, pendidikan dll.
Dalam Rapat Kerja Badan Legislatif (Baleg) dan Panitia Kerja (Panja) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah telah mencapai kata sepakat dalam pembahasan RUU, Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Salah satu pasal yang direvisi adalah pasal 7 ayat 1. Oleh karena itu, batas usia minimal perkawinan bagi perempuan akan sama dengan laki-laki, yakni 19 tahun (www.beritasatu.com/14/9/2019). Hal ini akan membatasi perempuan untuk melakukan pernikahan, meskipun mereka sudah tergolong baligh.
Pernikahan dini yang sangat getol dijadikan sebagai alasan para feminisme sebagai senjata untuk menolak nilai-nilai keIslaman sangat terlihat. Muslim di Indonesia yang notabene mayoritas menjadi seolah pesakitan untuk tidak melakukan pernikahan dini. Mereka beranggapan, anak usia 18th ke bawah tergolong anak. Yang mereka harus mendapatkan hak-hak mereka sebagai anak. Mereka belum boleh melakukan pernikahan karena akan rentan terjadi kekerasan.
Ide feminisme yang terus diusung sarat dengan tipu muslihat. Mereka menginginkan agar para wanita keluar dari zona aturan yang telah digariskan oleh Islam, wanita harus bebas. Ini nyata-nyata menyalahi fitrah. Sebab, Islam memberikan aturan mulai pemakaian jilbab sampai melarang ikhtilat dan khalwat bagi perempuan semata-mata untuk menjaga kehormatan wanita sendiri.
Ada apa di balik RUU ini? Sebagaimana yang disampaikan oleh juru bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dara Nasution di Jakarta yang diambil dari situs beritasatu.com, “Tentunya kami mengapresiasi kesepakatan antara DPR dan pemerintah itu ya. Bagi kami di PSI, ini adalah kemenangan besar kaum perempuan dan anak, semoga segera disahkan menjadi UU. Kami akan terus kawal isu ini.” Apa yang disampaikan oleh Dara Nasution ini seolah dengan semakin tua perempuan menikah akan menjadi lebih baik dari sisi kehidupan pernikahannya. Namun sejatinya pelarangan nikah dini lebih pada semakin lama wanita-wanita muslimah mendapatkan generasi. Pembatasan generasi muslim ini seolah baik karena dikatakan ini kemenangan kaum wanita dan anak. Semakin dini seorang wanita menikah, akan semakin cepat mendapatkan keturunan. Tentunya generasi muslim akan semakin banyak dan ini tidak diharapkan para feminisme.
Padahal kaum muslim diberi motivasi besar dari Rosulullah SAW, “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” [Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik]. Pernikahan dini ini adalah narasi sesat yang didengang-dengungkan oleh para feminisme dan harus ditolak. Wallahua’alam