Papua Tetaplah Indonesia



Oleh : Jay Yanti
(PEMERHATI MASALAH SOSIAL)

Para mahasiswa yang berasal dari Papua dan Papua Barat menggelar unjuk rasa di depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). Sebelum bergerak ke Istana, mereka berdemonstrasi terlebih dahulu di depan Markas Besar TNI Angkatan Darat. Juru bicara internasional Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Victor Yeimo mengatakan pihaknya akan menyerukan aksi mogok nasional di seluruh wilayah yang diklaim sebagai West Papua untuk mendesak referendum atau penentuan nasib Papua lewat pemungutan suara rakyat.

Menteri Koordinator Politik Hukum Kemananan (Menkopolhukam) Wiranto mempertanyakan aksi unjuk rasa yang meluas di sejumlah wilayah di Papua dan Papua Barat. Beliau menyinggung kemenangan Joko Widodo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 di Papua. Sebagaimana di lansir Tribunnews.com, saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, (29/8/2019). Menurut beliau, itu mengingkari hasil Pemilu yang telah diumumkan.

Saat pemilu 2014, kemenangan suara juga diraih Jokowi. Guna menjaga kepercayaan rakyat Papua, Jokowi mengucurkan Rp 7,61 triliun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membangun infrastruktur di Papua dan Papua Barat tahun 2017. Sejumlah Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 2,18 triliun pun turut digelontorkan guna mendukung pelaksanaan program pemerintah.

Namun, meski Papua menerima porsi yang lebih besar dibandingkan wilayah lain, penyediaan layanan publik di Papua masih merupakan salah satu yang terburuk di Indonesia. Bencana kesehatan masyarakat kerap kali terjadi, seperti wabah campak dan malnutrisi yang menewaskan ratusan anak-anak di Kabupaten Asmat beberapa waktu lalu. Bahkan, Papua selama puluhan tahun terakhir selalu berada di peringkat terbawah indeks pembangunan manusia nasional.

Di samping pembangunan infrastruktur, Jokowi juga fokus pada pengembangan keamanan dengan mengerahkan ribuan tentara tambahan ke daerah ini. Meski pasukan ini ditujukan untuk memperkuat pertahanan nasional, ada kekhawatiran hal ini akan menghambat upaya penegakan HAM di Papua. Laporan terbaru oleh Amnesty International misalnya, menunjukkan bahwa pembunuhan tanpa proses hukum yang melibatkan personil keamanan masih terjadi di Papua. Jokowi juga dikritik karena gagal menangani berbagai kasus pelanggaran HAM di Papua. Sejauh ini, selama pemerintahan Jokowi tidak ada satu pun kasus pelanggaran HAM berkaitan dengan Papua yang telah diselesaikan.

Dengan latar belakang ini, kampanye untuk penentuan nasib sendiri bagi Papua kian membesar. Meski ada beberapa perlawanan bersenjata, sebagian besar orang Papua berkampanye dengan damai melalui aksi demokratis seperti aksi massa dan kampanye di media sosial. Gerakan tersebut dilakukan terutama oleh Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), dan Gerakan Rakyat Demokratik Papua (Garda Papua). Organisasi-organisasi ini sebagian besar didukung oleh pemuda dan mahasiswa Papua.

Hal ini tidak lepas dari peran asing yang mendukung Papua untuk melepaskan diri dari Indonesia. Sejak kehadiran Sekretaris I Kedubes Amerika pada Kongres Papua serta kehadiran utusan Australia, Inggris dan lainnya yang berlangsung pada tanggal 29 Mei 2004.

Dukungan untuk kemerdekaan Papua mengalir dari negara-negara tetangga di kepulauan Pasifik hingga tokoh politik penting di Inggris Raya (tirto.id). Keempat belas perempuan itu bernama Marama Davidson, Ruiha Epiha, Talafungani Finau, Lelani Kake, Moe Laga-Fa’aofo, Genevieve Pini, Amiria Puia-Taylor, Leilani Salesa, Luisa Tora, Mele Uhamaka, Asenaca Uluiviti, Leilani Unasa, Julie Wharewera-Mika, dan Elyssia Wilson-Heti. Mereka adalah anggota suku asli Maori yang menghuni wilayah Selandia Baru. Pada Sabtu (8/8/2014) mereka turut menyemarakkan Festival Pasifika di Western Springs Lakeside Park, Auckland, dengan menampilkan sebuah performance art bermodal cat hitam yang dipakai untuk mewarnai tubuh, tali untuk mengikat tangan, dan bendera Bintang Kejora kecil untuk menutup mulut. Kepada Tabloid Jubi Marima Davidson menjelaskan bahwa penampilan tersebut berjudul “Oceania Interrupted Action 3: Free Pasifika – Free West Papua”. Mereka mendukung kemerdekaan bagi rakyat Papua dan setiap detail dalam pertunjukan mereka adalah simbol atas apa yang sedang terjadi pada saudara-saudara sesama sub-ras Melanesia di Papua.

Kata referendum berasal dari bahasa Latin yaitu plebiscite yang berarti pemilihan langsung, dimana pemilih diberi kesempatan untuk memilih atau menolak suatu tawaran atau usulan. Di Indonesia sering disebut Jajak Pendapat. Sedangkan di PBB disebut Penentuan Nasib Sendiri ( Self Determination).

Referendum muncul dari kedaulatan rakyat itu sendiri sebab lembaga eksekutif dan legislatif serta judikatif tidak dapat melaksanakan kedaulatan rakyat secara bertanggungjawab dan sesungguh-sungguhnya sesuai demokrasi (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat).

Kesatuan Negara Indonesia saat ini sedang terancam. Faktor penyebab mendasarnya adalah terletak pada kebijakan yang bersumber pada asas sekulerisme. Dimana asas demokrasi memunculkan peluang untuk menuntut referendum. Disamping peran para kapital atau pemilik modal yang berada di negara-negara yang ikut dalam kongres Papua.Melihat kekayaan alam yang ada di Papua, maka wajar jika seakan menjadi “rebutan”.

Tidak diragukan lagi bahwa sistem demokrasi merupakan salah satu bentuk kesyirikan modern dalam hal ketaatan dan ketundukan dalam menetapkan hukum, karena dengan demikian dia menganulir kewenangan Allah Taala yang bersifat mutlak dalam menentukan hukum dan menjadikannya sebagai hak makhluk. Allah Ta’ala berfirman,

مَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِهِ إِلَّا أَسْمَاءً سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآَبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ (سورة  يوسف: 40)

“Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) Nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun tentang Nama-nama itu.

keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui." (QS. Yusuf: 40)
Allah Ta’ala berfirman,  إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ (سورة الأنعام: 57) 
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.” SQ. Al-An’am: 57.

Berpegang teguh kepada syariat Allah Ta’ala dalam segala urusannya. Tidak dihalalkan bagi seorang pun untuk menetapkan system dan pedoman yang tidak bersumber dari Islam. Diantara konsekwensi keridhaan mereka kepada Allah sebagai Rabnya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad shallallahu alaihi wa sallam sebagai nabi dan rasulnya adalah agar kaum muslimin berpegang teguh kepada Islam, baik zahir maupun batin dan agar mereka mengagungkan syariat Allah  dan mengikuti sunah Nabi shallallahu alaihi wa sallam.

Khalifah sebagai pemimpin tunggal kaum Muslim di seluruh dunia memiliki tanggung jawab yang begitu besar dalam mengurusi urusan umat. Rasulullah Saw. bersabda:

الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al-Bukhari).

Dibutuhkan pemimpin yang menerapkan aturan Allah yaitu seorang Khalifah yang akan menjaga keutuhan negara. Ada pendekatan masif untuk merangkul semua pihak agar bersatu dan tidak berupaya memisahkan diri. Memberantas seluruh pemberontak OPM yang membangkang. . Tidak membiarkan campur tangan asing dalam seluruh kebijakan. Termasuk pengelolaan tambang dan sumber daya alam lainnya di wilayah Papua. Kesejahteraan masyarakat di perhatikan dengan cara mengelola seluruh kekayaan Papua untuk kesejahteraan warga secara keseluruhan. Baik di bidang pendidikan, kesehatan serta kebutuhan lainnya.

Pengaturan perekonomian dengan distribusi barang dan jasa secara adil dan merata demi terwujudnya kesejahteraan bersama.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak