Ormas Islam diberangus, Budaya Sipilis Dibiarkan Terus



Oleh : W. Wardani ( Anggota Talim Baiti Jannati Banjarbaru)
Front Pembela Islam (FPI), sebuah ormas Islam yang didirikan Muhammad Rizieq Syihab tanggal 17 Agustus  tahun 1998,  terancam tidak akan diperpanjang izinnya. Seperti yang dimuat dalam berita https://beritagar.id , 3/8/3019) hingga akhir Juli lalu, FPI belum memenuhi lima syarat yang diminta Kementerian Dalam Negeri. Dua di antaranya adalah surat pernyataan kegiatan dan surat rekomendasi dari Kementerian Agama.
Pernyataan yang lebih keras dilontarkan oleh Presiden RI yang mengatakan tidak akan memperpanjang izin ormas Islam FPI jika tidak sejalan dengan negara. Presiden juga  mengatakan bahwa ia tidak akan berkompromi jika sebuah organisasi membahayakan negara dalam ideologinya (Kompas.com,  28/7/2019).
Awal mulanya FPI merupakan bagian dari PAM swakarsa, pasukan sipil yang dibentuk TNI untuk mengamankan sidang istimewa MPR dan membendung aksi mahasiswa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Robert Hefner dalam kajian ilmiah Muslims democrat and Islamist violence in post Soeharto Indonesia 2009, deklarasi pendirian FPI dihadiri oleh sejumlah pejabat tinggi diantaranya Kapolda Metro Jaya  Mayjen Pol  Noegroho Jayoesman, Pangdam Jaya Mayjen TNI Djaja Suherman dan Menteri Pertahanan dan Kemananan (Panglima ABRI) Wiranto. Bahkan terlontar apresiasi positif  dari Kapolri Komjen Timur Pradopo periode 2010-2013, yang menilai FPI bisa  diberdayakan membantu keamanan. 
Lain dulu lain sekarang komentar Menkopolhukam tentang FPI dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam 6 Mei 2019, mengatakan bahwa ada tokoh di luar negeri yang mengompori dan menghasut masyarakat. Yang dimaksud dengan tokoh di luar tidak lain adalah M Rizieq Syihab, imam besar FPI. Selain itu pada bulan Juli 2019, Menkopolhukam menyatakan bahwa pemerintah sedang mendalami dan mengevaluasi aktivitas dan rekam jejak FPI, apakah mereka layak diberikan izin lagi atau tidak.
Nampak jelas bahwa rezim yang sekarang ini berkuasa, sangat ingin membungkam pihak-pihak yang dianggap bersebarangan. Apalagi terhadap ormas Islam yang menyuarakan atau mendukung ide khilafah. Dengan dalih bertentangan atau tidak sejalan dengan ideologi negara, ormas Islam tersebut diberangus. Seperti yang terjadi terhadap ormas Islam Hizbut Tahrir Indonesia.
Kalau mau melihat secara mendalam, sejatinya persoalan yang menimpa negeri ini, bukanlah disebabkan karena keberadaan ormas Islam. Pergolakan yang terjadi di masyakarakat, kesengsaraan, kemiskinan, hutang yang terus menumpuk, ketidakpastian hukum, dan segala akar permasalahan yang menimpa negeri ini tidak lain disebabkan karena tetap dipeliharanya budaya sipilis (sekulerisme, kapitalisme, liberalism)  oleh rezim.
Budaya sipilis yang telah mendera negeri ini di mata rezim, tidaklah dijadikan musuh utama yang harus disingkirkan. Sekulerisme, artinya memisahkan agama dalam kehidupan. Yang berarti juga meniadakan peran Sang Pencipta dalam mengatur kehidupan manusia, sangat jelas bertentangan dengan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kapitalisme, yang berupaya mendapatkan manfaat yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan yang serendah-rendahnya, menyebabkan ketidakadilan bagi rakyat jelata yang tidak mempunyai modal yang besar. Hanya para kapitalis atau pemodal saja yang bisa menikmati kekayaan alam. Rakyat jelata terpinggirkan. Jelas kapitalisme yang dipraktekkan dalam sistem ekonomi kita sekarang ini  tidak sesuai dengan sila kelima keadilan sosial bagi rakyat Indonesia.
Liberalisme, yang melahirkan perilaku serba bebas, seperti maraknya pergaulan bebas, praktek LGBT, maraknya narkoba , perilaku-perilaku lain yang tidak terikat dengan norma agama, pembubaran pengajian oleh oknum, korupsi yang merajalela banyak kita jumpai saat ini.  perbuatan-perbuatan tersebut jelas bertentangan dengan Pancasila
Budaya sipilis yang melahirkan  budaya materialisme, hedonisme, perilaku bebas, perbuatan korupsi, penguasaan sumber daya alam yang hanya menguntungkan segelintir orang,  pembubaran pegajian secara semena-semena dan perbuatan lainnya yang jelas-jelas tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila tidak dijadikan ancaman bagi negara. Bahkan budaya ini  diberi lampu hijau, dipersilakan jalan terus. Tetapi ormas-ormas  Islam yang lurus, yang selalu beramar makruf nahi mungkar menginggatkan penguasa akan kewajibannya untuk mengurusi urusan umat malah dianggap musuh dan diberangus. 
Bisa dikatakan Pancasila selalu dijadikan palu godam untuk memukul pihak yang tidak sejalan dengan kebijkan rezim, Sedangkan terhadap budaya sipilis, yang nyata-nyata bertentangan dengan Pancasila dan menimbulkan kesengsaraan rakyat  tetap dipelihara. Itu menunjukkan standar ganda Pancasila yang digunakan sebagai legitimasi kekuasaan rezim sekuler dan alat bungkam lawan politik.  
Inilah kebobrokan dari rezim sekuler yang ramah terhadap budaya yang rusak dan anti terhadap Islam. Maka sejarah sudah membuktikan bahwa Islam yang telah diterapkan dalam setiap aspek kehidupan, dengan institusi khilafah mampu mensejahterakan rakyatnya selama berabad-abad. Atas dasar ketakwaan kepada Sang Pencipta,  paham Islam, dapat mengatasi segala persoalan yang terjadi di negeri kita selama ini. Inilah sebenarnya yang disuarakan ormas-ormas Islam yang  sangat mencintai negeri ini. Kembali ke aturan Islam, Insya Allah,  keberkahan akan di bukakan bagi negeri ini dari segala penjuru.
Wallahu alam. 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak