CARA ISLAM MENGATASI KORUPSI



Oleh : Ressa Ristia Nur Aidah
Gelombang penolakan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) terus mengemuka. Kali ini sejumlah mantan pimpinan KPK menyuarakan penolakan UU KPK tersebut. Mantan Ketua KPK Busyro Muqoddas menolak revisi UU KPK yang telah disepakati oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Busyro menilai, seluruh fraksi di DPR telah sepakat untuk membunuh KPK. “Semua fraksi di DPR sepakat membunuh KPK! Merekalah pembunuh rakyat,” kata Busyro saat dikonfirmasi, Senin (9/9). [www.jawapos.com]
Disisi lain salah satu perumus Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Romli Atmasasmita berpendapat, KPK saat ini sudah menyimpang dari tujuan awal pembentukannya.
"Perjalanan KPK selama 17 tahun, terutama sejak KPK jilid III, itu telah menyimpang dari tujuan awal pembentukan KPK," kata Romli dalam keterangan tertulis, Senin (9/9/2019).
Saat KPK didirikan, tujuannya yakni untuk memelihara dan menjaga keseimbangan pelaksanaan pencegahan dan penindakan korupsi dengan berorientasi pada pengembalian kerugian negara secara maksimal. Selain itu, KPK juga diharapkan dapat melaksanakan fungsi trigger mechanism melalui koordinasi dan supervisi terhadap kepolisian dan kejaksaan. Namun Romli menilai, KPK saat ini tidak lagi demikian. KPK terkesan lebih sering bekerja sendirian tanpa berkoordinasi dan supervisi dengan Polri dan kejaksaan. [KOMPAS.COM]
Kisruh KPK  yang tak kunjung selesai ini adalah dampak dari sistem politik yang sarat berbagai kepentingan dari berbagai pihak. Baik itu  dari pihak KPK-nya sendiri maupun dari DPR.
Bagaimanapun, lembaga sekelas KPK tentunya tidak akan mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam hal memberantas korupsi. Hanya sedikit yang  mampu terungkap ke permukaan, itupun dalam pelaksanaanya selama ini bisa dibilang masih tebang pilih, ada beberapa pihak yang masih kebal terhadap penyidikan KPK.
Oleh karena itu, untuk menuju Indonesia yang lebih bersih haruslah dengan syariah Islam.
Dalam sistem Islam, salah satu pilar penting dalam mencegah korupsi ialah di tempuh dengan menggunakan sistem pengawasan yang bagus. Pertama : pengawasan yang dilakukan oleh individu. Kedua, pengawasan dari kelompok, dan ketiga, pengawasan oleh negara. Dengan sistem pengawasan sangat ketat seperti ini tentu akan membuat peluang terjadinya korupsi menjadi semakin kecil, karena sangat sedikit ruang untuk melakukan korupsi. Spirit ruhiah yang sangat kental ketika menjalankan hukum-hukum Islam, berdampak pada menggairahnya budaya amar ma’ruf nahi munkar di tengah-tengah masyarakat.
Diberlakukannya juga seperangkat hukuman pidana yang keras, hal ini bertujuan untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku dan pencegah bagi calon pelaku. Sistem sanksi yang berupa ta’zir bertindak sebagai penebus dosa (al-jawabir), sehingga mendorong para pelakunya untuk bertobat dan menyerahkan diri. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh sistem yang diterapkan sekarang.
Negara khilafah Islamiyah juga sangat memperhatikan kesejahteraan para pegawainya dengan cara menerapkan sistem penggajian yang layak.
Rasulullah SAW bersabda: “Siapapun yang menjadi pegawai kami hendaklah mengambil seorang istri, jika tidak memiliki pelayan , hendaklah mengambil seorang pelayan, jika tidak mempunyai tempat tinggal hendaknya mengambil rumah. (HR. Abu Dawud).
Dengan terpenuhinya segala kebutuhan mereka, tentunya hal ini akan cukup menekan terjadinya tindakan korupsi.
Kemudian, untuk menghindari membengkaknya harta kekayaan para pegawai, sistem Islam juga melakukan penghitungan harta kekayaan.
Pada masa kekhilafahan Umar Bin khatab, hal ini rutin dilakukan. Beliau selalu menghitung harta kekayaan para pegawainya seperti para Gubernur  dan Amil.
Sedangkan dalam upayanya untuk menghindari terjadinya kasus suap dalam berbagai modusnya, sistem Islam melarang pejabat negara atau pegawai untuk menerima hadiah.
Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang kami (Negara) beri tugas untuk melakukan suatu pekerjaan dan kepadanya telah kami beri rezeki (upah/gaji), maka apa yang diambil olehnya selain (upah/gaji) itu adalah kecurangan. (HR. Abu Dawud).
Pilar lain dalam upaya pencegahan korupsi dalam Islam adalah dengan keteladanan pemimpin. contoh, khalifah Umar Bin Abdul  Aziz pernah memberikan teladan yang sangat baik sekali bagi kita ketika beliau menutup hidungnya saat membagi-bagikan minyak wangi karena khawatir akan mencium sesuatu yang bukan haknya. Belaiu juga pernah mematikan fasilitas lampu di ruang kerjanya pada saat menerima anaknya. Hal ini dilakukan karena pertemuan itu tidak ada sangkut pautnya dengan urusan negara.
Itulah strategi Islam dalam pemberantasan korupsi, ini memang harus diterapkan secara menyeluruh, tidak sebagian-bagian demi sempurnanya kemaslahatan yang diinginkan. Karenanya, bersegeralah Indonesia untuk menerapkan Islam secara kaffah. Ini bukan tentang mendukung atau tidak mendukung KPK, namun ini tentang realita yang ada di depan mata, juga tentang keimanan yang menancap di dalam dada.
“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki. Siapakah yang lebih baik hukumnya bagi orang-orang yang yakin? (QS. Al-Maidah: 50).
Wallahu a’lam bi ash-shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak