Oleh : Irayanti
(Pemerhati Sosial Politik)
Tak terasa tanggal 1 September tahun 2019 Masehi lalu, kita telah memasuki tahun baru Islam 1441 Hijriyah pada bulan Muharam. Tahun baru Islam ditandai dengan bergantinya bulan Dzulhijah ke bulan Muharam. Di tanah air, umat Islam sangat antusias menyambut momen ini, ada yang menyambutnya dengan kegiatan pawai, perlombaan Islami, hingga Tabligh Akbar.
Namun demikian, yang sangat penting bagi kita adalah memetik makna sesungguhnya dari Hijriyah ini. Jangan sampai kita hanya menjadikannya sebagai seremonial berlalu tanpa arti. "Jika nak, akan ada seribu daya. Jika tak nak maka akan ada seribu dalih." Jadilah orang-orang yang berusaha mencaritau dan mengamalkan bukan sekedar tau lalu berlalu. Muhasabah!
Hijriyah, Hijrah dan Muharam
Hijriyah adalah nama kalender atau sistem penanggalan dalam Islam. Penetapan sistem penanggalan Hijriyah berawal di tahun ketiga Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu menjabat sebagai khalifah. Hijriyah sendiri diidentik dengan hijrahnya Rosulullah dari Mekah ke Madinah. Acuan menanggalan Hijjriyah bukan dari tahun kelahiran Rosulullah, kematian Rosul karena tahun kelahiran Rosul masih menjadi perdebatan kala itu dan jika mengambil tahun kematian Rosul bisa menyedihkan kaum muslimin. Maka Umar bin Khatab mengambil acuan hijrahnya Rosul ke Madinah mengikut saran Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Selanjutnya setelah tahun penanggalan adalah hijriyah mengikut hijrahnya Rosul maka para sahabat bermusyawarah bulan apakah yang dijadikan sebagai bulan pertama. Pada Musyawarah tersebut, Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu mengusulkan bulan Muharam karena beberapa alasan.
Pertama, muharam adalah bulan pertama dalam kalender masyarakat Arab dimasa silam.
Kedua, di bulan Muharam kaum muslimin baru saja menyelesaikan ibadah yang besar yaitu haji ke baitullah.
Ketiga, tekad untuk hijrah pertama kalinya muncul dan terjadi di bulan Muharam. Karena pada bulan sebelumnya Dzulhijah, beberapa masyarakat Madinah melakukan Baiat Aqabah yang kedua. Ditandai pula dengan berdirinya daulah Islam pertama.
Bukan Seremonial
begitu pentingnya hijrah maka penetapan awal kalender hijriyah pun diawali dari peristiwa hijrah tersebut. Hijrah secara bahasa berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, dari suatu keadaan ke keadaan lain (Lisan al-Arab, V/250; Al-Qamus al-Muhith,I/637)
Belakangan kata hijrah sangat populer di Indonesia dan disematkan untuk perubahan pribadi dari kondisi kemaksiatan menuju kondisi islami. Sayang, terkadang hijrah terkadang hanya diartikan dengan mengubah pakaian saja. Umat juga hanya merasa puas dengan perbaikan pribadi dan urusan ibadah mahdah / ibadah ritual semata. Semangat penegakan syariah Islam di segala aspek kehidupan justru dianggap sebagai ajaran yang merusak negeri. Sebaliknya sistem politik demokrasi yang sudah banyak mengebiri ajaran Islam dan menyengsarakan umat justru disenangi. Seolah-olah demokrasi adalah solusi terbaik dan harga mati bagi bangsa.
Demokrasi sendiri nyatanya terjadi berbagai penyimpangan kekuasaan, seperti korupsi yang makin menggurita, pejabat tamak menjual aset negara, hakim yang mengikut kehendak penguasa dan masih banyak lagi realitas yang terjadi jauh dari sila Pancasila yang diagungkan. Padahal Rosulullah berhijrah bukan sekedar berpindah dari Mekah ke Madinah saja. Lebih dari itu mendirikan negara Islam dengan Rosul kala itu sebagai pemimpin dan Islam sebagai aturan kehidupan di berbagai aspek. Bahkan dilanjutkan oleh para khalifah hingga menaungi 2/3 belahan dunia hingga Eropa, dan selama 1.300 tahun lamanya. Namun, saat ini umat Islam terpecah belah menjadi kubu-kubu negara.
Hijrah Sistem
Dari segala carut-marut di negeri ini dan umumnya kaum muslimin tak jauh berbeda dengan kondisi saat masa jahiliah. Keadaan jahiliah melanda setiap aspek kehidupan sampai kemudian Allah Subhana Wa Ta’ala memberikan pertolongan dengan tegaknya syariat Islam di Madinah. Hingga menjadikan manusia dari kegelapan menuju cahaya petunjuk. Semua itu tidak terlepas pula dari usaha-usaha yang telah dilakukan kaum muslimin hingga Allah menjadikan kemenangan bagi umat Islam setelah melewati berbagai ujian di tanah Mekah.
Karena itu, momentum tahun baru hijriyah hendaknya tidak dijadikan rutinitas seremonial belaka, melainkan mengambil maknanya. Maknanya, perubahan harus dilakukan secara sistem bukan sekedar individu saja. Karena ketika sistemnya benar (Islam) maka individu yang berada di dalamnya akan mengikuti sistem yang ada. Dan sistem Islam bukan sekedar di aplikasikan pada organisasi atau kelompok dan lingkungan sektiarnya saja, tetapi lebih luas mencakup negara. Maka perubahan yang terbaik adalah menerapkan syariat Islam secara kaffah sebagai aturan kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara sekaligus meninggkan aturan hidup jahiliah sebagaimana yang berlaku saat ini.
Wallahu a’lam