Mewujudkan Kembali Spirit Hijrah




(Oleh : Ummu Hanif – Anggota Lingkar Penulis Ideologis)


Perayaan pergantian Tahun Baru Islam 1441 Hijriah dilakuan di sejumlah daerah di Indonesia. Setiap daerah memiliki cara tersendiri dalam merayakan tahun baru tersebut, salah satunya Jakarta. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menggelar Jakarta Muharram Festival dan Pawai Obor Elektrik dalam rangka memperingati pergantian Tahun Baru Islam. Kegiatan itu dilaksankan pada Sabtu 31 Agustus 2019 di kawasan Monas, Jalan Sudirman-Thamrin dan Bundaran HI mulai pukul 16.00 WIB. (www.Liputan6.com, 1/9/2019).

Kalau kita renungkan kembali, tahun Hijrah tentu terkait erat dengan peristiwa hijrah Baginda Nabi saw. dari Makkah ke Madinah. Hijrah adalah momentum penting dalam lintasan sejarah perjuangan Islam dan kaum Muslim. Hijrah adalah peristiwa paling menentukan bagi tegaknya Islam sebagai sebuah ideologi dan sistem dalam intitusi negara ketika itu, yakni Daulah Islamiyah.

Kalau kita tinjau secara bahasa, hijrah berasal dari kata hajara yang berarti berpindah dari suatu tempat ke tempat lain; dari suatu keadaan ke keadaan yang lain (Ash-Shihhah fi al-Lughah, II/243, Lisan al-‘Arab, V/250; Al-Qamus Al-Muhith, I/637).

Sementara itu, para fuqaha lalu mendefinisikan hijrah secara syar’i sebagai: keluar dari darul kufur menuju Darul Islam (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah, II/276). Adapun yang dimaksud dengan darul islam adalah suatu wilayah (negara) yang menerapkan syariah Islam secara total dalam segala aspek kehidupan dan keamanannya secara penuh berada di tangan kaum Muslim. Sebaliknya, darul kufur adalah wilayah (negara) yang tidak menerapkan syariah Islam dan keamanannya tidak di tangan kaum Muslim, sekalipun mayoritas penduduknya beragama Islam. Definisi hijrah semacam ini diambil dari fakta hijrah Nabi saw. sendiri dari Makkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam).

Sebagaimana yang kita baca dalam lembaran sejarah, masyarakat Arab sebelum Rasulullah saw. hijrah adalah masyarakat Jahiliah, penuh keruwetan hidup dan tidak diperhitungkan dalam kancah internasional. Kita dapati, secara sosial, kehidupan di Makkah saat itu dicirikan dengan kebobrokan moral yang luar biasa. Rata-rata dari mereka adalah peminum arak, tukang mabuk. Pelacuran dan perzinaan di Jazirah Arab saat itu adalah hal biasa. Pencurian, pembegalan dan perampokan juga menyeruak di mana-mana. Kekejaman dan kebiadaban bangsa Arab saat itu bahkan sampai melampau batas kemanusiaan. Anak-anak perempuan yang baru lahir dibenamkan hidup-hidup ke dalam tanah. Adapun di bidang ekonomi bangsa Arab sebelum Rasulullah saw. adalah kebanyakan berdagang/berniaga. Bisnis yang mereka lakukan saat itu sangat kental dengan riba. Bahkan pinjaman dengan cara riba yang berlipat ganda (riba fadl) telah menjadi tradisi mereka sehingga tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Sementara itu secara politis, bangsa Arab saat itu bukanlah bangsa yang diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Dua negara adidaya saat itu, Persia dan Kristen Byzantium, sama sekali tidak melihat Arab sebagai sebuah kekuatan politik yang patut diperhitungkan.

Namun setelah Rasulullah saw. berhijrah dari Makkah ke Madinah, kemudian beliau membangun Daulah Islamiyah di sana, keadaan masyarakat Arab pasca hijrah berubah total. Daulah Islamiyah (Negara Islam) yang dibangun Baginda Nabi saw. di Madinah berhasil menciptakan masyarakat Islam yang penuh ketenangan dan kemajuan.

Dari aspek sosial, kehidupan sosial saat itu penuh dengan kedamaian dan ketenteraman serta jauh dari berbagai ragam kemaksiatan. Dari aspek ekonomi, saat itu ekonomi berbasis riba benar-benar dihapus. Penipuan dan berbagai kecurangan diberantas. Sebaliknya, cara-cara yang diakui syariah dalam meraih kekayaan dibuka seluas-luasnya.


Sementara itu, dari sisi politik, pasca hijrahlah Islam dan kaum Muslim benar-benar mulai diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain. Bahkan sejarah telah membuktikan, pada akhirnya dua negara adidaya saat itu, Persia dan Byzantium, dapat ditaklukan oleh Daulah Islamiyah melalui jihad fi sabilillah. 

Oleh karena itu, penting bagi kaum Muslim saat ini untuk mewujudkan kembali spirit hijrah. Di antara spirit hijrah yang paling penting adalah spirit penegakan sistem pemerintahan Islam, penerapan syariah Islam serta pembentukan dan pembangunan masyarakat Islam. Spirit hijrah semacam ini sejatinya mendorong kita untuk segera meninggalkan sistem dan hukum jahiliah, lalu menerapkan sistem dan hukum Islam.

Wallahu a’lam bi ash showab. []

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak