Menyambut Hijrah Menuju Kaffah



Oleh : Risma Septiani Setiawan


Ahad 1 september 2019 Umat Islam telah memasuki masa tahun baru Hijriah yang ke 1441. Berbagai persiapan penyambutan untuk menyerap spirit hijrah telah dilakukan oleh berbagai pihak, agar momentum tahun baru tersebut tidak berlalu tanpa pemaknaan yang berarti.


Namun, lebih dari sekedar kemeriahan agenda kegiatan yang dipersiapkan untuk menyambut hijriah, secara lebih spesifik, kita sebagai seorang Muslim seyogyanya juga memiliki kesiapan menyambut momentum berharga tersebut sebagai media perubahan.


Layaknya seperti sebuah perusahaan yang tiap akhir tahun senantiasa melakukan rekapitulasi dan evaluasi, demikian pula semestinya setiap Muslim menjelang pergantian tahun. Selain sebagai media evaluasi, juga sebagai sarana untuk bagaimana merancang tahun depan menjadi lebih baik, lebih sholeh dan tentunya lebih takwa.


Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap Muslim menyambut pergantian tahun Hijriah ini dengan penuh kesungguhan untuk benar-benar mengagendakan dan mewujudkan suatu perubahan. Perubahan seperti apa? Jelas perubahan yang terkandung dari makna hijrah itu sendiri sebagaimana telah disampaikan oleh Rasulullah SAW.



Momen hijrah rasulullah bukan sembarang berpindah tempat, namun disinilah titik balik dimana islam akan berkembang dan meluas ke seluruh dunia. Sehingga dikatakan hijrah adalah tonggak kebangkitan islam. Lantas Hijrah yang seperti apa yang akan membawa kepada kebangkitan islam? Sehingga kita di era milineal bisa mengikuti jejak rasulullah menjadi sosok kaum teladan, peradaban teragung dan kembali menempati posisi yang dicintai Allah dan rasulNya, begitu tinggi dan mulia.


Sedangkan hari ini kita bisa melihat bahwa kaum muslim tengah direndahkan, dipersekusi, pergaulan bebas merajalela, narkoba, adu domba, islmophobia merebak, ajaran khilafah diinjak injak, kalimat tauhid pun menjadi korban atas kebodohan umat zaman now.


Hijrah yang dipahami banyak orang pun hanya skala individu semata, perubahan berpakaian, perubahan akhlak, perbaikan ibadah ritual dsb. JIka skala hijrah adalah perubahan individu semata maka hanya individu tersebut yang akan berubah. Meskipun individu bagian dari masyarakat tapi skala keberpengaruhan untuk mengantarkan kepada kebangkitan hakiki sungguh jauh panggang dari api. Sehingga hijrah yang seperti apa yang harusnya dilakukan oleh kaum muslim?


Hijrah kaffah. Hijrah totalitas. Hijrah dari pemikiran kufur kapitalisme sekuler menjadi pemikiran yang benar yaitu islam. Hijrah dari diri yang masih enggan terhadap syariat allah, menjadi hamba yang mukhlish al khalish mau tunduk dan patuh pada setiap perintah dan larangnNya.


Hijrahnya masyarakat yang apatis dan apolitis menjadi masyarakat yang meninggikan amar ma’ruf nahiy mungkar. Hijrah dari Negara bernaungkan system buatan manusia yaitu demokrasi menjadi negara yang bernafaskan islam, yaitu khilafah ala min hajj nubuwwah. Hijrah dari kondisi menerapkan islam menjadi kondisi penerapan islam secara sempurna. Hijrah itu harus total, hijrah itu harus menyeluruh, yaitu islam kaffah.


Islam kaffah lah yang mengantarkan kepada kebangkitan yang haqiqi, ketika hamba menyadari dirinya ini siapa dan harus bagaimana dia hidup didunia, sebuah realitas yang pasti bahwa hamba itu akan kembali ke hadiratNya. Merekalah orang orang yang menjadikan hidupnya untuk penciptanya saja, Allah swt.



Makna Hijrah


Tahun baru Hijriyah adalah sistem penanggalan Islam yang didasarkan pada peristiwa hijrah yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya. Peristiwa tersebut menjadi starting point peradaban Islam menuju puncak kejayaan.


Dari peristiwa hijrah itu, spirit iman menjadi nyata dalam kata dan perbuatan, sehingga tidak heran jika setelah hijrah banyak sekali para sahabat yang memiliki kepribadian unggul nan mengagumkan. Perubahan mindset benar-benar terjadi secara totalitas pada diri seluruh umat Islam kala itu.


Secara bahasa, hijrah artinya berpindah. Sementara itu dalam konteks sejarah, hijrah adalah kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad bersama para sahabat dari Makkah ke Madinah, dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa akidah dan syari’at Islam.


Mereka yang berhijrah kala itu adalah Muslim yang tidak lagi memiliki tujuan apa-apa selain daripada rahmat Allah Ta’ala.


إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَالَّذِينَ هَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أُوْلَـئِكَ يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللّهِ وَاللّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ


“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 218).


Pada ayat yang lain Allah tegaskan bahwa orang yang berhijrah itulah orang yang terbukti benar keimanannya.


وَالَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَالَّذِينَ آوَواْ وَّنَصَرُواْ أُولَـئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقّاً لَّهُم مَّغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ


“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal [8]: 74).


Maka dari itu, mereka yang berhijrah di jalan Allah adalah orang yang tinggi derajatnya dan termasuk orang yang mendapat kemenangan besar.


الَّذِينَ آمَنُواْ وَهَاجَرُواْ وَجَاهَدُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنفُسِهِمْ أَعْظَمُ دَرَجَةً عِندَ اللّهِ وَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَائِزُونَ


“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. At-Taubah [9]: 20).


Menafsirkan ayat tentang hijrah pada QS. 9: 20 Sayyid Qutb dalam tafsir Fi Dzilalil Qur’anmengatakan bahwa, Sesungguhnya tidak ada wujud hakiki (dari keimanan seorang Muslim) hanya semata-mata memeluk akidah, dan bukan pula dengan semata-mata melaksanakan ibadah-ibadah ritual.


Agama ini adalah manhaj kehidupan yang tidak tercermin wujud nyatanya kecuali dalam akumulasi gerakan, dalam bentuk masyarakat yang bekerja sama bahu-membahu. Adapun keberadannya dalam bentuk akidah hanyalah wujud hukmi (secara hukum) saja, bukan wujud riil, kecuali bila tercermin dalam bentuk gerakan nyata.


Dengan demikian makna hijrah dapat dipahami sebagai suatu gerakan perpindahan secara totalitas, mulai dari fikriyah hingga amaliyah, dari jahiliyah menuju Islamiyah dalam satu gerakan yang rapi, sistemik dan keseluruhan, baik dalam konteks pribadi maupun sosial.


Gerakan Perubahan menuju hijrah kaffah


Momentum hijrah tahun ini hendaknya benar-benar kita maknai sebagai media perubahan yang maksimal dalam penyempurnaan iman dan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Sebab, jika tidak, boleh jadi kita merasa biasa saja dalam hidup ini. Seolah telah menjadi baik, padahal belum.


Momentum hijrah ini adalah media yang tepat untuk mendata secara mendetail siapa sebenarnya diri kita. Apakah yang paling kita cintai dalam hidup ini, apakah yang paling sering kita pikirkan dalam hidup ini, dan apa yang sebenarnya ingin kita raih dalam kehidupan dunia ini.


Menghadirkan pertanyaan semacam itu misalnya, akan sangat membantu setiap jiwa mengetahui siapa dirinya dan kemudian menetapkan tujuan dan posisi sebagai seorang Muslim secara tepat. Sebab, disadari atau tidak, kita evaluasi atau tidak diri kita, atau kita catat atau tidak amal perbuatan kita, Allah melalui malaikat-Nya tak pernah lengah mencatat amal kita sehari-hari.


بِقَوْمٍ سُوءاً فَلاَ مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِ مِن وَالٍ


“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar Rad [13]: 11).


Menurut Ibn Katsir, setiap manusia dikelilingi empat malaikat, empat di siang hari dan empat di malam hari yang bertugas mengawasi setiap manusia secara bergiliran, dua sebagai penjaga dan lainnya sebagai pencatat amal perbuatannya.


Mungkin selama ini kita lupa tentan hal ini, maka di momentum hijrah ini kita harus benar-benar atur diri kita untuk sebisa mungkin melakukan amalan sholeh sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari. Karena sesungguhnya, akan bagaimana kita ke depan sangat ditentukan oleh bagaimana kita hari ini.


Artinya, semakin baik kita dalam keseharian, itu berarti Malaikat tidak menghadap Allah kecuali melaporkan kebaikan, insya Allah kebaikan di masa depan itu pasti menjadi kenyataan. Karena setiap kebaikan berbalas kebaikan (QS. 55: 60) dan setiap kebaikan yang kita lakukan kembali pada kita sendiri (QS. 17: 7).


Di sinilah setiap Muslim harus melakukan agenda perubahan. Dengan spirit hijrah, itu bukan suatu yang mustahil. Sebab, Allah tidak akan pernah merubah suatu kaum (termasuk pribadi kita) jika kita sendiri tidak mau merubahnya (QS. 13: 11).

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak