Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Banjarmasin menunjukkan tren kenaikan setiap tahunnya. Fenomena ini mengacu pada laporan tahunan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Banjarmasin. Ketua P2TP2A Kota Banjarmasin, mengatakan kasus kekerasan anak dan perempuan di Banjarmasin terus meningkat dalam dua tahun terakhir. “Kalau tahun 2016 saja kami mendapat laporan sebanyak 35 kasus, kemudian meningkat di tahun 2017 menjadi 37 kasus. Dan tahun 2018 terakhir, melonjak lagi menjadi 43 kasus,” ucapnya saat konferensi pers, Rabu (16/1).
Menurutnya, ada lima indikator kasus kekerasan yang dilaporkan masyarakat ke P2TP2A. Kelima indikator ini mencakup kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan seksual, kekerasan ekonomi, dan perdagangan manusia. Menginjak tahun 2019, ia memprediksi kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan makin memprihatinkan (kumparan.com, 16/1/2019).
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Kalimantan Selatan, melaksanakan program kerja pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Di Car Free Day di kawasan Masjid Raya Banjarmasin, dinas menggelar sosialisasi dengan melibatkan masyarakat. Dipimpin langsung Kadis bekerja sama dengan instansi terkait, dan melibatkan juga Forkomwil PMP3 Kalsel, mengajak kepada masyarakat yang melintasi kawasan itu, untuk membubuhkan tanda tangan disertai tulisan komitmen untuk tidak melakukan kekerasan terhadap perempuan anak (rri.co.id, 18/8/2019).
Dilakukan di acara Car Free Day depan Mesjid Raya Sabilal Muhtadin dengan harapan agar semua orang mengetahui tentang maraknya kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sekaligus supaya semua komponen mayarakat terlibat aktif untuk mencegah terjadinya kekerasan tersebut.
Kekerasan terus menghantui perempuan dan anak-anak. Terjadi kapan pun dan di manapun. Di tempat umum, jalan raya, rumah, sekolah, hingga tempat perempuan bekerja. Kaum perempuan dan anak tidak aman dari pelaku tindak kekerasan. Kekerasan verbal, fisik, tekanan mental, sampai kejahatan pelecehan seksual.
Penyebab kekerasan terhadap perempuan dan anak, berasal dari faktor luar atau sosial, yaitu kemiskinan, masalah keluarga, masalah sosial, gangguan jiwa pelaku, dan rendahnya pengetahuan pelaku kekerasan akan efek tindakannya. Tampak jelas, kemiskinan atau tekanan ekonomi merupakan faktor utama penyebab kekerasan tersebut. Selain itu, pengaruh konten porno aksi, pornografi, serta aksi kriminal di media dan menjamurnya bisnis miras makin menyuburkan kasus kekerasan dan kejahatan.
Buruknya sistem tata sosial di masyarakat akibat penerapan Kapitalisme menjadi penyebab kekerasan menimpa perempuan dan anak. Sementara Islam, telah memiliki sistem pengaturan ekonomi secara sempurna hingga mencapai pemerataan kesejahteraan. Islam juga memiliki sistem pergaulan yang menjamin posisi perempuan terjaga kemuliaannya. Sehingga tak dikenal kekerasan terhadap perempuan dan anak dalam sistem kehidupan Islam.
Rasulullah saw bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik perkataannya terhadap keluarganya. Dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian dalam memperlakukan keluargaku.” [HR. Ibnu Majah].
Islam telah mengajarkan mengenai kemuliaan kaum perempuan dalam setiap periode kehidupannya. Di antara aturan Allah SWT adalah perintah untuk bersikap baik dan adil kepada kaum perempuan. Baik anak perempuan, saudara perempuan, istri, maupun ibunya.
Islam menetapkan mekanisme yang menjamin seorang perempuan dan anak, dalam kondisi apapun tetap mendapatkan jaminan dalam kehidupan mereka. Diawali melalui penetapan hukum perwalian kaum laki-laki. Kewajiban wali melindungi, mendidik, dan memberikan nafkah bagi perempuan dan anak yang berada di bawah perlindungannya. Berikutnya, bila tiada lagi wali bagi perempuan dan anak tersebut, maka negara akan menggantikan memikul tanggungjawab perwalian tersebut. Di dalam sistem Islam tidak akan pernah terjadi perempuan dan anak terpaksa untuk bekerja akibat masalah kesulitan ekonomi. Sehingga akan terhindar dari eksploitasi dan tindak kejahatan.
Islam mewajibkan kaum perempuan yang baligh untuk menutup aurat secara syar’i ketika beraktifitas di kehidupan umum. Syariah mengharamkan beberapa jenis pekerjaan yang mengeksploitasi keperempuanan dan anak. Sistem Islam akan menghalangi semua bentuk pornografi dan pornoaksi di media maupun dunia nyata, serta menutup semua industri bisnis haram yang menjerumuskan pada kemaksiatan seperti narkoba, miras, dan sebagainya.
Adapun untuk menghapus kekerasan terhadap perempuan Islam memadukan sistem pendidikan untuk mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan. Negara menciptakan lingkungan yang bersih dari dorongan berbuat kejahatan. Sanksi hukum berat yang diganjar kepada pelaku, mencegah orang dari melakukan segala kejahatan termasuk kekerasan seksual.
Bagaimana tidak jera bila ancaman perzinahan dan perkosaan bisa dikenai hukuman mati (rajam)? Bahkan sekadar pelecehan verbal saja bisa terkena ta’zir penjara 6 bulan atau cambukan. Inilah sistem perlindungan seutuhnya sebagai solusi konkrit penghapusan kekerasan seksual. Tidak hanya bagi perempuan, tetapi bagi semua anggota masyarakat.
Sejarah telah mencatat bahwa khilafah sangat melindungi para wanita. Kisah pada masa Rasulullah saw ketika salah seorang wanita dijahili oleh seorang Yahudi Bani Qahinuqa’ maka Rasulullah saw mengirim pasukan dan mengepung kaum Yahudi ini selama 15 hari. Dan pada akhirnya mereka menyerah ketakutan. Demikian pula, pada masa Khalifah al-Mu’tashim billah mengerahkan pasukannya, melindungi seorang budak wanita yang disingkap auratnya. Pasukan terpanjang dalam sejarah yang ekor pasukan masih berada di istana dan kepalanya di Amoria.
Permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan masalah yang sistemik akan terus berulang. Harus ada sebuah sistem peraturan totalitas, yang bisa menindak segala bentuk kekerasan fisik maupun seksualitas. Hanya dengan sistem Islam semua permasalahan ini dapat teratasi.[]
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.