Mengurai Benang Kusut Masalah Papua



(Oleh : Ummu Hanif, Anggota Lingkar Penulis Ideologis)



Ujaran rasis dan persekusi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya pada 16 dan 17 Agustus 2019 lalu menjadi pemicu aksi demontrasi yang berujung kerusuhan di Papua. Kerusuhan terjadi di Manokwari dan Sorong, Papua Barat pada Senin (19/8/2019). Kemudian Kamis (29/8/2019) kerusuhan kembali terjadi di Jayapura, Papua. (www.Tribunnews.com, 29/8/2019).


Adapun di Jakarta, sebagaimana dilansir oleh CNN Indonesia (22/8/2019) lebih dari seratus mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Antirasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme bergerak dari Mabes TNI AD menuju Istana Kepresidenan, Jakarta. Dalam perjalanan, beberapa kali massa aksi menyatakan rakyat Papua menagih hak untuk menentukan nasib sendiri lewat referendum.


Kerusuhan yang terjadi di Papua telah menghasilkan tujuh tuntutan warga Papua kepada Pemerintah. Seperti dilansir dalam www.liputan6.com (22/8/2019), Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, serta Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto pada Kamis, 22 Agustus mendatangi Papua. 


Salah satu isi dari tujuh tuntutan yang disampaikan pada pertemuan bersama Kapolri, Panglima TNI dan Menkopolhukam antara lain adalah meminta agar Pemerintah RI memberikan kebebasan bagi Papua menentukan nasib sendiri, "The right of the self determination for west Papua”.


Permasalahan Papua yang tak kunjung selesai ini berpangkal pada penerapan sistem kapitalis yang ada di Indonesia. Sistem ini telah memuluskan berbagai UU liberal yang mengesahkan korporat asing seperti Freeport untuk merampok kekayaan alam Papua. Alhasil, rakyat Papua, hidup dalam kemiskinan meski memiliki kekayaan melimpah ruah. Tercipta kesenjangan ekonomi yang luar biasa yang sewaktu-waktu bisa memantik konflik.


Meminta Hak Menentukan Nasib Sendiri bukanlah solusi. Memisahkan diri bukanlah penyelesaian yang tepat bagi persoalan masyarakat Papua. Meminta bantuan negara-negara imperialis kapitalis serakah justru merupakan bunuh diri politik. Memisahkan diri akan memperlemah Papua. Negara-negara imperialis yang rakus itu akan semakin leluasa melahap kekayaan dan sumber daya alam Papua.


Apabila pemerintah ingin jalan keluar bagi masalah Papua, tentu saja tidak hanya dengan menghimbau kedua belah pihak untuk saling legowo memaafkan. Namun lebih dari itu, pemerintah harus tegas memangkas pangkal masalah utama krisis Papua. Yakni sistem demokrasi kapitalistik yang culas. Pemerintah harus menghilangkan kezaliman dan ketidakadilan yang terjadi, mengelola kekayaan negeri demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, serta mendistribusikan kekayaan itu secara merata dan berkeadilan.


Hanya dengan sistem Islam yang komprehensif hal tersebut mampu dilakukan. Karena Islam selama berabad-abad lamanya terbukti berhasil mengatasi segala permasalahan melampaui ras, suku bangsa, warna kulit dan agama.   


Sistem islam juga menjaga upaya – upaya disintegrasi wilayah dengan menerapkan peraturan dan sanksi yang tegas terhadap masyarakat yang  memberontak dan memprovokasi untuk memisahkan diri dari kekhilafahan. Negara akan menjaga dengan ketat wilayahnya dari masuknya para penjajah. Hal ini dilakukan sebagai upaya menjaga pemikiran rakyat dari pemikiran sesat yang disebarkan oleh para penjajah. Hal ini bisa dilakukan melalui materi ajar dalam sistem pendidikan, opini di media massa, serta kegiatan dakwah para pemikir dan ulama. Maupun aktivitas politik, yaitu kebijakan negara melegislasi UU yang melarang propaganda atau tindakan yang mendukung sistem lain. Juga sistem peradilan yang tegas untuk menindak setiap individu/kelompok yang hendak mengganti sistem islam dengan sistem lain.


Selain itu, untuk mencegah upaya disintegrasi, maka negara akan menjaga terciptanya keadilan kepada seluruh warga negara dengan menghilangkan kedzoliman yang terjadi. Menghilangkan kecemburuan sosial dan ekonomi dengan melakukan keadilan tanpa membedakan suku, ras dan lain – lain, serta menerapkan sistem ekonomi islam untuk menjaga agar harta tidak hanya berputar di kalangan orang – orang kaya saja sebagaimana amanah QS. Al hasyr : 7.


Maka, belum saatnyakah kita kembali kepada hukum islam untuk menyelesaikan segala bentuk carut marut yang telah terjadi di negeri ini, termasuk Papua? 

Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak