Mengkritisi Solusi IMF, Rakyat Untung atau Buntung?




Oleh: Rina Yulistina

Indonesia, tepatnya Menteri terbaik dunia Ibu Sri Mulyani mendapatkan pesan cinta dari IMF. Sudah bisa dibayangkan pesan cinta itu tak lepas dari masalah keuangan.

IMF merilis hasil assessment perekonomian Indonesia dalam laporan pertajuk Article IV Consultation tahun 2019. IMF merekomendasikan Strategi Penerimaan Jangka Menengah atau Medium-Trem Revenue Strategy (MTRS). (kontan.co.id)

IMF menilai bahwa pendapatan Indonesia melalui pajak belum maksimal sehingga butuh strategi jitu untuk menarik pajak. Terdapat 4 rekomendasi IMF terhadap pajak Indonesia. Pertama, reformasi administrasi perpajakan. Kedua, reformasi perpajakan dengan merampingkan sistem perpajakan. Ketiga, memperluas basis pajak yang sudah berlaku. Dan keempat, kebijakan meningkatkan tarif pajak atau mengenakan tarif pajak baru untuk meningkatkan penerimaan secara substansial. (kontan.co.id)

*Mengkritisi Rekomendasi IMF*

Sebagai rakyat Indonesia yang baik tidak ada yang salah jika kita mengkritisi hasil rekomendasi IMF. Poin ketiga dan poin keempat merupakan poin yang menggelitik. Bagaimana tidak, poin ketiga menyangkut PPN secara umum maupun UMKM, IMF merekomendasikan kepada pemerintah untuk menghapus pembebasan PPN dan menghapus threshold setelah itu menaikan tarif PPN. Bisa dibayangkan bagaimana nasib kita sebagai rakyat biasa yang tak bisa terlepas dari PPN? Baik sebagai pelaku bisnis ataupun konsumen. 

Pelaku UMKM pastinya akan keberatan dengan PPN yang tinggi, meskipun PPN dibebankan kepada konsumen namun jangan salah pihak pelaku UMKM menghadapi dilematis. Ketika pihak UMKM menentapkan Harga Pokok Penjualan (HPP), mereka harus berfikir adanya penambahan PPN. Jika PPN tinggi maka secara otomatis harga jual akan mahal. Jika HPP murah, keuntungan apa yang didapat oleh UMKM? Apalagi sekarang biaya tetap dan biaya variabel untuk memproduksi suatu barang naik. Bisa bisa gulung tikar bisnis mereka. 

Sedangkan di pihak konsumen akan berfikir ulang membeli produk UMKM jika harganya mahal, pada akhirnya daya beli masyarakat terhadap produk UMKM turun. Roda perekonomian pun akan melambat. Padahal UMKM inilah penompang perekonomian Indonesia. Jika porak poranda UMKM lalu siapa yang akan menompang ekonomi negeri ini?

Poin keempat, menaikan tarif pajak. Sebelum menaikan pajak pihak IMF memberikan step step yang harus dilalui oleh Indonesia, yaitu (kontan.co.id) menghapus subsidi BBM, mengenakan cukai terhadap BBM, menghapus pembebasan PPN, dan menurunkan batas (threshold) PPN, lalu menaikan pajak. Dari step inilah maka kita sebagai rakyat jangan heran jika awal bulan september harga BBM naik, dan jangan heran jika ada kebijakan semacam pempek berpajak, nasi bungkus berpajak yang terjadi beberapa bulan yang lalu. Step yang diberikan oleh IMF hampir parnipurna dilaksanakan oleh pemerintah. Demi mengikuti titah sang pemberi pinjaman yaitu IMF pemerintah tak berfikir bagaimana nasib rakyat kedepan jika pajak terus naik. Tidak pernah berfikir apakah dapur rakyat mampu mengepul ataukah tidak. 

*Kapitalis Neolib*

Ya, dalam sistem ekonomi kapitalis pajak merupakan pemasukan yang handal. Di Indonesia pajak penyumbang pemasukan APBN.

APBN tahun 2018 sebesar RP 1.894,7 Triliun dan 1.618,1 Triliun berasal dari pajak. Sedangkan SDA migas hanya 80,3 Triliun dan non migas sebesar 23,3 Triliun. Artinya rakyatlah yang menyokong APBN negeri ini, rakyatlah yang kerja bating tulang untuk menyetorkan uangnya ke negara. Sedangkan SDA yang melimpah hanya menyumbang sedikit pajak. Inilah letak kelucuan bangsa ini, SDA diserahkan ke investor dalam maupun luar negeri, limbahnya diserahkan ke rakyat. Apakah pengelolaan negara seperti ini yang kita inginkan? Apakah kita tak ingin merubah bangsa ini menjadi lebih baik? Tentunya sebagai rakyat Indonesia yang baik kita harus berfikir ulang dengan sistem kapitalis neolib yang diterapkan di negeri ini. SDA milik Indonesia, yang seharusnya dikelola negara seperti yang tertuang dalam UUD pasal 33 ayat 3. Bukankah ketika Indonesia membebek dengan solusi IMF hal ini samgat menunjukan bahwa bangsa ini senyatanya belum merdeka? Masih terjajah karena masih banyak tangan tangan lembaga asing ikut campur dalam kebijakan negara ini. 

*Solusi Islam*

Di dalam islam pun jelas bahwa SDA adalah milik rakyat haram hukumnya dimiliki oleh investor seperti sabda Rasulullah "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad)".

Di dalam islam pun juga mengatur bahwa pajak bukanlah pemasukan utama bagi Khilafah, pajak hanya akan ditarik jika baitul mal benar benar kondisi kosong dan tidak ada pemasukan yang bisa menyokong kekosongan baitul mal. Selain itu pajak hanya dipungut untuk orang orang kaya saja. Bukankah sistem islam lebih memanusiakan manusia daripada sistem kapitalis neolib?

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak