Menanti Keadilan di Papua



Oleh : Miftahul Dwi Farida (Nutrisionist)



Ada hal krusial dibalik berderetnya problem yang mendera Papua, mulai dari soal kemiskinan, pembagian ekonomi yang tidak adil, ketertindasan, ancaman disintegrasi, pembantaian sipil dan militer oleh OPM, hingga rusuh di Manokwari. Problem itu berpangkal pada ketidakhadiran Negara di Papua.

Ketidakhadiran itu memicu ketidakadilan, perasaan terzalimi, kemudian menimbulkan perlawanan yang diboncengi kepentingan penjajah kapitalisme global asing. Letupan perlawanan itu, juga tidak ditindak tegas, sehingga menimbulkan korban sipil, polisi bahkan tentara. Terakhir, gerakan separatisme terorisme OPM telah terbuka mengumumkan perang kepada negara. Menyandera dan membunuh anggota Polda Papua, dan mengirim mayatnya kepada institusi tempatnya bekerja.

Di dalam buku Papua Road Map yang diterbitkan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) pada 2009 telah dituliskan akar masalah Papua yang meliputi : Peminggiran, diskriminasi, termasuk minimnya pengakuan atas kontribusi dan jasa Papua bagi Indonesia. Tidak optimalnya pembangunan infrastruktur sosial di Papua, khususnya pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan rendahnya keterlibatan pelaku ekonomi asli Papua, proses integrasi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang belum tuntas, siklus kekerasan politik yang belum tertangani, bahkan meluas. Pelanggaran HAM yang belum dapat diselesaikan, khususnya kasus Wasior, Wamena, dan Paniai.

Sudah cukup lama Papua ingin merdeka, tetapi sayangnya respon pemerintah kurang begitu efektif menghentikan gejolak Papua. Salah satu akar persoalan di Papua adalah adanya ketidakadilan dalam proses pembangunan yang dirasakan warga di Papua khususnya di pedalaman, pegunungan, dan daerah tertinggal. Persoalan makin kompleks karena di wilayah yang selama ini masih terisolasi dan belum terlayani pembangunannya itu, muncul sentra perlawanan kepada pemerintah. Padahal bumi Papua sangat kaya sumber daya alam. Tambang Freeport, gas Tangguh dan kekayaan alam begitu berlimpah di bumi Papua. Namun nyatanya, pembangunan di Papua begitu tertinggal dan masyarakatnya miskin.

Negara sadar, selama ini tak adil terhadap Papua, karenanya negara tak berani mengambil sikap tegas atas perilaku biadab OPM. Negara, justru seperti menjadi pemandu sorak dari banyaknya kengerian, berupa pembantaian dan persekusi di negeri ini.  

Seharusnya penduduk yang ada di Papua agar mengambil pelajaran Timor Timur memisahkan diri. Akibatnya krisis berbagai aspek dan semakin tidak makmur serta tidak sejahtera. 17 tahun silam, Republica Democratica de Timor Leste atau Republik Demokratik Timor Leste, resmi sebagai negara. Timor Leste menjadi salah satu negara termiskin. Kota ini tidak memiliki penerangan jalan dan sangat banyak rumah yang hancur. Di luar Dili, kondisinya lebih buruk, Laporan United Nations Development Programme (UNDP) menyebutkan, Timor Leste berada di peringkat 152 negara termiskin di dunia dari 162 negara. Berbagai masalah terkait ekonomi seperti tingginya angka kemiskinan, tingginya  pengangguran. Hancurnya infrastruktur Jaringan transportasi dan komunikasi runtuh, sebelum pada akhirnya seluruh layanan administrasi publik menjadi tidak berfungsi. Negara tidak memiliki pemerintahan, administrasi, polisi, kehakiman serta militer.

Maka jelaslah selama negara tidak hadir di Papua, baik untuk bertindak tegas pada OPM untuk melindungi rakyat Indonesia dan bertindak adil kepada rakyat Papua dan seluruh rakyat Indonesia, maka problem Papua ini tidak akan pernah tuntas. 


Selain itu, disintegrasi bukan sebagai solusi masalah Papua, tetapi akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Oleh karena itu mari kokohkan persatuan, segera tinggalkan pemikiran-pemikiran batil termasuk disintegrasi. Kita tinggalkan sistem batil buatan manusia, kita beralih menerapkan Syariah Kaffah agar sejahtera dunia-akhirat. Firman Allah QS Ali Imron ayat 103: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk”

Dengan penerapan Islam secara total maka masalah Papua dapat teratasi, karena Pemerintah pusat dalam hal ini adalah Khilafah akan menerapkan hukum yang adil tanpa diskriminasi kepada seluruh rakyat, termasuk rakyat di Papua. Juga memberlakukan Politik ekonomi dengan menjamin seluruh kebutuhan rakyatnya terpenuhi. Pengelolaan keuangan terpusat. Seluruh harta benda milik umum dan milik negara menjadi pemasukan Baitul Mal. Seluruh anggaran belanja baik untuk keperluan pemerintahan pusat maupun daerah, akan dipenuhi tanpa melihat pemasukan daerahnya kecil atau besar. Baik daerahnya miskin atau tidak, desa atau kota, maka pembangunan tidak berdasarkan pendapatan daerah, tapi sesuai kebutuhan.Termasuk di sini pembangunan infrastruktur. (Sistem Keuangan dalam Negara Khilafah, Abdul Qadim Zallum, hlm 65). Maka sudah saatnya Negeri ini menjadikan Islam sebagai sistem dalam pengurusan terhadap rakyat dengan menerapkan hokum yang bersumber dari Al-Quran dan sunnah.

Wallahu alam bishshowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak