Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Pemerintah Kalimantan Selatan sekali lagi mengadakan festival budaya pasar terapung sebagai upaya untuk mempromosikan pariwisata dan budaya yang berasal dari kearifan lokal. Tahun ini, acara berlangsung tanggal 23-25 Agustus 2019. Sebagai event pentas budaya dan seni, kegiatan tersebut diikuti berbagai daerah di Kalsel. Termasuk beberapa daerah lain di Indonesia.
“Dari kegiatan ini, kami berharap dapat meningkatkan jumlah kunjungan wisnus dan wisman ke Kalimantan Selatan. Yang jelas, event ini juga dilaksanakan dalam rangka mendukung gerakan Visit Kalsel 2020,” jelas Kepala Dinas Pariwisata Kalimantan Selatan (merdeka.com, 22/8/2019).
Event budaya tahunan Tabalong Ethnic Festival (TEF) kembali dilaksanakan untuk yang kedelapan kalinya dari 19-25 Agustus 2019. Dengan adanya TEF ini, merupakan bagian upaya dalam rangka melestarikan budaya yang berakar kuat pada kearifan lokal yang mesti terus dijaga. Kedepan diharapkan even ini tidak saja menjadi agenda besar di tingkat lokal, tetapi bisa dikembangkan menjadi agenda tahunan regional. TEF sendiri merupakan even festival budaya tahunan yang diinisiasi Perkumpulan Pusaka sejak tahun 2011 bersama PT Adaro Indonesia melalui program CSR (portal.tabalongkab.go.id, 20/8/2019).
Pemerintah Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) juga menggelar hajatan besar seni budaya dan wisata berskala nasional bertajuk Parisj Van Borneo Festival. Kegiatan berlangsung dari tanggal 30 Agusutus hingga 1 September 2019 yang dipusatkan di Lapangan Dwi Warna Barabai. Bupati HST menegaskan, bahwa selain konsisten memakmurkan masyarakatnya melalui peningkatan pembangunan, pihaknya juga terus mendorong kemajuan HST melalui sektor ekonomi kreatif dan pariwisata. “Pemerintahan kami akan terus mendorong masyarakat agar kedua hal tersebut bisa dimaksimalkan hingga turut serta mendongkrak perekonomian masyarakat di HST,” tutupnya (kalsel.antaranews.com, 20/8/2019).
Berbagai event mengangkat budaya lokal ke permukaan terus digalakkan di tiap daerah di Kalsel. Tujuannya meraup rupiah dari wisnus dan wisman yang tertarik berkunjung. Event ini bakal menjadi agenda tahunan. Sebagai perwujudan gerakan Visit Kalsel 2020.
Event budaya untuk memajukan pariwisata semakin dipromosikan. Untuk menghasilkan pendapatan daerah, pemasukan dari kunjungan wisatawan. Bila memungkinkan, berbagai objek wisata pun juga dibuka.
Dicari potensi yang memiliki daya menjual. Daerah-daerah pedalaman dikembangkan. Setiap wilayah dibiarkan memikirkan nasib sendiri. Namun, sejatinya hanya secuil keuntungan yang didapat dari wisata ini. Itu pun singgah ke kantong oknum kapitalis. Sebaliknya, dampak negatif yang muncul luar biasa. Mewabah, sangat sulit diatasi. Pergeseran nilai masyarakat, kerusakan yang suatu saat akan menggerogoti dari berbagai sendi. Membuat negara ini hancur perlahan!
Liberalisasi itu tidak hanya berlangsung di level negara tapi juga diarahkan kepada keluarga. Standar keluarga di negeri-negeri Islam terpola seperti keluarga ala Barat. Akidah dikikis sehingga tak lagi menjadi standar utama dalam hidup.
Liberalisasi sedang mengancam masyarakat. Nilai kesopanan pudar, pikiran teracuni nilai sekuler. Karena memisahkan petunjuk agama dari kehidupan. Mengikuti budaya liberal yang dibawa wisatawan. Aturan syariah tidak lagi diperhatikan. Gaul bebas merebak, kejahatan makin meningkat. Kerusakan moralpun mengejala di tengah kehidupan tanpa kendali. Inilah yang terjadi dalam penerapan sistem sekuler Kapitalisme neoliberal.
Tuntunan syariah telah jauh dari kehidupan. Alam dieksplotasi untuk kepentingan paa kapitalis. Sumber daya alamnya habis dikuras, dan diangkut ke luar negeri untuk negara asing. Rakyatpun harus mencari penghasilan sendiri. Tanpa memandang terhadap kerusakan moral yang kelak menimpa generasi. Liberalisme, hedonisme, dan permisifisme menggejala di lingkungan masyarakat. Nilai-nila masyarakat yang religius akan tergerus.
Menambah PAD dari event budaya bisa saja terwujud. Tapi yang membahayakan, syariat Islam semakin terpinggirkan. Karena liberalisme akan masuk bersamaan event ini. Dan ini akan terus dipertahankan oleh musuh-musuh Islam dengan berbagai dalih.
Padahal, Islam adalah agama yang sempurna dengan segala peraturan yang ada didalamnya karena berasal dari Sang Pencipta. Islam juga solusi untuk memecahkan seluruh masalah kehidupan, termasuk masalah liberalisasi yang mengancam generasi.
Islam punya pengaturan yang lengkap dalam hal aqidah dan ibadah. Begitu pula dalam aspek ekonomi, budaya, pendidikan, pergaulan, dan lainnya. Hingga budaya lokal yang tak sejalan dengan syariat Islam mesti ditinggalkan. Hanya syariat Islam yang wajib diterapkan dalam kehidupan.
Syariat melarang pembiaran asing berkuasa atas kaum Muslimin. Konsekuensinya, Khalifah tidak akan membiarkan celah bagi penjajahan asing, sekalipun hanya kerjasama pariwisata. Negara juga tak bakal membiarkan infiltrasi nilai yang merusak akidah dan akhlak umat.
Islam akan mewajibkan penguasa untuk mengelola kekayaan alam sesuai syariah. Sehingga hasilnya dapat mendatangkan berkah. Tidak untuk diserahkan kepada para penjajah, tapi harus diberikan sepenuhnya untuk menjamin pelayanan masyarakat. Apalagi, dalam sistem Islam pariwisata bukan sumber devisa utama. Negara mengandalkan sumber devisa utama dari pos khusus seperti fai-kharaj, kepemilikan umum dan pos zakat-sedekah. Sehingga, tak akan kekurangan dana dan mencari pemasukan lewat wisata.
Dalam sistem Islam, tujuan utama dipertahankan yaitu sebagai sarana dakwah dan diayah (propaganda). Menjadi sarana dakwah, agar manusia tunduk pada Al-Khaliq ketika menyaksikan keindahan alam. Tafakur alam akan dapat menumbuhkan atau mengokohkan keimanan pada Allah SWT. Selain itu, pariwisata digunakan juga sebagai sarana propaganda menunjukkan keagungan dan kemuliaan peradaban Islam.
Adanya wisata dapat digunakan sebagai sarana mendekatkan diri pada Sang Pencipta. Maka event untuk wisata mesti diarahkan agar sesuai koridor syar'i. Tuntunan ini akan menangkal segala kerusakan, dan menutup pintu liberalisasi yang membahayakan generasi.[]
*) Penulis, Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.