Oleh: Hamsina Halisi Alfatih
Materi presentasi Bank Dunia ke pemerintah beberapa hari lalu menyebutkan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terus menurun akibat produktivitas yang lemah. Kemudian kondisi current account deficit (CAD) juga disebut semakin terpuruk, hal-hal ini dinilai akan mempengaruhi aliran modal asing yang masuk dan keluar dari Indonesia.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan seluruh dunia saat ini memang sedang mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, dia optimis jika dana asing tak akan keluar dari Indonesia. Hal tersebut karena pemerintah berupaya penuh untuk mengeluarkan kebijakan agar Indonesia tetap menarik di mata internasional.
Laju pertumbuhan perekonomian suatu bangsa dipengaruhi oleh tingginya kualitas dan kuantitas barang, penyediaan fasilitas penghasil barang yang berkualitas serta tenaga kerja yang terampil. Tetapi perlu diingat lagi bahwasanya perekonomian Indonesia saat ini masih berasaskan ekonomi liberal. Negara masih berkelut dengan investasi, impor dan utang luar negri.
Inilah permasalahan utama atas kondisi pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini. Dan perlahan tapi pasti neoliberalisme atas perekonomian bangsa ini akan terus mengokohkan diri jika pemerintah masih bersikukuh mempertahankan sistem tersebut.
Neoliberalisme Pangkal Merosotnya Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Tak bisa dipungkiri Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam terbanyak di dunia. Hingga banyak para investor asing maupun swasta berlomba-lomba berinvestasi di negeri ini. Bagi pemerintah peran investor asing sangat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun hal ini justru menjadi tumpah tindih bahwasanya mekanisme produktivitas semakin melemah dan daya beli masyarakat menurun akibat peran kapitalis asing maupun swasta dalam mengambil peran sebagai produsen pengelola barang dan jasa, migas dan non migas.
Masuknya investor asing inilah merupakan wujud dari lahirnya kebijakan liberalisasi pemerintah dalam mengontrol perekonomian. Padahal investasi sendiri merupakan jalan dari neoliberalisme yang melahirkan kemiskinan serta penderitaan masyarakat. Hal ini bisa kita lihat sendiri bagaimana serbuan impor barang dan jasa yang kemudian menekan harga pasar dalam negeri. Hasilnya produk luar negeri semakin diminanti tetapi produk lokal tenggelam, akibatnya produktivitas barang menurun, perusahaan gulung tikar dan lahirnya para pengangguran.
Maka cara pandang pemerintah dalam mengambil solusi investasi sebagai jalan untuk memajukan perekonomian bangsa ini adalah jelas-jelas sebuah kesalahan fatal. Karena pada faktanya pemerintah justru memberi keuntungan bagi kaum kapitalis dalam menggerut aset bangsa terlebih lagi kebijakan tersebut berjibaku dengan praktik riba.
Oleh karena itu, kebijakan investasi tersebut membuat Indonesia akan semakin sulit dalam membangun fondasi ekonomi yang tangguh sebab mereka terus bergantung kepada negara-negara industri. Dengan demikian, mereka tidak akan pernah bergeser menjadi negara industri yang kuat dan berpengaruh. Di samping secara faktual jelas-jelas merugikan, dan kemiskinan serta penderitaan akan semakin bertambah ditengah-tengah masyarakat. Selain itu dalam pandangan islam hal ini jelas keharomannya karena menjadikan hak kepemilikan umum dikuasai oleh investor asing.
Cara Islam Mengatasi Perekonomian
Telah kita ketahui bersama bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk mayoritas Islam, akan tetapi sistem ekonomi yang diterapkan bukanlah sistem ekonomi Islam. Dan perlu diketahui pula bahwa dengan menerapkan konsep ekonomi Islam hal tersebut dapat mengatasi berbagai problematika ekonomi.
Sebagaimana islam dalam mengatasi kepemilikan individu, umum dan negara. Konsep ekonomi islam dalam mengatur kepemilikan telah diatur dengan jelas. Seperti seorang individu hanya berhak menguasai barang-barang yang masuk dalam kategori milkiyyah fardiyyah. Sementara untuk kepemilikan umum (milikiyyah ‘ammah) dan negara (milikiyyatu ad-daulah) berada di tangan pemerintah yang dikelola untuk kemaslahatan rakyat.
Sementara ekonomi neoliberalisme menganggap kepemilikan sumber daya alam sebagai milik individu atau lembaga swasta yang di dalamnya menggunakan persaingan bebas dalam mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya. terlebih lagi, adanya pasar bebas akan menghalang-halangi negeri-negeri Islam untuk membebaskan diri dari belenggu kekufuran dan orang-orang kafir. Jelas ini adalah perkara yang diharamkan oleh Allah swt. Allah swt berfirman :
وَ لَنْ يَجْعَلَ اللهُ لِلْكاَفِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلاً
"Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang beriman”. (TQS. An-Nisaa' 4:141)
Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum. Kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara. Hasilnya diserahkan untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Sebaliknya, haram hukumnya menyerahkan pengelolaan kepemilikan umum kepada individu, swasta apalagi asing.
Di antara pedoman dalam pengelolaan kepemilikan umum antara lain merujuk pada sabda Rasulullah saw.:
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ
Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Rasullullah shallallahu alaihi wassalam bersabda:
ثَلَاثٌ لَا يُمْنَعْنَ الْمَاءُ وَالْكَلَأُ وَالنَّارُ
Tiga hal yang tak boleh dimonopoli: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Terkait kepemilikan umum, Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan hadis dari penuturan Abyadh bin Hammal. Dalam hadis tersebut diceritakan bahwa Abyad pernah meminta kepada Rasul saw. untuk dapat mengelola sebuah tambang garam. Rasul saw. lalu meluluskan permintaan itu. Namun, beliau segera diingatkan oleh seorang sahabat, “Wahai Rasulullah, tahukah Anda, apa yang telah Anda berikan kepada dia? Sungguh Anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mâu al-iddu).” Rasul saw. kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi).
Selain itu, konsep ekonomi islam memiliki nilai yang tidak dimiliki oleh ekonomi lainnya, yaitu nilai agama. Nilai religius dalam ekonomi Islam terletak pada pengharaman riba. Islam sebagai agama rahmatan lil a'lamin tidak memberi toleransi atas segala bentuk praktik riba. Islam menganggap riba sebagai satu unsur buruk yang dapat merusak masyarakat ekonomi, sosial, maupun moral. Bahkan, Rasulullah saw melaknat semua praktik riba.
Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ
“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama.”(HR. Muslim no. 1598).
Oleh karena itu, dalam menjalankan konsep ekonomi islam dibutuhkan adanya peran negara dalam mengelola sumberdaya alam sebagau kepemilikan umum dan negara. Selain itu konsep ekonomi islam pula tidak mengacu pada praktik riba yang bersumber dari ekonomi neoliberalisme. Maka berkenan dengan hal tersebut hanya dapat dijalankan ketika negara menerapkan aturan islam secara kaffah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam mensejahterakan umat manusia.
Wallahu A'lam Bishshowab