Kultur Ilmu Al-Azhar Kairo yang Masih Terjaga Hingga Saat ini



Oleh : Hawilawati,  S.Pd

(Praktisi Pendidikan)



Sebagaimana nasihat emas imam Syafi'i penuh hikmah di bawah ini. Baik sekali jika kita renungkan maknanya,

Merantaulah

Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing  (di negeri orang).


Merantaulah

Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan (kerabat dan kawan).

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.


Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan

Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, akan keruh menggenang.


Singa jika tak tinggalkan sarang, tak akan dapat mangsa

Anak panah jika tak tinggalkan busur, tak akan kena sasaran.


Jika matahari di orbitnya tak bergerak dan terus berdiam

Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang.


Bijih emas tak ada bedanya dengan tanah biasa di tempatnya (sebelum ditambang).

Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan.


Jika gaharu itu keluar dari hutan, ia menjadi parfum yang tinggi nilainya.

Jika bijih memisahkan diri (dari tanah), barulah ia dihargai sebagai emas murni.


Merantaulah

Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing  (di negeri orang)



Demikianlah betapa kuatnya nasihat beliau bagi pemburu ilmu agar berani merantau ke negeri orang, merasakan ditempa pahitnya Tholabul Ilmi.

---

Mengapa memilih belajar di Al-Azhar negeri Kinanah?


Sebagaimana hikmah yang diambil dari syair imam Syafi'i di atas, tidak perlu khawatir jika generasi belajar ilmu keluar dari zona aman ke negeri luar. Justru lelah dan pahitnya berjuang belajar di negeri luar akan  terasa sangat nikmat dan manis jika menuai ilmu bermanfaat. Akan mendapatkan orang-orang baru menggantikan yang ditinggalkan. Ia akan memiliki banyak pengalaman bahkan  ilmunya akan lebih bernilai plus, ibarat kayu gaharu biasa akan menjadi parfum yang lebih bernilai tatkala sudah keluar dari hutan.


Kita pun semakin  merasakan bahwa saat ini kondisi seluruh negeri-negeri Islam memiliki atmosfir yang sama yaitu suasana  kehidupannya yang sekuler, tersebab tiadanya tatanan kehidupan Islam yang dinaungi Khilafah Islamiyyah. Namun hebatnya kultur keilmuan di negeri kinanah tersebut masih tetap terjaga.Inilah yang menjadi satu dari berbagai alasan mengapa memilih studi di Al-Azhar.


Universitas tertua di dunia


Al-Azhar sesungguhnya merupakan perguruan tinggi swasta yang dibangun sejak zaman kekhilafahan Abbasiyyah yang dibiayai oleh waqaf dan dibangun tradisi belajar sejak ribuan tahun sampai hari ini. Dulu generasi Islam belajar di masjid Al-Azhar, namun sejalan dengan perkembangannya dibangunlah lokasi universitas untuk lokasi belajar para calon LC, Master ataupun Doktor. 


Universitas Al-Azhar berawal dari pendirian masjid pada tahun 970 M (Masehi), oleh Dinasti Fatimiah dan secara resmi diorganisir pada tahun 988 M. Pada saat itu, Kairo sudah ditaklukkan oleh pasukan Fatimiah pada tahun 969 M yang kemudia membangun sebuah masjid dimanakan Jami’ al-Qahira (Masjid Kairo). Pembangunan masjid ini berlangsung selama 2 tahun dan pertama kali digunakan untuk sholat pada saat 7 Ramadhan 361 H / 22 Juni 972 M. 


Seiring berjalannya waktu, komplek masjid Jami’ al-Qahira diubah namanya menjadi al-Azhar. Nama al-Azhar berasal dari julukan Fatimiah al-Zahra, putri dari Nabi Muhammad SAW dan istri dari Ali bin Abu Thalib. Sejak saat itu, Jami’ al-Qahira lebih dikenal dan diketahui dengan nama Al-Azhar. Lahirnya Al-Azhar sebagai lembaga Pendidikan dimulai pada saat dinasti Fatimiah berada di puncak kejayaannya. Saat itu, dinasti Fatimiah dipimpin oleh Abu al-Manshur Nizar al-Aziz pada tahun 975 M–996 M.


Pada masa perkembangannya, Universitas Al-Azhar tidak hanya memiliki pembelajaran yang sebatas pada ilmu agama saja. Pada masa keemasannya di abad ke 14 dan ke 15, Universitas Al-Azhar mulai memberikan ilmu seperti ilmu kedokteran, matematika, astronomi, geografi, dan sejarah. Meskipun begitu, teologi dan hukum tetap menjadi studi dan penelitian utama yang difokuskan. Inilah pertengahan dari sejarah berdirinya Universitas Al-Azhar. 


Ilmu Al-Azhar menjadi rujukan Pesantren


Mengutip perkataan KH.Hafidz Abdurrahman (Khadim Ma'had Syaraful Haramain Bogor)  pada acara sharing belajar di Mesir yang diadakan oleh Ma'had Birulwalidain di Bogor, "Banyak sekali para ulama terdahulu yang berasal lulusan dari universitas tertua tersebut dan kita lihat tafsir jalalain dan mungkin syarahnya. Tafsir ashowiy itu juga merupakan ulama Al-Azhar, Al-Bajuri itu ulama Al-Azhar yang materinya banyak dipakai dikalangan pesantren-pesantren, karena itu jika bisa saya katakan menjadi rujukan yang dipakai pesantren-pesantren  hampir semua adalah produk Al-Azhar."


Jadi tak diragukan lagi ilmu syar'i di Al-Azhar hingga kini  menjadi rujukan pesantren di negeri-negeri islam tak terkecuali di tanah air.


KH.Ustaz Hafidz- pun menegaskan bahwa harus diketahui, kondisi belajar di negeri tersebut memang godaannya banyak sekali seperti administrasinya,  lingkungannya, cuacanya dan memang ulama-ulama terdahulu Al-Bajuri, imam Suyuthi, Ibnu Hajar Al- Atsqolani itu mereka berada di lingkungan khilafah."


Sementara saat ini di luar lingkungan Al-Azhar sangat dirasa kondisi sekulernya, sehingga generasi harus  dibentengi dengan Akidah Islam yang kuat sebagai standar perbuatan agar tidak terwarnai lingkungan yang serba bebas layaknya di Indonesia.


Sebelum memasuki tahapan study di Univ. Al-Azhar ada dua jalur yang bisa menjadi opsi di antaranya :

1.Program beasiswa dengan Mengikuti tes kemampuan di tanah air melalui Depag dengan syarat min.lulus Aliyah atau SMA.

2.Program mandiri, yang  study-nya mulai di Ma'had (sekolah SMP  atau SMA di Mesir terlebih dahulu) setelah itu lanjut Univ.Al-azhar

---

Kali ini penulis  hanya akan membatasi pembahasan pada study di opsi kedua, bahwa kebijakan pendidikan Ma'had (jenjang SMP dan SMA) di Mesir berbeda sekali dengan kebijakan di Indonesia.

Bagi pelajar asing yang akan melanjutkan belajar disana harus mengikuti berbagai tahapan tes/ujian. 


Untuk opsi kedua, bisa dikatakan tidak berdasarkan nilai ijazah SMP dan SMA  di Indonesia, karena syarat belajar tingkat Ma'had Al-Azhar harus mengikuti beberapa tes. Dan kerennya tidak akan ditemukan praktek riswah  (suap) atau beli kursi, semua murni sesuai hasil tes calon pelajar.


Modal apa yang harus dipersiapkan bagi calon pelajar agar dapat mengikuti tes? Tentu adalah Bahasa Arab. Betapa penting Nahwu shorof dalam hal ini, karena semua tes berbahasa arab.


Tujuan  tes tersebut adalah untuk  mengetahui kemampuan calon pelajar menguasai bahasa arab dalam menyelesaikan berbagai soal yang diujikan.


Adapun tahapan tersebut adalah

1. Mengikuti Program Dirosah Khossoh (penyetaraan lughoh/bahasa) yang terdiri dari 6 level, diantaranya mubtadi awwal, mubtadi tsani, mutawasit awwal, mutawasit tsani, mutaqadim awwal dan mutaqadim tsani 


Yang masing-masing level ditempuh selama 6 pekan, sehingga dalam waktu maksimal 1 tahun semua level dalam program Dirosah Khossoh (DK) selesai dilalui para pelajar. Setiap pelajar akan ditempatkan di level DK sesuai dengan hasil tes.


2. Jika pelajar sudah  menyelesaikan DK maka selanjutnya akan mengikuti intiham (ujian) tuk penempatan level ma'had atau sekolah apakah layak ditempatkan di-i'dadi (selevel SMP) atau Tsanawiy (selevel SMA). 


Ujian kenaikan level pun terus dilakukan setahun sekali dan jika pelajar memiliki kesiapan yang baik serta mampu menyelesaikan berbagai soal yang diujikan bisa berpeluang lompat tingkat (ekselarasi), lagi-lagi ini semua tergantung hasil tes. Adapun tingkatan level di Ma'had Al-Azhar ini adalah I'dadi awal, tsaniy, akhir dan Tsanawiy awal, tsaniy serta akhir.


3. Bagi pelajar yang sudah berada di level tsanawiy akhir maka akan berkesempatan belajar di Universitas Al-azhar.


Untuk mengikuti program  DK tidak ada batas usia, yang terpenting kehadiran siswa saat DK memenuhi syarat, karena jika kehadiran tidak memenuhi ketentuan akan terancam drop out.



Perlu diperhatikan bahwa  tatkala generasi study ke Mesir harus diperkuat dengan tujuannya disertakan proses pembinaan diri, agar serius dan fokus study.


Di luar Ada ribuan alumni Al-Azhar, namun mengapa tidak banyak memberikan kontribusi di negeri Islam? bahkan banyak yang kembali ke tanah air justru masih berfikir sekuler. Jangan sampai anak-anak kita pulang demikian bahkan menjadi liberal ataupun Syiah, Naudzubillah. Mengapa itu terjadi?

"Karena banyak yang belajar di Al-Azhar tidak melakukan proses pembinaan yg baik," ujar KH.Hafidz Abdurrahman kepada ratusan orangtua pelajar Mesir di Bogor.


Ini yang harus digarisbawahi mau sekolah manapun generasi harus dibina intensif dengan pemikiran ideologis agar syakhsiyyah Islamiyyah (pola pikir dan sikap islami) tertancap kuat dalam diri. 


Adapun markaz-markaz yang ada di Mesir bagi anak-anak Indonesia berfungsi tidak hanya sebagai fasilitator pelajar Ma'had namun juga sebagai penanggungjawab untuk memberikan  periayahan (pengurusan) keperluan mereka, ibaratnya mudir/ah asrama sebagai orangtua mereka, sebagai mata dan telinga pelajar yang akan mengontrol pola harian pelajar (pola pikir dan tingkah laku) dengan pembinaan baik,  karena memang mereka  jauh dari orangtuanya sendiri sebagaimana dijelaskan oleh ustadzah Nilayati selaku Mudiroh Ma'had Birulwalidain.


Demikianlah tahapan belajar di Mesir bagi level SMP & SMA di  Ma'had Al-Azhar. Masa depan milik Islam,umat harus punya investasi hari ini. Agar dapat panen untuk masa depan. Tidak lain dengan mempersiapkan generasi faqih fiddin dengan ilmu agama yang mumpuni, sehingga kelak siap mengisi peradaban Islam dalam kejayaannya dan meluaskan betapa agungnya Islam dalam menyelamatkan peradaban dunia.

Allahu Akbar!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak