Ketika Wayang Lebih Berharga Ketimbang Nyawa Rakyat



By : Shaheeda AlFatih


Inilah yang kini terjadi di negeriku tercinta. Ketika disudut negeri tengah terkoyak dan ricuh, sedikitpun mereka tak bergeming. Mereka lebih memilih mementingkan urusan nafsu mereka. 

Papua berteriak meronta mengharapkan pertolongan, namun mereka hanya diam seolah tak mendengar. Pembakaran sarana pun seolah kepulan asapnya tak terlihat dan tak tercium.



Belum lagi akan kebijakan asuransi kesehatan yang akan merangsek naik mencekik. Dan seolah menjadi isyarat, rakyat miskin tak boleh sakit.

Lalu untuk apa iuran asuransi kesehatan mereka naikkan?


Tak hanya itu, rakyat tengah dipersiapkan dengan kejutan baru, Tarif Dasar Listrik pun akan merangkak naik, PDAM pun arah alirannya tak lagi mengalir ke tempat yang rendah, melainkan akan mengalir menuju ke atas.

Apa tujuan mereka melakukan ini semua? Perlahan namun pasti rakyat akan mati di dalam lumbung padi akibat ulah penguasa negeri.


Dan yang aneh dan sangat mengocok perut, sebagian pemujanya menganggapnya ibarat Khalifah Umar bin Khattab....

Tak salahkah itu?? Umar bin Khattab versi siapa?


Hei.... Periksa kembali daya membaca dan daya ingatmu..

Apa yang telah dia lakukan untuk negeri sehingga kalian bisa mengibaratkannya seperti itu? Sudahkan dia mensejahterakan negeri? Mensejahterakan rakyat? Sudahkah dia memberi sokongan buat saudaramu yang didera kelaparan??

Pedalaman Papua, pedalaman Seram. Berapa banyak nyawa yang melayang akibat didera lapar dan ekstrimnya cuaca??


Itu baru untuk urusan dunianya saja...

Bagaimana untuk urusan agamamu?? Apa yang telah dia lakukan?

Tidakkah kalian lihat ulama dipersekusi, dakwah dibatasi, volume toa dibatasi..

Bahkan bendera tauhid dilarang untuk dikibarkan....


Ah,aku heran dengan nalar kalian yang begitu memujanya...


Kerusuhan seolah dianggapnya sebagai irama backsound dari pertunjukan wayang yang tengah ditontonnya. Teriakan jerit kesakitan rakyat seolah dianggapnya sebagai nyanyian sinden pengiring tema wayang yang sedang berlakon dihadapannya.


Belum lagi daerah daerah yang masih butuh uluran pasca terjadi bencana. Dimana masyarakatnya belum mendapat hunian untuk berteduh dengan layak. Masih berteduh dibawah tenda tenda darurat yang mereka buat seadanya.

Rehab rekon daerah daerah pasca bencana sepertinya tak begitu menarik perhatiannya. Justru memindahkan ibukota dengan dana yang fantastik sepertinya lebih menarik buatnya. Bermain main dengan nominal angka yang tertera disecarik kertas sambil tertawa terpingkal menonton wayang lebih mengasyikkan daripada proses rehab rekon yang lebih urgent bagi rakyatnya.


Ah, aku tak tau ini kutukan atau cobaan dari pemilik dunia karena kita sudah jauh melenceng jauh dari syari'atnya....


Ummat, bangkitlah dari tidur lelapnya yang panjang. Lihatlah dengan seksama apa yang telah terjadi di negerimu. Lihatlah bagaimana mereka memperlakukan ibu pertiwi. 

Bangkitlah saudaraku, usaplah air mata ibu pertiwi. Jangan biarkan ia menangis darah melihat perlakuan saudaramu yang lain yang telah mendurhakainya.


Mari bersama kita bangkit, bersama kita berjuang demi negeri tercinta.

Bersama kita tegakkan keadilan berdasarkan hukum pemilik negeri, berdasarkan hukum Allah. Kita bangun negeri berdasarkan syari'at Allah.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak