Ketika Kurikulum Islam di Kriminalisasi



Oleh : Puput Weni

            Jakarta, Gatra.com- Direktuk Kurikulum Sarana Prasarana Kesiswaan dan Kelembagaan (KSKK) Madrasah Kememtrian Agama, Ahmad Umar menuturkan, di tahun ajaran baru 2020, tidak akan ada lagi materi perang di mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Baik untuk Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTS) ataupun di Madrasah Aliyah (MA).
Menurut Umar, hal itu dilakukan agar Islam tidak lagi dianggap sebagai agama yang radikal, atau agama yang selalu saja dikaitkan dengan perang oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, Dirjen Pendidikan Islam pun juga ingin mengajarkan pada para siswa, bahwa islam pernah sangat berjaya di masa lalu.
Kebijakan menghilangkan kisah perang dalam Islam secara tidak langsung beliau mengiakan bahwa seakan-akan peperangan yang pernah dijalankan oleh Rosulullah dan para sahabat terkesan anarkis, intoleran dan bertindak brutal kepada umat agama lain. Oleh sebab itu, umat islam haruslah waspada dan kritis dalam menyikapi informasi yang didapat agar tidak tergiring pada pemikiran yang terkesan secara halus berpihak kepada Islam namun sejatinya malah sebaliknya. Dimana mengatas namakan radikalisme, kekerasan, dan kejahatan yang dibungkus atas dasar agama. Hal itu sangatlah salah karena islam tidak pernah menyuruh untuk membunuh orang tanpa alasan yang jelas, sedang jihat dalam peperangan adalah sebuah perkara yang diperintahkan untuk menghentikan kekerasan, kedzaliman dan peperangan itu sendiri bukan untuk menimbulkan kekacauan.
Dalam Islam terdapat aturan dalam berperang seperti larangan merusak tempat ibadah, merusak lingkungan, membunuh binatang ternak, membunuh anak-anak dan wanita, menebang tamanan, membunuh musuh yang telah menyerah dan segala bentuk yang tidak beradap. Perang dalam Islam sangat sulit karena peraturan begitu banyak dan memikirkan aspek kemanusiaan. Dalam Perang Badar misalnya, yang emnjadi korban hanyalah orang yang ikut berperang saja. Perang Badar yaitu pertempuran antara umat Islam dengan total pasukan 313 orang dan Quraisy dari Mekkah 1000 orang. Korban dari kedua belah pihak ialah Mekkah 70 orang tewas dan 70 orang tertawan sedangkan korban pasukan Muslim umumnya dinyatakan sebanyak 14 orang tewas (Wikipedia: 2019). 
          Dan bagaimana jika perang tampa aturan sebagai contoh beberapa perang dengan korban terbanyak sepanjang sejarah ialah yang pertama, Perang Dunia II (1939-1945) dengan korban hampir 1000 juta jiwa dan lebih dari 9 juta jiwa dinyatakan hilang. Kedua, Pemberontakan Dinasti Ming (1616-1644) sedikitnya 30 juta nyawa warga sipil dan tentara melayang sia-sia. Ketiga, Perang Dunia I (1914-1918) lebih dari 30 juta orang dan melibatkan hampir 70 juta orang tentara dari berbagai negara (idntimes.com: 2017). Sebagian besar perang tersebut di mulai dan dilakunan oleh non-muslim.
Dari fakta-fakta sejarah yang telah ada bisa saja kita sebut mereka radikalisme atau terorisisme namun lantas kenapa kita umat Islam tidak boleh menyalahkan agama atas peristiwa tersebut. Karena perilaku orang tidak mencerminkan agamanya. Tidak ada satu pun agama yang mengajarkan dan mengizinkan umatnya melakukan kekerasan, kejahatan, kebiadapan dan tindakan tidak terpuji lainnya.
Sehingga bagaimana mungkin peperangan dalam Islam dikaitkan dengan radikalisme dan terorisme sehingga umat Islam digiring untuk takut dengan sejarah agamanya sendiri atau bahkan takut dengan ajaran Islam. Isu-isu Islamophobia pada pelajaran agama yang dikemas atas nama deradikalisasi ini akan menghambar generasi penerus kita untuk mendapatkan informasi sejarah Islam secara utuh.
Terdapat dua perang yang dikisahkan dalam Al-Qur’an yaitu Perang Uhud (QS. Ali-Imron:165) dan Perang Hunain (QS, At-Taubah:25). Dari dua kisah perang tersebut dapat diambil pelajaran yang sangat berharga salah satunya adalah bahwa betapa pentingnya pengokohan Aqidah dan ketundukan yang sempurna kepada Allah SWT dan Rosul-Nya. 
  Terbukti kisah perang dalam Islam merupakan isi dari Al-Qur’an yang harus disampaikan kepada para pelajar sehingga tidak mungkin bisa dihilangkan dari materi pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Jika menghilangkan kisah-kisah perang dalam Islam sama halnya tidak menyampaikan ajaran Islam secara kaffah dan menolak terhadap ayat-ayat perang yang ada dalam Al-Qur’an ama halnya menunjukkan penolakan kepada Al-Qur’an secara keseluruhan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak