Ketika Ilmu Pengetahuan Tidak Sejalan Dengan Ruh Agama



Oleh: Ummu Hanif – Anggota Lingkar Penulis Ideologis


Sebuah disertasi untuk program doktor di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta menghebohkan para akademisi Islam. Kajian ini memaparkan pemikiran pemikir Islam, Muhammad Syahrur, tentang celah hubungan seks di luar nikah yang dibolehkan. 



Sementara islam dengan tegas melarang hubungan seks di luar pernikahan. Hukum itu berlaku dan dipahami seluruh muslim di dunia. Mayoritas agama lain juga memberlakukan aturan yang sama. Namun, sebuah disertasi di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, memaparkan sebaliknya. Ada celah di mana hubungan seks tanpa menikah atau non marital bisa dianggap halal. Disertasi yang berjudul “Konsep Milk Al-Yamin Muhammad Syahrur sebagai Keabsahan Hubungan Seksual Non Marital” itu disusun oleh Abdul Azis, pengajar di UIN Surakarta. (www.tribunnews.com, 1/9/2019)



Kontan saja, hal ini menuai kontroversi dan membuat banyak kalangan jengah. Betapa tidak, sebab hal ini dapat membawa konsekuensi yang rumit dan panjang dalam kehidupan masyarakat kita nantinya, yang berbudaya Timur dan beragama, khususnya agama Islam. Terlebih lagi, perguruan tinggi yang membawa nama islam tersebut, dikabarkan telah memberi nilai memuaskan pada hasil disertasi tersebut, dengan landasan ini adalah karya ilmiah.



Benar, mungkin secara keilmuan, data yang digunakan memenuhi syarat keilmiahan sebuah karya, namun seharusnya ilmu pengetahuan dan agama berjalan selaras dan seirama. Sesuai dengan firman Allah SWT bahwa IA menciptakan jin dan manusia semata untuk beribadah kepadaNYA (QS Adz- dzariyat : 56). Makna mengabdi adalah bahwa kita sebagai hambaNYA harus berusaha mencari jawaban secara ilmiah melalui ilmu pengetahuan, yang digunakan untuk menguatkan dan membenarkan apa yang IA nyatakan dalam Al Qur’an, BUKAN justru sebaliknya! Malah ilmu pengetahuan digunakan manusia untuk ‘membuktikan’ bahwa pernyataanNYA dalam AlQur’an adalah salah, atau ada “pengertian lain” yang seolah lalu membolehkan apa yang seharusnya haram dilakukan. Padahal banyak ayat dan hadist, yang secara nyata dan terang menjelaskan definisi zina dan keharamannya.



Maka tidak berlebihan jika banyak pihak khawatir, bahwa hasil penelitian keliru ini akan membawa dampak pada semakin maraknya kehidupan seks pranikah tanpa merasa bersalah, bahkan akan menuntut balik mereka yang mengusiknya sebagai apa yang dikatakan Abdul Aziz sebagai bentuk kriminalisasi. Semakin meluasnya penyakit kelamin, karena seks dapat diperoleh dengan siapa saja, asal ada kesepakatan satu sama lain, suka sama suka. Naudzubillah min dzalik.



Demikianlah kalau kita amati, semakin kita tidak peduli dengan aturan sang Ilahi, semakin banyak keruwetan dlam hidup ini. Carut marut dan semakin susah di atasi. Maka ini menjadi renungan kita bersama, belum saatnyakah kita kembali kepada aturan-aturan Islam yang sempurna dan senantiasa menghadirkan Allah SWT di setiap langkah? Berapa lama lagi kita hidup tanpa arah?  Sungguh,  Rasulullah SAW telah mengingatkan kita, “Telah aku tinggalkan dua perkara, kalian tidak akan sesat selamanya jika kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya.”

Wallahu a’lam bi ash showab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak