Oleh: Nor Aniyah, S.Pd*
Kepala Humas Pengadilan Agama Banjarmasin mengatakan, pada 2018 tingkat perceraian baik cerai gugat maupun talak yang telah diputus pengadilan mencapai 2.310 kasus. Sedangkan pada 2019 hingga Juni, mencapai 1.150 kasus perceraian lebih, dengan penyebab perceraian karena gugat dan talak. Menurutnya, hampir 90 persen, penyebab perceraian tersebut disebabkan karena masalah ekonomi, baik karena ekonomi berlebih atau karena ekonomi rumah tangga yang tidak mencukupi. “Bukan karena pernikahan dini atau pernikahan di bawah usia 16 tahun, tetapi murni kebanyakan karena persoalan ekonomi,” katanya (kalsel.antaranews.com, 01/07/2019).
Pengadilan Agama (PA) Banjarbaru tahun ini kembali disibukkan dengan banyaknya perkara perceraian yang harus mereka selesaikan. Baru sampai pertengahan tahun, sudah ada 597 pasangan suami istri (Pasutri) yang mengajukan diri untuk bercerai. Sementara itu, Panitera Muda PA Banjarbaru menyampaikan, dari hampir 600 perkara perceraian tersebut paling banyak ialah cerai gugat (istri yang menggugat cerai suami). “Perselisihan ini banyak faktornya. Seperti faktor ekonomi, hadirnya orang ketiga hingga KDRT,” ujarnya (kalsel.prokal.co, 29/07/2019).
Kalsel terkenal sebagai daerah religius. Namun ironisnya tingkat perceraian tinggi, mencapai 2000 lebih. Faktor ekonomi ditengarai menjadi masalah utama. Padahal pemerintah mengatakan tingkat kemiskinan telah menurun dan pertumbuhan ekonomi meroket. Namun mengapa justru hal ini memicu keretakan rumah tangga banyak keluarga?
Penerepan sistem kapitalisme demokrasi telah memiskinkan keluarga-keluarga. Karena dalam kapitalisme memang hanya segelintir orang saja menikmati kekayaan di dunia. Sehingga, keluarga muslim disibukkan untuk mencari sedikit remah-remah kue kekayaan sisa kapitalis Bahkan, kaum ibu pun kerap terpaksa ikut memikul beratnya beban mencari tambahan nafkah, agar asap dapur mengepul. Negara telah mengabaikan peran utamanya sebagai pengatur urusan masyarakat dan pelayan umat.
Selain itu, ada berbagai program yang sengaja Barat rancang untuk menggoyahkan keluarga Muslim. Seperti pemberdayaan perempuan dan ibu muka publik dengan sudut pandang ala kapitalisme. Yang semua itu sekadar memanfaatkan, mengeksplorasi tenaga, pikiran, dan daya tarik kaum perempuan dan ibu dengan harga yang sangat murah dibandingkan banyaknya dampak negatif yang dihasilkan bagi keluarga.
Ini bukti bahwa negara masih abai dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Juga abai dalam menjaga keutuhan keluarga-keluarga muslim di dalamnya. Padahal sejatinya negara berperan sebagai pelayan umat yang menyediakan seluruh kebutuhan hidup rakyatnya. Agar rakyat hidup sejahtera dan tentram dalam rumah tangganya.
Mengapa angka perceraian kian meningkat saat ini? Kehidupan dalam keluarga di dalam sistem sekuler sangat berat. Berbagai himpitan datang. Sulitnya belanja keperluan sehari-hari. Harga-harga barang sembako selangit. Tidak mencukupi gaji dan besarnya pengeluaran. Selain itu, tidak ada dasar untuk menyelesaikan permasalahan dengan cara yang shahih (benar), sehingga keluarga sering terombang-ambing. Masalah sedikit saja langsung kata cerai terlayangkan. Atau kata gugat dilemparkan pada pasangan.
Allah SWT berfirman: Dan di antara tanda-tanda kekuasan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenisnya sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (TQS. ar-Rum [30]: 21).
Keluarga Muslim sebelum terbentuk telah punya rencana yang jelas. Tak sekadar hubungan atas dorongan kebutuhan biologis, memenuhi hasrat seksual. Bukan pula alasan kebutuhan materi, supaya ada yang menanggung kebutuhan finansial. Akan tetapi, tujuan terbentuknya pernikahan keluarga Muslim, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Membina rumah tangga dengan niat menggapai ridho dari-Nya.
Keluarga muslim adalah keluarga yang kokoh. Karena dibangun atas dasar akidah. Selalu mengaitkan segala permasalahan di kehidupan rumah tangga dengan panduan syariah Islam. Misi keluarga Muslim jauh kedepan, menciptakan keluarga yang bahagia di dunia dan akhirat. Maka, tidak mudah bubar ketika terbentur masalah.
Sesungguhnya, negaralah pelindung, pengayom, dan benteng yang menjaga dan melindungi seluruh rakyatnya dan keluarga. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw: "Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas pihak yang dipimpinnya, penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya." (HR. al-Bukhari, Muslim).
Dengan demikian, sudah selayaknya keluarga Muslim menyadari, keluarga mereka akan mampu hidup dalam lingkungan yang kondusif dan menjadi sakinah mawaddah dan rahmah bila tumbuh di lingkungan yang mendukungnya.
Di dalam sistem Islam, sebelum menikah tentu Muslim dan Muslimah akan dibekali dengan keimanan dan persiapan mental, tsaqafah dan keilmuan sehingga siap mengarungi lautan hidup dalam bahtera rumah tangga. Penguasa juga bertanggung jawab untuk menyejahterakan keluarga Muslim. Seperti kebutuhan sandang, pangan, papan. Bahkan kebutuhan dasar dalam sistem Islam juga akan dijamin seperti bidang kesehatan, dan pendidikan secara gratis dan berkualitas tinggi. Para suami, ayah atau wali yang bekerja diberikan upah besar, sehingga mampu memberikan nafkah berkecukupan. Kesejahteraan keluarga akan terjamin oleh sistem yang dijalankan penguasa. Maka, kasus perceraian karena semata alasan sulitnya ekonomi keluarga akan mustahil terjadi.
Dalam Islam perceraian dibolehkan, ketika ada unsur yang membuat setiap pasangan tidak bisa lagi bersama. Misalnya, salah satu pihak melakukan kemaksiatan besar, tidak memberikan nafkah kepada istri tanpa alasan syar’i, selingkuh atau zina dan lain sebagainya. Dalam mengurus hal ini, peran khalifah menugaskan para qadhi (hakim) untuk menuntaskan masalah keluarga Muslim ini dengan aturan Islam sehingga menghasilkan keputusan yang terbaik. Dan Islam mengamanahkan negara untuk menjalankan hukum-hukum yang terkait dengan penjagaan dan perlindungan keluarga.[]
*) Pemerhati Masalah Sosial dan Generasi.