Kehidupan di Madinah Pasca Hijrah





Oleh : Lilik Yani

Hijrah bukan sekedar untuk  menyelamatkan diri dari gangguan orang-orang kafir. Atau sekedar pindah dari negeri kufur ke negeri yang aman. Makna hijrah lebih jauh adalah saling bekerja sama, tolong menolong untuk menegakkan kalimat Allah dengan menyebarkan ilmu, amal, dan dakwah. Serta memerangi setiap orang yang menghalangi jalan dakwah.

*****

Setelah Rasulullah saw menetap di negeri hijrah-Madinah, beliau dan para sahabat fokus menjalankan aktivitas untuk membangun masyarakat yang Islami.

Madinah adalah suatu negeri yang aman untuk menyebarkan dakwah. Jauh berbeda dengan penduduk Mekkah yang menghalangi dakwah.
Madinah adalah kota orang-orang Anshar, penolong-penolong agama Allah. Sedangkan Mekkah adalah tempat orang-orang kafir musuh Allah, Rasulullah, Islam dan kaum muslimin.

Walaupun demikian, Madinah yang terdiri dari tiga kaum sekaligus tiga agama, menimbulkan permusuhan yang harus segera dicarikan jalan keluarnya. Yaitu kaum muslimin(Anshar), orang-orang musyrik dari bangsa Arab, dan orang-orang Yahudi. 

Masyarakat Madinah walau terdiri dari tiga penganut agama, tapi pucuk pimpinan dan kalimat yang berlaku adalah di tangan Rasulullah saw. Sekali pun orang-orang Yahudi dan musyrik memiliki pimpinan masing-masing. Orang musyrik tidak ada kekuasaan untuk menampakkan permusuhan kepada Islam. Sebagian menyembunyikan kedengkian dan permusuhan terhadap Islam, tapi tidak memiliki kekuatan untuk memusuhi Islam secara terang-terangan. 

Adapun kaum Yahudi, sekali pun mereka telah bermukim dan membaur dengan bangsa Arab. Tetapi sesuai tabiat mereka yang buruk, kaum Yahudi sangat menghinakan bangsa Arab dan bangsa lainnya. Mereka sangat bangga dan fanatik dengan bangsa Israel. Mereka sangat pandai dalam berbagai mata pencaharian berupa perdagangan dan perindustrian. Mereka licik dalam makar, tipu daya dan berbagai kedzaliman lainnya.

Kaum Yahudi sangat lihai dalam menyusupkan api permusuhan di antara kabilah-kabilah Arab. Perang yang berlangsung puluhan tahun tanpa henti antara suku Aus dan Khazraj adalah bukti nyata kejahatan bangsa Yahudi terhadap bangsa Arab. 

//Membangun Masyarakat Madinah//

Setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mulai membangun kota Madinah dengan melakukan tiga hal pokok yaitu :

1. Membangun Masjid

Rasulullah saw berhenti di tempat berhentinya kendaraan beliau sesuai perintah Allah. Tempat tersebut adalah tanah milik dua anak yatim dari Bani Najjar yang diasuh oleh paman mereka, Asad bin Zurarah.

Rasulullah saw menawar untuk membelinya, namun mereka mengatakan, "Akan kami hibahkan kepadamu, wahai Rasulullah." Akan tetapi Rasulullah saw tidak menerima kecuali dengan harga. (HR Bukhary No 3906)

Ketika awal dibangunnya, Masjid Nabawi ini tidak memiliki mimbar untuk khotbah. Rasulullah saw berkhutbah pada batang kurma. Tatkala mimbar sudah jadi dan Rasulullah menaiki mimbar untuk berkhotbah, maka kurma tersebut jatuh tersungkur dan merintih mengeluarkan suara kerinduan seperti suara unta yang rindu memanggil anaknya. Ini karena batang kurma itu terharu ketika mendengar khotbah Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah pergi untuk merangkulnya sampai ia tenang seperti tenangnya bayi ketika dibuai. (HR Bukhari No 3584-3585)

Masjid yang dibangun Rasulullah saw, bukan sekedar untuk beribadah sholat berjamaah, tetapi juga untuk mempelajari ajaran Islam, mempelajari perekonomian, strategi dakwah, stategi jihad dan segala aktivitas yang memberi mashlahat buat umat.

2. Mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar.

Kaum Muhajirrin yang datang ke Madinah. Dalam kondisi tidak memiliki apa-apa. Harta kekayaan ditinggal di Mekkah. Maka Rasulullah saw mempersaudarakan antara kaum Muhajirrin dan kaum Anshor, agar saling membantu dan berbagi dengan saudara sesama muslim.

Kaum Anshor sebagai tuan rumah, rela berkorban membagi harta miliknya untuk saudaranya, kaum Muhajirrin.

Tapi kaum Muhajirrin juga tak mau tinggal diam di rumah Kaum Anshor. Mereka minta diajari cara mencari nafkah di Madinah. Ada yang belajar bercocok tanam di kebun, ada yang minta ditunjukkan arah ke pasar untuk berniaga.

Setelah dirasa cukup bisa, maka kaum Muhajirrin akan berlepas diri dari bantuan kaum Anshor. Mereka bisa melanjutkan kehidupan dan berkeluarga.

3. Mengadakan Perjanjian Damai

Di Medinah yang terdiri dari berbagai suku bangsa, bangsa, juga agama. Bisa setiap saat memicu perselisihan bahkan pertengkaran di antara mereka. 

Apalagi ada kaum Yahudi yang suka mengadu domba, tipu muslihat dan memancing pertengkaran. Hingga ada dua suku yang terus bermusuhan dan mengadakan peperangan, yaitu suku Auz dan Khazraj. 

Dengan datangnya Rasulullah saw ke Madinah, muslim Madinah berharap bisa mendamaikan dua suku tersebut, juga suku bangsa lain yang tinggal di sana.

Kemudian Rasulullah membuat perjanjian perdamaian, yang berlaku untuk semua orang yang tinggal di Madinah. Semua harus mematuhi perjanjian tersebut, jika mau hidup damai di Madinah.

Jika melanggar aturan yang sudah disepakati bersama, maka mereka harus keluar dari kota Madinah. 
Rasulullah saw berhasil mendamaikan semua suku bangsa dan kaum yang berbeda latar belakang dan agama. Mereka bisa hidup damai, saling menghormati dan menghilangkan permusuhan di antara masyarakat.

Sungguh, strategi yang diambil Rasulullah saw sangat tepat. Kota Madinah menjadi tempat nyaman untuk dihuni, suasana aman dan damai antara sesama kaum. Hingga sangat kondusif untuk perkembangan dakwah.

Karena hakekat hijrah bukan sekedar mencari tempat yang aman dan nyaman saja, tetapi juga memungkinkan untuk mendakwahkan ajaran Islam. Hingga hukum Allah tersebar ke seluruh pelosok dunia. Dan bisa diterapkan di seluruh aspek kehidupan. Karena Allah sangat mencintai hamba-Nya. Allah ingin agar semua hamba-Nya selamat dan meraih jannah.


Surabaya, 30 September 2019


#HijrahMenuju IslamKaffah
#MadinahPascaHijrah
#MadinahPenuhBerkah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak