Oleh: Tutik Haryanti
Propinsi Riau kembali membara. Asap tebal dan pekat menyelimuti sebagian wilayah Sumatera disebabkan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Hal ini menandakan bahwa Riau dalam kondisi "Darurat Kabut Asap".
Menurut Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, soal asap Riau, "Jika Gagal, Kita Pembunuh Potensial". Doni Monardo meminta para kepala daerah di Provinsi Riau untuk serius menanggulangi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang mengakibatkan kabut asap. Dia ingin ada tindakan nyata yang dilakukan. ( CNN Indonesia.com 15/09/2019)
Titik api (hotspot) di kepulauan Riau menyebar di beberapa wilayah. Meski jumlahnya lebih sedikit, dibandingkan dengan titik api di wilayah Kalimantan yang jumlahnya sampai ratusan. Lantas bukan berarti tidak diperlukan penanganan yang berarti. Karena, sebenarnya karhutla bukanlah kejadian yang dianggap biasa, di wilayah yang dominan hutannya. Banyak dampak yang ditimbulkan, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Kabut asap juga melanda di negara tetangga, yang berdekatan dengan wilayah karhutla, seperti Singapura dan Malaysia. Bahkan mereka saling tuding, sebagai penyebab terjadinya kabut asap. Karena sama -sama memiliki potensi, sebagai penyebab terjadinya karhutla ini.
Kondisi udara yang buruk
Terkait dampak karhutla, Dinas LHK Provinsi Riau mencatat ISPU (Indeks Standart Pencemaran Udara) tertinggi di wilayah Pekanbaru mencapai 269, yang ternyata kondisi udara termasuk kategori berbahaya. Asap yang dihasilkan karhutla di Riau beragam. Asap berwarna kuning dikategorikan berbahaya, sampai yang berwarna hitam termasuk kategori sangat berbahaya. Pemerintah pusat menyatakan kabut asap di wilayah Riau termasuk ke dalam Siaga Darurat.
Dampak Terhadap Masyarakat
Kualitas Udara di sekitar ibu kota Pekanbaru yang berbahaya dan tidak sehat, menyebabkan banyak warga yang menjadi korban ganasnya asap. Terutamanya pada bayi, anak-anak, ibu hamil, dan lansia. Terbukti kabut asap merenggut nyawa seorang bayi berumur 4 bulan karena teridentifikasi terpapar Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). (Liputan 6.com 16/09/2019)
Korban terpapar ISPA di Riau sudah tingkat tinggi, mencapai lebih dari 15.000 orang. Bila terdampaknya dalam jangka panjang sangat membahayakan kesehatan, karena dapat mengakibatkan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), yakni penyakit peradangan paru yang berkembang dalam jangka waktu panjang dan kemungkinan besar tidak dapat dipulihkan.
Karhutla yang masih terus berlangsung ini mengakibatkan dampak yang luas. Selain kerusakan lingkungan dan kesehatan, juga aktivitas kehidupan warga masyarakat. Gegara kabut asap Dinas pendidikan terpaksa meliburkan sekolah-sekolah dan kampus di Pekanbaru dan sekitar wilayah yang terdampak karhutla. Perkantoran dan tempat- tempat pelayanan publik sebagian libur, berakibat perekonomian menjadi terkendala. Begitupun aktivitas penerbangan di sejumlah bandara juga ditutup sementara.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menyegel 10 lahan perusahaan di Riau. Karena diduga menjadi biang bencana kabut asap. Lahan dilarang digarap selama proses hukum oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil. Diantaranya perusahaan yang bergerak di bidang sawit dan bubur kertas atau tanaman industri.
Pengelolaan Lahan Yang Tidak Tepat
Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah seperti hutan, seharusnya dikelola oleh negara. Dipergunakan untuk kemaslahatan umat, yang akan menjamin segala kebutuhan pelayanan masyarakat secara gratis baik kesehatan, pendidikan dan pelayanan publik yang lain.
Namun, apa yang terjadi ? Negara yang mengemban sistem Liberalisme Kapitalisme, menyerahkan pengelolaannya kepada perusahaan-perusahaan swasta, baik lokal maupun asing. Negara memberikan kebebasan untuk mengeruk hasil SDA milik umat, tanpa mengindahkan bagaimana dampak buruk yang diakibatkan. Negara bukannya melindungi aset milik umat, tapi malah berpihak kepada para kapitalis.
Negara memberikan ruang kebebasan kepada para investor asing dengan dalih sebagai penanaman modal. Namun dibalik semua itu, sesungguhnya mereka ingin menguasai SDA di berbagai bidang, hingga pada akhirnya mereka dengan leluasa mengeksploitasi SDA yang ada di negeri ini. Ini berarti, membuka peluang Indonesia untuk berhutang, yang sampai saat ini hutang itu semakin menumpuk. Lagi-lagi, rakyat yang harus menanggung hutang tersebut.
Negara memiliki kewenangan untuk segera mengambil tindakan, kepada para pelaku kerusakan yang sudah membuat kerugian sangat besar. Dengan memberikan sanksi yang nyata dan tegas, yang imbasnya pelaku merasa jera dan tidak mengulanginya lagi. Tapi apa kenyataannya, sepertinya tidak ada tindakan yang berarti.
Kembali Kepada Islam
Kerusakan yang terjadi di muka bumi sesungguhnya akibat ulah manusia itu sendiri.
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).(QS.Ar Rum:41).
Terlihat dengan jelas di negeri ini, bagaimana SDA dirampas oleh perusahaan-perusahaan swasta lokal maupun asing, yang kemudian sisa -sisa perampasan dibiarkan terbengkalai tanpa ada penanganan khusus , sehingga mengakibatkan dampak kerusakan dimana-mana. Timbullah banjir, tanah longsor, pencemaran udara/air laut, adanya lubang-lubang yang menganga akibat pengerukan hasil tambang. Itu semua membahayakan warga sekitar.
Begitu jahat dan sadisnya pelayanan negara dalam sistem kapitalisme. Tentu berbanding terbalik dengan sistem Islam.
Dalam aturan Islam SDA baik dari hasil hutan, laut dan tambang merupakan kepemilikan umum yang pengelolaannya ditangani oleh negara, dan dipergunakan untuk melayani (meriayah) seluruh umat. Tujuannya, agar kehidupan rakyat terjamin sehingga tidak ada lagi kemiskinan dan kebodohan.
Sabda Rasulullah saw,
.الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّار
Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal: air, rumput dan api (HR Ibnu Majah).
Maka dari itu, seluruh muslim termasuk para penguasanya harus terikat dengan syariat Islam. Peran negara sangatlah dibutuhkan, untuk dapat mengelola kekayaan alam yang ada. Karena haram hukumnya apabila SDA dikelola oleh individu, swasta, apalagi asing.
Wallahu'alam bishowab.
Tags
Opini