Islamophobia Dibingkai dalam kata Radikal



Oleh: Hexa Hidayat, SE

Kembali terjadi kasus ‘radikalisme” yang dilakukan oleh seorang mahasiswa  UIN Kendari yang bernama Hikma sanggala (HS), sehingga membuat dirinya di DO oleh rektor UIN dengan memberikan dua surat sekaligus yaitu surat pertama berasal dari Dewan Kehormatan Kode Etik dan Tata Tertib Mahasiswa  tentang usulan penjatuhan terhadap pelanggaran kode etik dan tata tertib Mahasiswa UIN dan yang kedua yaitu surat Keputusan Rektor UIN tentang pemberhentian tidak hormat sebagai Mahasiswa UIN. Artinya HS dituduh berafiliasi dengan paham sesat dan faham radikalisme yang bertentangan dengan ajaran Islam dan nilai-nilai kebangsaan yang akan mempengaruhi dan mengancam keutuhan tatanan bermasyarakat bahkan bernegara.


 Bukan itu saja, HS terbukti sebagai kader dari sebuah organisasi terlarang oleh Pemerintah. Padahal sejatinya HS merupakan mahasiswa berprestrasi di kampusnya dengan meraih IPK terbaik se-fakultas. Lalu, apakah benar bahwa HS merupakan mahasiswa yang memiliki faham sesat yang dianggap radikal oleh pihak Rektor?


Kiprah HS sebagai seorang mahasiswa di universitas tersebut tidak sama sekali menunjukkan perilaku radikal, HS bukanlah seorang mahasiswa yang melanggar syariat, dia bukan seorang pecandu narkoba, bukan pula pelaku penyimpangan seks yang bahkan melenggang berdalih atas dasar HAM. HS memang mahasiswa yang dikenal sebagai mahasiswa yang kritis dan peduli dengan nasib yang dialami umat saat ini. HS pun sering mengajak teman-temannya untuk berdemo dengan damai untuk tujuan mamar Ma'aruf kepada penguasa. Tapi, apakah mahasiswa yang kritis dan peduli urusan umat lalu dianggap radikal oleh pihak kampus? sungguh sangat disayangkan.


 Bukan itu saja, sebelum adanya kasus HS, kata Radikal juga disematkan kepada siswa MAN 1 Sukabumi pun mendapat perlakuan yang sama, dimana tindakan pengibaran bendera tauhid yang mereka lakukan ditanggapi menteri agama saat itu sebagai tindakan yang melanggar hukum sehingga perlu diadakannya tindakan  investigasi terhadap pihak yang terkait atas pengibaran bendera Tauhid tersebut. Atau tindakan oknum polisi arogan di Semarang yang melarang peserta pawai 1 Muharram  1441 H untuk membawa dan mengibarkan bendera Tauhid. 


Pengertian kata Radikal sebenarnya tidaklah buruk, radikal berasal dari kata radix yang artinya akar,dalam kamus KBBI istilah radikal ini diartikan sebagai sesuatu yang sifatnya mendasar  sampai ke akar-akarnya atau prinsipnya. Dapat juga diartikan  sebagai sifat maju dalam hal pola pikir atau tindakan. Jadi istilah radikal sebenarnya adalah istilah yang sangat positif  yang menunjukkan sesuatu yang sifatnya berpegang teguh kepada prinsip. Tapi, kata radikal sering sekali disematkan kepada tindakan anarkis sehingga terjadilah stigmasinisasi buruk dalam pikiran, sebenarnya ini semacam doktrinisasi atau bisa dikatakan propaganda pihak-pihak yang tidak suka terhadap kebangkitan Islam. Kenapa demikian? Karena, kata radikal hanya diberikan kepada Islam saja. 


 Kata Radikal hanya diberikan untuk umat Islam yang kritis dan peduli pada urusan umat saja, mereka sengaja menanamkan kata-kata radikal tersebut untuk membuat takut  orang-orang dan nantinya akan menganggap bahwa tindakan yang dilakukan adalah suatu kejahatan yang perlu diambil tindakan hukum, sehingga nantinya akan membungkam pemikiran-pemikiran yang brilian untuk berkembang dan menghentikan tindakan-tindakan yang akan membangkitkan orang-orang lain untuk ikut berpikir cerdas sehingga terciptalah Islamophobia.


Merujuk kepada peristiwa-peristiwa nabi, apakah seorang Nabi Ibrahim As dengan raja Namrudz, Musa As dengan Firaun, bahkan Nabi Muhammad SAW dengan bangsa-bangsa arab jahiliyah dianggap sebagai radikalisme? Mereka semua yang melakukan amar Ma'aruf nahy mungkar kepada para penguasa, mengajak untuk menyembah ALLAH dan kembali kepada aturan Islam yang telah ditetapkan oleh ALLAH SWT melalui kitab-kitabnya. 


Sama halnya dengan HS bahkan umat-umat Islam lainnya saat ini, kepedulian mereka terhadap umat mendorong mereka untuk berfikir menyadarkan mereka bahwa sistem yang dipakai saat ini tidak sesuai dengan fitrah manusia, tidak menentramkan jiwa dan memuaskan secara akal. Mereka bertindak sesuai dengan hukum, demo yang mereka lakukan juga berlangsung damai tidak anarkis jauh dari kesan radikal.


 Tapi, sungguh menyedihkan dan membuat kita terluka, saat kata radikal tidak pernah disematkan oleh orang-orang yang bertindak rasis yang merusak pemikiran secara Islami bahkan mengancam suatu negara. Contoh apakah orang-orang papua yang membuat kerusakan-kerusakan bahkan bersifat anarkis merusak fasilitas-fasilitas negara disebut anarkis? Atau yang lebih luas lagi apakah para biksu yang menyiksa muslim-muslim  di rohingya dianggap radikal? tidak pernah terdengar bukan? Jadi, kata radikal hanya diberikan atau distigmanisasi oleh orang atau bahkan kelompok orang yang  tidak senang dengan kebangkitan Islam,  kepada orang atau kelompok orang yang berjuang ingin menegakkan Islam kembali secara menyeluruh baik itu dari bidang ekonomi, pendidikan, budaya bahkan politik.

 Apabila radikal disematkan kepada kita umat Islam yang ingin mendakwahkan Islam secara menyeluruh sesuai dengan apa yang telah diajarkan Rasulullah yang bersumber kepada hukum-hukum dalam Al Qur’an maupun hadist, maka kita harus siap menrimanya sebagai bentuk ketaatan kita kepada sang pencipta, Allah SWT.

 Waalahu’alam bish shawaabi


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak