Oleh : Dian Puspita Sari
Ibu Rumah Tangga dan Member Akademi Menulis Kreatif
Sungguh ironis. Rasa aman di negeri mayoritas muslim saat ini semakin langka. Tingkat kriminalitas dari waktu ke waktu semakin meningkat. Pelakunya pun bukan lagi orang asing, melainkan juga orang terdekat. Tekniknya pun semakin beragam dan biadab.
Kabar Utama TvOne melansir, di Sukabumi, dua orang ditemukan warga tewas terpanggang di mobil yang terbakar dalam kondisi terikat. Usut punya usut, keduanya adalah korban pembunuhan yang didalangi oleh istri muda dan ibu tirinya sendiri.
Sang istri korban bernama Aulia Mei Nia. Tersangka menyewa empat pembunuh bayaran untuk menghabisi suami dan anak tirinya. Para eksekutor dijanjikan bayaran 500 juta rupiah. Motif pembunuhan ini untuk menguasai harta suaminya karena pelaku terlilit hutang bank 10 milyar rupiah dan ingin menjual rumah suaminya. Namun karena tak diijinkan suaminya, sang pelaku berencana membunuh suami dan anak tirinya (Rabu, 28/8/2019).
Islam adalah agama yang sempurna. Semua permasalahan hidup manusia baik masalah hubungannya dengan Allah Swt, diri sendiri maupun dengan sesama manusia. Masalahnya, ada tiga poin yang dapat kita soroti disini.
Pertama, motif pembunuhan adalah hutang ribawi bank yang melilit tersangka yang sadis sehingga pelaku ingin menguasai harta suaminya. Riba sendiri adalah dosa keji. Saking kejinya, dosa riba paling ringan adalah seperti dosa anak yang menzinai ibu kandungnya sendiri.
Rasulullah ﷺ bersabda:
الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ
“Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” [HR. Al Hakim dan Al Baihaqi]
Kedua, watak dasar yang dimiliki mayoritas manusia di era kapitalistik yang materialistik. Hutang di zaman sekarang bukan lagi sebatas kebutuhan namun juga life style (gaya hidup). Demi memenuhi hasrat untuk memiliki harta, seseorang rela melakukan apapun untuk mewujudkan hasratnya, tak peduli standar halal dan haram.
Ketiga, kriminalitas yakni pembunuhan itu sendiri.
Membunuh seorang manusia tanpa hak diibaratkan membunuh seluruh manusia.
مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَٰلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi" [QS al Maa'idah : 32].
Dan Islam sangat menjaga jiwa manusia.
Masalahnya, hukum yang kini diterapkan bukanlah hukum-hukum Allah yang terkandung dalam syariah Islam. Hukum yang diterapkan adalah hukum zalim buatan manusia yang terkandung dalam hukum demokrasi sekuler. Ketika Allah mengharamkan riba, hukum manusia justru menghalalkannya.
Ketika Allah mewajibkan hukum _qishash_ atas pembunuh, hukum sekuler justru menghukum pembunuh tak setimpal dengan perbuatannya yang biadab. Dan sistem hidup sekuler saat ini sangat permisif dengan gaya hidup hedonis yang kapitalistik dan materialistik.
Tak heran bermunculan banyak manusia haus harta, rela berbuat apapun untuk mendapatkannya meskipun harus dengan menghabisi nyawa orang lain tak terkecuali orang terdekatnya.
Maka tak ada solusi lain kecuali dengan menerapkan hukum-hukum Allah. Tak boleh ada keraguan darinya, karena Allah itu Maha Adil, dan kebenaran itu hanya di sisi Allah, yakni Islam kaffah yang rahmatan lil alamiin. Dengan Islam kaffah yang diterapkan oleh sang khalifah dalam institusi khilafah, seruan Allah baik perintah dan larangan-Nya akan terwujud.
Riba akan benar-benar dihapuskan.
Negara akan mengkondisikan manusia hidup bersyukur dan bersabar, selalu bersikap qana'ah.
Jiwa manusia akan selalu terjaga. Keamanan hidup pun akan terjamin.
Jika terjadi pembunuhan pun, pelaku pembunuhan akan diganjar hukuman _qishash_ yang menimbulkan efek penebus dan jera terhadap pelaku kriminalitas.
Islam tak seburuk yang dikatakan dunia barat. Bahkan sebaliknya, rahmatan lil alamiin. Dengan kata lain, hukum-hukum Islam ketika diterapkan di bumi Allah akan mendatangkan kemaslahatan bagi semesta alam.
Rasulullah saw. bersabda, " Satu hukum Allah yang benar-benar diterapkan di muka bumi adalah lebih baik bagi penduduk bumi dari pada mereka diberi hujan selama empat puluh pagi." (HR Ibnu Majah, Ahmad, an-Nasa)
Ini baru faedah satu hukum Allah bagi umat manusia. Bagaimana jika seluruh hukum-Nya diterapkan ?
Sejarah telah membuktikan bahwa dengan penerapan Islam secara kaffah terciptalah rahmat bagi seluruh alam. Termasuk pula rasa aman bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bishshawab.