Oleh: Chezo
(Aktivis BMI Community Cirebon)
Belum lama ini pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar 100 persen. Ini dilakukan sebagai solusi untuk menutup defisit. Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menyebut kenaikan berlaku per 1 Januari 2020 dan hanya berlaku bagi peserta kelas I dan II. Nantinya kelas I yang semula Rp80 ribu per bulan harus membayar Rp160 ribu, sedangkan kelas II sebelumnya Rp51 ribu menjadi Rp110 ribu per bulan. Sementara peserta kelas III yang hanya membayar iuran sebesar Rp25.500 harus bayar Rp42 ribu per bulan. Rencana ini hanya tinggal menunggu Peraturan Presiden (Perpres) untuk pengesahannya. (www.radarcirebon.com)
Seruan penolakan pun muncul dari banyak pihak, mulai dari pengusaha, masyarakat umum, buruh, hingga anggota DPR menolak wacana kenaikan iuran yang diusulkan oleh pemerintah tersebut. Karena keputusan ini akan sangat memberatkan di tengah beban hidup rakyat yang semakin sulit. Apalagi mengingat persoalan defisit bukanlah hal baru. Bahkan BPJS sudah mengalami defisit sejak tahun pertama yaitu tahun 2014, ketika program BPJS diluncurkan. Sehingga, ketika defisit terjadi, seharusnya negara juga bertanggung jawab atas hal tersebut, tidak serta merta dibebankan kepada peserta. Melihat karut-marut BPJS tersebut, sebagai seorang muslim tentu kita harus menilik kembali. Bagaimanakah Islam memposisikan pelayanan kesehatan dalam sebuah negara? Apakah Islam bisa menjadi solusi atas persoalan ini?
Kesehatan sebenarnya merupakan kebutuhan dasar yang mutlak didapatkan oleh setiap individu karena kesehatan berpengaruh besar terhadap peran, fungsi dan produktifitas manusia. Dan negara dengan derajat kesehatan rakyatnya yang tinggi menunjukkan negara yang sejahtera. Karenanya, Islam menetapkan paradigma pemenuhan kesehatan ini sebagai sebuah jaminan. Dengan menugaskan kepada negara sebagai pelaksana layanan, jaminan ini direalisasikan dengan terlaksananya sejumlah sistem hukum. Mengingat bahwa kesehatan tidak bisa tegak dengan sendirinya tanpa dukungan sistem politik, ekonomi dan sosial, karenanya jaminan layanan kesehatan wajib dijalankan oleh Khilafah sebagai institusi politik Islam.
Islam menetapkan bahwa institusi Khilafah yang dipimpin Kholifah, adalah penanggungjawab layanan publik. Negara wajib menyediakan sarana kesehatan, rumah sakit, obat-obatan, tenaga medis, dan sebagainya secara mandiri, karena itu adalah bagian dari tanggungjawabnya sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
«الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ وَمَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Seorang Imam adalah pemelihara dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya” (HR al-Bukhari dari Abdullah bin Umar)
Sehingga negara harus mandiri dan tidak bersandar maupun bekerjasama dengan pihak lain (swasta). Negara pun tidak boleh mengkomersilkan hak publik, sekalipun ia orang yang mampu membayar. Hal ini karena negara hanya diberi kewenangan dan tanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan layanan kesehatan semua warga negara. Lantas, bagaimana negara dapat membiayai layanan kesehatan bagi warganya?
Dengan penerapan sistem ekonomi Islam, pengelolaan kekayaan alam dan aset negara secara mandiri memungkinkan kesanggupan negara untuk memenuhi semua kebutuhan rakyat, termasuk dalam hal kesehatan dan pengobatan. Jika dana yang tersedia benar-benar tidak mencukupi, atau negara dalam kondisi ekonomi terpuruk, maka pajak kekayaan akan dikenakan pada umat Islam untuk memenuhi defisit anggaran. Namun hal ini bersifat kondisional saja, tidak terus-menerus. Negara wajib segera mencari cara untuk memulihkan kondisi perekonomiannya. Dengan demikian, rakyat tidak terbebani oleh biaya kesehatan.
Sayangnya, dalam sistem Kapitalisme yang kini sedang diterapkan di negeri ini, kesehatan adalah jasa ekonomi. Artinya, negara tidak akan memberikan layanan secara cuma-cuma pada masyarakatnya dan hal ini dimanfaatkan sebagai lahan basah untuk mengeruk rupiah. Layanan kesehatan pun berubah menjadi diskriminatif, bukan lagi menjadi hak bagi setiap orang. Karena mereka yang miskin tentu tidak akan sanggup membayar layanan kesehatan yang berkualitas. Wajar jika akhirnya muncul anggapan orang miskin dilarang sakit. Maka sudah selayaknya kita campakkan sistem Kapitalisme ini ke dalam tong sampah peradaban dan menggantinya dengan sistem Islam yang memberi keberkahan bagi seluruh umat manusia dalam naungan Khilafah.