Hijrah Menuju Syariah Kaffah



Oleh: Evi Rakhmawati 
(Member komunitas Revowriter)


Muharam adalah bulan dimulainya tahun Hijriyah. Bermulanya tahun Hijriyah ditandai dengan hijrah Nabi Muhammad dari Makkah ke Madinah. Hal ini juga pertanda bahwa di bulan Muharamlah Rasulullah mulai memimpin Madinah sebagai seorang kepala negara. Madinah adalah sebuah wilayah yang dihuni oleh berbagai macam suku. Namun suku yang paling besar adalah suku Auz dan Khazraj. Kedua suku ini terkenal sebagai suku yang bermusuhan sejak lama. Namun ketika Islam datang, kedua suku ini hidup rukun dan saling melupakan permusuhan yang telah lalu. Selain suku yang beraneka ragam, Madinah juga dihuni oleh penduduk dengan agama dan kepercayaan yang beragam. Ada Yahudi, Nashrani, Majusi, bahkan penyembah berhala. Namun semua hidup berdampingan di bawah kepemimpinan Rasulullah dan para shahabat hingga khalifah-khalifah setelahnya. 

Sejarah mencatat bahwa Islam diterapkan secara menyeluruh dalam semua aspek kehidupan di Madiah. Seluruh penduduk Madinah tunduk pada peraturan yang diterapkan oleh Rasulullah dengan pengecualian untuk nonmuslim pada ranah akidah, ibadah, perkawinan, dan makanan. Sedangkan masalah muamalah tetap berpegang pada syariat Islam. Dengan kata lain hijrahnya Rasulullah saat itu bukan sekedar hijrah dari satu tempat ke tempat lain. Lebih dari itu, Rasulullah berhijrah dari dominasi peradaban jahiliyyah menuju peradaban Islam yang mulia. 

Hijrah total dari kehidupan hedonis, mencari kesenangan dunia semata menuju ketundukan pada syariat Allah memang bukan perkara mudah. Rasulullah dulu pun menemui rintangan yang bermacam-macam. Dari sekedar cacian dan fitnah hingga terhunusnya pedang telah dihadapi oleh Nabi Muhammad. Namun tak sedikit pun beliau gentar untuk tetap berada di jalan Allah. Perjuangan inilah yang harus kita ambil dari sosok Rasulullah. Kita harus memahami bahwa sunnah Rasulullah tidak hanya selesai pada bab adab dan akhlak. Sunnah Rasulullah yang paling tinggi adalah penerapan syariat Islam secara menyeluruh di dalam lingkup negara. Hal inilah yang akan mewujudkan ketauhidan total dalam segala aspek kehidupan.

Tauhid dan syariat Islam adalah dua hal yang tidak bisa dilepaskan. Karena wujud tauhid adalah tunduk pada seluruh perintah dan larangan Allah. Sedangkan syariat Islam mengatur hal-hal yang bersifat pribadi seperti ibadah dan akhlak hingga urusan negara seperti perjanjian dengan negara kafir dan jihad. Lalu ada pula hal-hal yang membutuhkan pengaturan dari negara untuk bisa menjalankannya seperti penghapusan riba, pelarangan zina, pengaturan interaksi antara laki-laki dan perempuan di ranah umum, dan sebagainya. Maka sungguh mustahil jika  kita katakan bahwa penerapan Islam tidak butuh negara dan bisa dilaksanakan secara individu. Namun tidak sembarang negara bisa menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Hukum-hukum Allah tentulah tidak bisa diterapkan pada model kerajaan di mana raja berkuasa atas segalanya, membuat aturannya sendiri, dan memberikan sanksi sesuai kehendaknnya. Syariat Islam juga tak bisa diterapkan oleh negara sekuler baik dengan sistem demokrasi maupun komunis. Karena sejak awal pun sekuler telah memisahkan urusan agama dari negara dan kedaulatannya diserahkan pada manusia. Maka tak ada sistem lain yang mampu menjalankan syariat Islam secara kaffah kecuali sistem khilafah.

Sistem Khilafah adalah sistem pemerintahan yang dirancang Allah untuk seluruh manusia. Sistem ini adalah sistem asli milik kaum muslimin, dijalankan oleh para sahabat mulia, khulafaur rasyidin dan khalifah-khalifah setelahnya. Khilafah adalah satu-satunya sistem di mana syariat Islam dapat diterapkan secara menyeluruh atas seluruh umat manusia. Sistem ini jugalah yang menyatukan bangsa Arab, Asia, dan Eropa dengan persatuan yang tak pernah dimiliki oleh sistem pemerintahan lain. Kokohnya persatuan di bawah sistem Khilafah menjadikan penduduk yang beragama Nasrani berjuang bersama kaum muslimin melawan pasukan salib –yang notabene beragama sama dengan mereka- hingga membuat mereka terheran-heran. Sistem ini juga yang berhasil menyatukan berbagai suku bangsa tanpa memunculkan problem rasisme di tengah-tengah masyarakatnya. 

Itulah gambaran indah Islam sesungguhnya, ketika syariat Islam dilaksanakan secara kaffah.
Maka kita harus menyadari problem-problem umat saat ini baik yang bersifat individu maupun pada skala negara semua bersumber dari dipisahkannya syariat Islam dari kehidupan. Saat pengaturan kehidupan diserahkan pada manusia yang berbeda kebutuhan dan kepentingannya yang muncul adalah ketidaktuntasan penyelesaian problem-problem hidup. Aturan yang bersumber dari manusia umumnya akan melahirkan problem yang lebih banyak dan berat. Hal itu dapat kita lihat dalam kehidupan kita saat ini. Betapa banyak aturan negara yang justru menikam rakyat, menguntungkan para pengusaha kelas kakap. Situasi tersebut disebabkan aturan yang dipakai untuk menyelesaikan masalah adalah aturan yang bersumber dari manusia, terutama para kapitalis. Oleh karena itu, hijrah dari sistem jahiliyyah sekuler seperti demokrasi, kapitalisme, sosialisme adalah sebuah keharusan bagi yang medambakan kehidupan mulia sesuai fitrah manusia. Hijrah yang bukan sekadar berpindah tempat bahkan ibukota namun hirah total menuju syariah kaffah. 
Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak