Hijrah Kaffah dan Kebangkitan Hakiki

Oleh: Maya. A (Gresik)




       Hampir seabad sudah umat lontang lantung dalam kejahiliahan modern berwujud sekuleris kapitalis. Terombang-ambing dalam keparsialan memposisikan agama ketika mengarungi kehidupan. Yang maknanya, eksistensi agama tetap dibiarkan ada, namun sebatas pada ranah ibadah saja. Sementara dalam konteks yang lebih kompleks, aturan agama serta merta diganti dengan hukum hasil perundingan manusia. Anehnya yang demikian justru  dibiarkan langgeng berjaya. Padahal apalah yang didapat selain kebobrokan dan kesengsaraan semata.
Lihat saja bagaimana hasil tambang yang mestinya dikelola untuk kepentingan rakyat justru dialihkuasakan ke pihak asing atau swasta. Harta juga hanya terkonsentrasi pada segelintir kecil orang berlabel penguasa maupun pengusaha. Tak hanya itu, riba pun makin merajalela. Bahkan kini, ia menjadi pilar penopang sistem ekonomi yang diadopsi dengan negara sebagai salah satu pelaku utama.
Kebobrokan yang sama juga menimpa kondisi sosial masyarakat. Dimana perzinahan justru difasilitasi dan dilegalkan hanya demi retribusi yang kemudian berujung pada aborsi atau pembunuhan bayi. Belum lagi miras dan narkoba. Keduanya masih menjadi momok yang mengancam kewarasan generasi yang menunggu solusi.
Dalam aspek politik dan konstelasi internasional, tidak bisa dipungkiri bahwa eksistensi negeri negeri kaum Muslim saat ini tidak begitu diperhitungkan. Kehadiran mereka tak ubahnya sebatas anggota yang tidak memiliki kuasa penuh dalam pengambilan putusan. Wewenang tersebut hanya diserahkan kepada negara negara maju, yang ironisnya adalah negara kafir penjajah.
Karenanya tepatlah jika dikatakan bahwa kondisi kehidupan saat ini disebut jahiliah modern. Maju secara sains dan teknologi, namun memiliki sistem dan gaya hidup yang mirip dengan bangsa Arab jahiliah.
Maka, sebagaimana Arab yang pernah mati matian menolak Islam, kejahiliahan modern berwujud kapitalisme ini pun berlagak sama. Dialah objek yang menyebabkan Islam tidak bisa diterapkan secara sempurna hingga ke tataran negara. Dialah objek yang terdepan menghadang pergerakan dakwah melalui tuduhan tuduhan tendensius dan propaganda sesat berlabel deradikalisasi.
Oleh karena itu, sudah semestinya momentum tahun baru hijriah ini menjadi awal bagi umat untuk berhijrah secara kaffah yang direfleksikan pada keberanian mencampakkan sistem destruktif (red: sekuler) menuju sistem Islam yang komprehensif. Hal ini sesuai dengan apa yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah dalam peristiwa hijrahnya bersama para sahabat menuju Madinah Al Munawwarah. Dimana esensi hijrah tersebut bukan sekedar berpindah tempat, bukan pula melarikan diri dari medan perjuangan dakwah. Tetapi agar lebih leluasa menerapkan syariat Islam dalam bingkai daulah yang dengannya mampu membangkitkan peradaban umat dan menjadi cikal bakal berkembangnya risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Tak hanya tatanan negara yang berbasis Islam, totalitas hijrah secara otomatis akan menggiring individu pada kebangkitan hakiki berwujud taat. Hal ini karena negara juga berkewajiban membangun ruh islami di tengah tengah masyarakat. Sehingga tidak lah pantas seorang muslim mencukupkan diri pada hijrah skala individu saja dan mengabaikan urgensitas hijrah kaffah. Karena keberhasilan dan keberpengaruhannya bisa dipastikan jauh panggang dari api.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak