Oleh : Sahara
(Aktivis Dakwah Lubuk pakam )
Momen Muharram ini memang tak bisa dilepaskan dari sebuah kata yang paling bermakna yaitu Hijrah.Banyak orang yang melakukan Hijrah dalam kehidupanya. Ntah itu Hijrah berpindah tempat atau hijrah pola sikap perilakunya. Tapi seyogyanya hijrah yang lebih baik adalah hijrah dari masa kelam menuju masa yang didalam nya penuh cahaya kebenaran sehingga hidup penuh dengan kebaikan.
Tak ada satu pun orang yang ingin hidup nya dibelenggu atau terbelenggu dengan kesengsaraan. Namun nyatanya kondisi umat saat ini sudah terlalu berat untuk dikatakan hidup dalam kesejahteraan. Banyak orang yang hidup nya jauh dari kata layak, cari uang sehari untuk sehari, atau bahkan ada yang sampai tak makan berhari - hari. Padahal negeri adalah negeri agraris, yang seharusnya sumber daya alamnya sangat mudah untuk dimiliki.
Sebenarnya apa yang salah didalam negeri Kita ?, apa yang harusnya di perbaiki ? Mengapa wajah Pertiwi semakin hari semakin berdarah darah saja? Jeritan Isak tangis kaum duafa dan para korban bencana alam yang hidupnya semakin hari semakin mengiris hati.
Pantaslah jika hidup umat kini semakin hari semakin memilukan saja, sebab kita tak lagi berpegang pada sang pengokoh poros kehidupan. Tak lagi mengamalkan apa yang dia perintahkan, bahkan enggan mengambil hikmah dan petunjuk dari kitab yang menjadi risalahnya untuk umat manusia. Ya kita memang sudah terlalu jauh dari syariat, terlalu banyak maksiat hingga kita lupa akhirat. Menjadikan hukum hukum yang telah Allah tetapkan bak hidangan prasmanan, mengambil dan meninggalkan sesukanya. Terlalu betah dengan sistem kehidupan yang penuh kekufuran. Hidup dalam zona kapitalisme, menjadi boneka antek antek penjajah, dan terjajah di negeri sendiri. Pihak asing senang mengobok-obok persatuan umat, di adu domba dan memecah belah yang satu dengan yang lain nya. Lalu setelahnya, merampas dan mengakuisisi apa yang harusnya dinikmati dan dimiliki oleh umat.
Sekarang bukan lagi selalunya harus mengurusi masalah perubahan akhlak manusia, tapi bagaimana saatnya menjadikan diri sebagai individu yang ideologis, tentu berideologi Islam. Yang pasti akhlak yang mencerminkan kepribadian Islam, ada dalam diri pribadi tersebut.
Sudah bukan lagi memperdebatkan antara yang qunut ataupun yang tak qunut. Yang cingkrang celananya ataupun yang tak cingkrang, yang bercadar atau yang tak bercadar. Atau memperdebatkan masalah cabang lainnya.
Tapi kita butuh sesuatu yang merevolusioner, yang membawa perubahan dan memeberikan jaminan kelayakan hidup bagi umat. Memberikan fasilitas yang benar benar bisa menjaga dan melindungi.
Melindungi umat dari kemelaratan, melindungi umat dari kemaksiatan melindungi umat dari segala sesuatu yang merongrong aqidah tanpa takut lagi di cap intoleran atau bahkan di tuduh dengan radikalisme yang dikatakan penuh kekerasan.
Mau sampai kapan kita terus berada dalam lembah kegelapan ini? Apakah harus menunggu nasib kita sama dengan nasib saudara seaqidah kita yang disiksa di Palestina, Uighur, Rohingya dan berbagai tempat lainnya. Marilah kita cukupkan penderitaan berkepanjangan ini, yakinlah bahwa Allah bersama kita. Yakinlah saat kita menumpas kebathilan dan menegakkan yang Haq. Disaat itu pula Nasrullah atau pertolongan Allah SWT akan datang. Mereka para musuh Islam akan selalu berusaha dan berupaya membuat makar, namun ingatlah mereka akan kalah, karena Allah SWT adalah sebaik baiknya pembuat makar. Saat nya kita kembali dan berjuang menerapkan syariat Islam secara kaffah, taat tanpa nanti taat tanpa tapi. Hijrah untuk berusaha bergerak maju menerapkan syariat dalam bingkai Khilafah Islamiyyah. Khilafah Ala minhaji Nubuwwah. Wallahu'alam bisshawwab.