Oleh: Sumarni, S.Pd
Keluh kesah masyarakat indonesia akan halnya pemadaman listrik secara tiba-tiba tanpa ijin terelebih dahulu pada masyarakat yang sejatinya adalah pemilik hakiki dari sumber daya alam, akhir-akhir ini terus terjadi.
Tidak dapat di pungkiri pemadaman listrik secara cantik tanpa pemberitahuan dari instansi terkait ini telah menciptakan keresahan di tengah-tengah masyarakat. Pasalnya kebutuhan akan listrik merupakan kebutuhan vital hajat hidup publik. Karena insiden pemadaman listrik ini, hampir dipastikan seluruh lapisan masyarakat merasa sangat dirugikan.
Usaha-usaha yang membutuhkan tenaga listrik terpaksa harus menahan kerugian hingga jutaan rupiah. Jutaan rakyat Indonesia mengeluhkan perkara ini, ditambah lagi tarif dasar listrik (TDL) terus mengalami peningkatan harga. TDL semakin hari semakin mahal, akan tetapi keluhan rakyat ini tidak direspon dengan baik oleh pemerintah. Sementara disisi lain pelayanan yang diberikan akan sumber daya listrik oleh pemerintah masih sangat rendah.
Tetapi kemudian, hal tersebut malah direspon oleh Menko Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan meminta kepada pihak PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk tidak terlalu banyak terlibat dalam pembangunan-pembangunan listrik.
Luhut mengatakan "saya pengen PLN lebih efisien lah. Terus kemudian kalian (PLN) jangan terlalu banyak dulu lah terlibat dalam pembangunan listrik, biarin aja private sector yang lebih masuk. Seperti 51% harus untuk Indonesia power untuk waste to energy. Jadi konsolidasi aja dulu, biarkan private sector main" ujar dia, Rabu (OkeFinance,24/08/19).
Jelas ini, adalah salah satu upaya pengabaian bahkan melepaskan tanggung jawab pemerintah atas pengurusan rakyat. Pemerintah memperlihatkan dengan seksi atas ketidak becusan mengurusi sumber energi (listrik) akan hajat hidup orang banyak, lalu kepengurusannya diserahkan ke pihak asing (Cina).
Bukankah lebih urgen, pembangunan listrik itu dimasifkan biar kemungkinan terjadinya pemadaman listrik semakin minim dan keluhan rakyat dapat diatasi. Lah ini bagaimana pihak PLN mau meningkatkan kapasitas dan kinerja dalam memberikan pelayanan akan energi (listrik) pada rakyatnya sementara pemerintah sendiri menghendaki PT PLN untuk berhenti melakukan pembangunan-pembangunan listrik dan membiarkan sektor privat yang bermain untuk mengurusinya.
Ini pernyataan, sangat kontradiksi disatu sisi pemerintah ingin memberikan pelayanan listrik dapat dinikmati seluruh elemen masrakat, justru disisi lain pemerintah juga menghambat kinerja PT PLN untuk mendirikan pembangunan listrik.
Seharusnya pemerintah mendorong PT PLN untuk terus meningkatkan pembangunan listrik. Sekiranya pelayanan listrik dirasa masih rendah. Terus menggerakan pembangunan-pembangunan listrik, jika memang masalah pemadaman listrik karena kurangnya pembangunan sumber-sumber listrik. Bukan cuma itu harusnya masalah itu pemerintah memberikan ruang yang selebar-selebarnya kepada PLN untuk mengurusi dan menjamin tercukupinya sumber energi (listrik) sampai pada rakyatnya.
Tercapainya pelayanan listrik dengan baik dan maksimal dinegeri +62 ini seolah akan nihil terealisasi, sebab kerang liberalisasi mengaga begitu luas. Sudah menjadi rahasia umum Indonesia hidup dalam kubangan dan jeratan kapitalisme, demokrasi sekuler. Menjadikan bagi korporasi, perusahaan-perusahan raksasa asing dan aseng jalan penyempurnaan menguasai SDA negeri ini termasuk dalam sektor penguasaan listrik.
Menurutnya (pemerintah) dengan di serahkan ke asing (Cina) masalah kelistrikan di negeri ini akan selesai?. Dapatkah menjadi solusi yang tepat? Jika beragam masalah dinegeri ini solusinya selalu saja ngawur mau diserahkan keasing dan aseng.
Dan hasilnya benar-benar tidak perna dirasakan oleh seluruh rakyat. Jadi apa pentingnya berkoar-koar menerbitkan kebijakan jika hasilnya para kapitalis, asing dan aseng yang menikmati.
Jika demikian dimana peran pemerintah untuk mengatur dan mengurusi rakyat, sehingga rakyat bisa menikmati yang memang menjadi hak milik mereka (listrik) untuk kemaslahatan hajad hidup publik jika pemangku kebijakan di negeri ini menyerahkan kepengurusan dan pengelolaan energi (listrik) ke asing (cina).
Ending dari laga ini, rakyat pula yang selalu jadi korban. Rakyatlah yang harus menelan pil pahit dari kebijakan pemerintah yang tak pernah pro rakyat. Mereka (rakyat) harus membeli dengan harga yang mahal untuk menggunakan energi (listrik), akibat dari privatisasi sumber energi listrik oleh para kapitalis asing dan aseng.
Para pemangku kebijakan di negeri ini, mereka sama sekali tak pernah memikirkan nasib rakyat, mereka hanya memikirkan berapa keuntungan yang bisa masuk kedalam kantong, sibuk memperaya diri dan antek-anteknya, sampaikan menggadaikan hak rakyat, tak peduli rakyat mau hidup senang atau miskin menjadi tak dipikirkan.
Dan inilah aksi nyata yang bisa dilakukan pemerintah adalah akan menggandeng Cina untuk membangun PLTA, yang digadang-gadang akan menjadi penghasil listrik terbesar.
Melaui kerjasama itu, pemerintah dan tionghoa menandatangani Mou pembangunan PLTA kayan PLTA yang mampu menghasilkan listrik 9000 MW ini akan mengaliri listrik untuk wilayah Tanjung Palas timur, Kabupaten Bulungan Kalimantan Utara (m.detik.com, 15/08/19).
Jika demikian kita sudah bisa menebak kemana arah kebijakan yang dikehendaki oleh pemerintah. Ini menjadi langkah liberal rezim atas kasus black cout PLN. Dan terbukti menjadi jalan penyempurnaan liberalisasi dan penguasaan listrik.
Ini pula menjadi konsekuensi akibat dari penerapan sistem ekonomi liberal oleh rezim penguasa hari ini sehingga berefek buruk pada ekonomi masyarakat.
Akan berbeda halnya, Jika islam diterapkan dan yang mengelolah kepemilikan umum termasuk mengelolah energi (listrik) dan hasilnya akan dikembalikan kepada masyarakat untuk kemaslahatan mereka.
Negara (Khilafah) sama sekali tidak akan pernah menyerahkan hasil sumber daya termasuk energi (listrik) diserahkan ke swasta apalagi memprivatisasi untuk dikuasai segilintir orang.
Haram hukumnya negara berburu manfaat dan mengambil keutungan yang dapat merugikan rakyat atas pengelelolaan sumber energi dan tambang yang menjadi pemilik penuh hasil alam.
Karena paradigma pememimpinan dalam islam tegak diatas akidah yang lurus yakni keyakinan akan pertanggung jawaban kepada sang yang menguasai hari pembalasan. Islam tegas mengamanahkan, bahwa pemimpin adalah pengurus (ra'in) dan pelindung umat (junnah).
Negara islam telah memiliki mekanisme seperangkat aturan yang pastinya akan membawa kemaslahatan bagi seluruh rakyat termasuk sumber energi (listrik) dan sepenuhnya memberikan pelayanan kepada seluruh rakyatnya tanpa terkecuali.
Kepemimpinan seperti inilah yang dibutuhkan umat hari ini. Kepemimpinan berdasarkan akidah yang memerintah dengan syariah islam yang diterapkan dalam sebuah institusi. Institusi itu bernama daulah khilafah islamiyah.
Sekaligus merupakan solusi hakiki seluruh keruwetan yang dihasilkan oleh sistem sekuler kapitalis neoliberalis yang diterapkan oleh rezim diktator hari ini. Wallahualam bi ash sawwab[].