Oleh: Rahmy Littaqwa Alkaff (Praktisi pendidikan & Anggota Akademi Menulis Kreatif Kalsel)
Penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional, tidak lepas dari kiprah santri dan para kiai dalam melawan penjajah yang ketika itu terus berusaha mengancam kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamasikan.
Sosok santri yang diakui oleh para ulama adalah mereka yang berperan melakukan amar makruf nahi munkar. Kemudian berpegang teguh dengan tali agama Allah serta sunah Nabi Muhammad SAW yang penuh berkah dan dengan kebaikan. Santri merupakan calon ulama, sehingga harus menjalani kehidupan yang benar-benar sesuai dengan tuntunan Islam. Santri sebagai penerus perjuangan para ulama dalam menyampaikan ilmu agama. Ulama adalah penerus para Rasul.
Pesantren dan ulama yang mengasuhnya adalah rujukan Islam di Indonesia. Lembaga tersebut adalah "pabrik" pencetak para ulama yang bertugas menerangi umat dari kebodohan dengan Islam dan ajaran-ajarannya.
Terlebih dalam waktu dekat Indonesia akan dianugerahi bonus demografi. Artinya kaum muda akan menjadi penghuni terbesar di negeri ini.
Begitu halnya pula dengan ajaran Islam, Islam sangat menjaga dalam hal toleransi terutama dalam keyakinan dan keimanan antar sesama pemeluk beragama. Jika pesantren sudah menjadi liberal dan toleran antar keyakinan dan juga mengadopsi nilai-nilai Barat, akan seperti apakah ulama-ulama yang akan dicetak di tengah-tengah umat?
Jika nantinya para ulama alumni pesantren menjadi ulama liberal yang mendakwahkan nilai-nilai Barat, bukanlah mustahil tatanan sosial Indonesia akan hancur seperti Barat.
Peradaban barat yang diliputi problem akibat melegalkan zina, juga miskin ahlak, akidah dan ruhiyah akibat mengerdilkan agama. Maka, pemikiran, ide, dan nilai di luar Islam akan membawa pada mafsadat (kerusakan), hendaknya umat dijauhkan darinya.
Di dalam film ‘The Santri’ tersebut terdapat adegan pacaran, cenderung liberal, campur aduk laki perempuan dan ada acting membawa tumpeng ke gereja. Maka oleh KH Luthfi Bashori film ini dianggap melanggar syariat dan bukan merupakan tradisi pesantren aswaja. Dan film inipun disutradarai oleh Livi Zheng yang berasal dari non muslim. Meskipun film ini mendapat dukungan dari Said Aqil Siradj, namun tokoh NU ini juga sering kontroversial dalam pemikirannya.
*Arus Liberalisasi*
Ketika banyak para netizen yang menonton trailler 'The Santri' dan melihat nama-nama dibalik produksi membuat nalar kita tergelitik untuk menganalisis. Ada upaya membelokkan jati diri dari identitas seorang santri. Berawal dari 'The Real Santri' yang semestinya sebagai calon para ulama, hingga berganti menjadi 'The Santri' yang liberalisasi. Berhijab dan berilmu namun berkiblat kepada Barat, negeri pemuja kebebasan.
Mencermati scene yang ada, pihak-pihak dibalik produksinya, statemen tokoh, dan rencana peluncuran film ini di Hari Santri, tak berlebihan jika banyak pihak curiga. Ada upaya liberalisasi, pluralisasi, deislamisasi, de-syariat-isasi terhadap penonton di negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia ini. Wabil khusus menyasar pesantren dan kaum santri. Bahkan liberalisme yang mengajarkan kebebasan tanpa terikat aturan Tuhan. Pun menjunjung pluralisme yang menganggap paham semua agama sama dan benar.
Menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan sebagai berikut: Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif. Oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme agama juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.
Liberalisme agama adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnah) dengan menggunakan akal pikiran yang bebas dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang sesuai dengan akal pikiran semata.
Sekularisme agama adalah memisahkan urusan dunia dari agama; agama hanya digunakan untuk mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesama manusia diatur hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.
Sehingga dari film 'The Santri' ini kita dapat menyimpulkan tentang nilai-nilai pluralisme yang dibungkus dengan kemasan Islam, juga tentang kebebasan pergaulan muda-mudi yang dibungkus dengan pesantren berkiblat kepada Barat dan sosok santri yang berkualitas itu berkarir di Amerika. Sehingga melalui film ini santri diajarkan untuk menjadi pribadi liberal, pemuja pluralisme dan berfikir sekuleristik. Padahal ketiga pemahaman ini adalah paham yang telah tegas dinyatakan haram oleh MUI pada tahun 2005.
Adanya film tentang santri mestinya membawa misi yang jauh lebih baik, yakni usaha untuk mengungkap kebenaran sejarah. Misi ini sangat penting karena pelurusan sejarah akan berpengaruh besar dalam ikhtiar membangun kesadaran publik yang benar pada masa mendatang.
*Islam sebagai Solusi*
Sebenarnya fenomena ini sangat jelas telah diingatkan oleh Allah bahwa musuh-musuh Islam tidak akan pernah ridho kepada kaum muslimin. Jika kaum muslimin bersatu, maka mereka akan mencerai-beraikan. Jika umat Islam berjaya, maka mereka berusaha meruntuhkannya. Jika umat Islam menjadi umat beradab, maka mereka akan merusak adab dan akhlak. Memang ketiga paham itu sepertinya indah jika diuraikan, namun itulah gaya orang kafir menipu umat Islam. Allah pun telah mengingatkan hal ini. “Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.” (QS Al An’am : 112).
Islam sangat menajaga dan telah menjelaskan batasan toleransi, di dalam Surah Al Kafirun “Untukmulah agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Para musuh Allah selalu membuat makar kepada Allah dan kaum muslimin dengan berbagai cara. Allah berfirman, “Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya”. (QS Ali Imran : 54).
Ghirah santri adalah ghirah perjuangan Islam. Santri adalah cermin kepribadian Islam. Santri adalah pribadi yang beriman dan bertaqwa. Pesantren layaknya seperti ‘Darul Muttaqien’, rumah untuk mengkader generasi beriman dan bertaqwa. Santri adalah generasi muslim yang anti liberalisme, sekulerisme, pluralisme dan apalagi komunisme. Kaum muslimin harus waspada terhadap propaganda busuk kaum liberal dalam merusak generasi muslim melalui hiburan seperti film.
Pesantren, santri, dan ulama haruslah menjadikan Islam satu-satunya pemikiran, ide, dan nilai yang di dakwahkan. Karena hanya dengan Islam, Indonesia dan umat Islam seluruhnya akan menjadi umat terbaik dan berperadaban gemilang.
Negara yang harusnya bertugas melindungi generasi ini, terutama melalui pendidikan akidah Islam yang menjadi asas utama pendidikan negeri ini. Sebuah gelar yang melekat padanya adab-adab dan akhlak yang tinggi. Sebuah gelar yang menjadi simbol ketaatan pada Illahi. Sebuah sebutan yang mengandung spirit mengaji kitab-kitab melalui para kiyai. Sebuah status yang melekat semangat melawan penjajah bagi siapa saja yang digelari sebagai santri.
Semoga nilai-nilai santri yang sejati tetap terjaga di negeri kita ini.
Kembali pada sistem pendidikan, Islam sejatinya solusi dari semua permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan. Seperti zaman keemasan dimana peradaban Islam yang gemilang menguasai peradaban dunia selama empat belas abad. Akankah masa itu terulang? Jawabnya ada dipundak kita sebagai pengemban perjuangan, seberapa besar pengorbanan dan perjuangan kita menolong agama Allah. Hingga tercipta The Real Santri yang siap memperjuangan tegaknya hukum-hukum Allah dalam bingkai Khilafah 'ala minhajin nubuwwah.
Wallahu a'lam bisshowab.